Friday, 2 November 2012

Pengembangan Shale Gas Harus Sejalan Dengan Infrastruktur



Jakarta, Setelah proses fracturing, gas alam yang berada di shale gas, akan langsung keluar atau berproduksi. Karena itu, pengembangan shale gas harus sejalan dengan pembangunan infrastruktur agar gas dapat langsung disalurkan ke konsumen.  

“Setelah fracturing, gas sudah berproduksi. Karena itu pengembangan shale gas harus paralel dengan infrastruktur,” papar Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Naryanto Wagimin dalam seminar mengenai pengembangan gas di Hotel Borobudur, Rabu,(31/10). 

Berdasarkan hasil studi ke Amerika Serikat yang telah sukses mengembangkan shale gas, lanjut Naryanto, di negara tersebut terdapat perusahaan yang khusus memfasilitasi infrastruktur shale gas dari produsen ke konsumen. Peluang inilah yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan dalam dan luar negeri, terkait pengembangan shale gas di Indonesia.

“Untuk infrastruktur, bisa dibangun KKKS atau perusahaan lain. Contohnya, ketika Rain Resources membangun facturing gas, ketika dia sudah mulai ngebor, sudah negosiasi dengan perusahaan swasta yang akan membangun fasilitas untuk sampai ke konsumen. Kalau di (negara) kita kan dikasih kebebasan. Ini bisa dimanfaatkan,” tambah Naryanto. 

Mengenai investasi pengembangan shale gas, kata Naryanto, untuk setiap sumur, di AS dibutuhkan biaya sekitar US$ 5 juta. Sementara di Indonesia, diperkirakan sekitar US$ 9-10 juta karena ada penambahan untuk social cost.

“Investasinya kalau di Amerika, mulai dari ngebor sampai fracturing sekitar US$ 5 juta per sumur. Tapi daerahnya berbeda karena di sana, jarak satu rumah dengan rumah lainnya jauh. Kalau kita kan berdekatan. Jadi ada social cost-nya,” ujarnya. 

Pengembangan shale gas diatur dalam Permen ESDM No 05 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penetapan Dan Penawaran Wilayah Kerja Minyak Dan Gas Bumi Non Konvensional. Dalam aturan tersebut, antara lain ditetapkan bahwa pengusahaan migas non konvensional tunduk dan berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kegiatan usaha migas, meliputi kegiatan eksplorasi migas non konvensional dan eksploitasi migas non konvensional.
Potensi shale gas  Indonesia diperkirakan sekitar 574 TCF. Lebih besar jika dibandingkan CBM yang sekitar 453,3 TCF dan gas bumi 334,5 TCF. (Ditjen Migas)

No comments:

Post a Comment