Friday 20 August 2010

Keadaan Pertamina Saat Ini Dalam Kondisi Alert

Oleh: Freddy Ilhamsyah PA

Keadaan Pertamina saat ini sedang berada dalam posisi alert. Kondisi itu bukan hanya disebabkan oleh isu yang akhir-akhir ini melanda perusahaan plat merah itu, tetapi karena kondisi keuangan Pertamina sedang dalam keadaan kurang menggembirakan karena masih banyak piutang perusahaan itu yang belum dapat dicairkan. Demikian diungkapkan Dirut Pertamina, Karen Agustiawan dalam sambutan tertulis yang dibacakan oleh Field Manager PT Pertamina EP Pangkalansusu, Sigit Gunanto pada acara puncak peringatan HUT RI ke 65 di halaman kantor Pertamina EP Pangkalansusu yang berlangsung cukup hikmat walau diguyur hujan gerimis, Selasa (17/8).

“ Saat ini, kondisi perusahaan sedang berada dalam kondisi alert. Bukan hanya karena isu-isu besar yang saya sampaikan tadi. Namun lebih dari itu, kondisi keuangan Pertamina juga sedang dalam keadaan yang tidak begitu menggembirakan. Masih banyak piutang-piutang perusahaan yang belum dapat kita cairkan. Karena itulah, Direksi berupaya keras untuk melakukan prioritisasi terhadap proyek-proyek tertentu,” kata Karen.

Melalui Direktorat Perencanaan lnvestasi dan Manajemen Risiko, Pertamina kini sedang berupaya untuk menyinergikan sekaligus secara ketat menyeleksi setiap rencana investasi yang akan dilakukan, sehingga benar-benar mampu dihasilkan proyek-proyek besar dan berkualitas tinggi yang cepat menghasilkan keuntungan bagi Pertamina. Pertamina untung, Negara juga diuntungkan. Itulah harapan Pertamina ke depan. Untuk mewujudkan impian tersebut, Jajaran Direksi Pertamina selalu mengingatkan akan betapa pentingnya efisiensi diterapkan di seluruh sektor kegiatan usaha. Namun, efisiensi tersebut harus dilakukan dengan tetap mengutamakan aspek lindungan lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja (HSE = Health, Safety and Enveronment).

“ Pengembangan SDM, rekrutmen, dan program pengembangan SDM yang tidak hanya bersifat nice to know pun bukan sesuatu yang harus dihindari,” ujar Karen. Menurut wanita pertama yang menduduki kursi Direktur Utama Pertamina, proses melanjutkan transformasi sumber daya manusia Pertamina harus terus dilakukan. Hal lain yang tidak kalah penting adalah pengembangan dan penerapan teknologi. Dan Karen cukup bangga ketika dalam Forum Sharing Teknologi Hulu belum lama ini, pekerja Pertamina mampu menghasilkan puluhan software (perangkat lunak) di bidang eksplorasi dan produksi. Dia mengingatkan seluruh jajaran Pertamina, apabila memang ingin menjadikan Pertamina semakin kompetitif di industri migas dunia, maka tiada kata lain, upaya yang telah dilakukan tersebut harus senantiasa dikembangkan.

Menurut Karen, apa yang dikemukan adalah merupakan kondisi ril yang sedang dialami oleh Pertamina. Bukan untuk menakut-nakuti atau bahkan membuat pesimistis terhadap nasib Pertamina ke depan. Namun justru sebaliknya. Saya menyampaikan kondisi tersebut sebenar-benamya agar kita semua tersadar, bahwa ini adalah momen bagi kita untuk merapatkan barisan, merasa senasib sepenanggungan, tetap prihatin dan waspada serta semakin optimis untuk terus-menerus bersamasama berjuang dan berdedikasi melalui Pertamina untuk ketersediaan energi masa depan tanah air kita, tanah air Indonesia.

Selain itu dia juga mengingatkan kepada seluruh pekerja Pertamina bahwa Pertamina adalah tempat kita mencari nafkah. Oleh sebab itu, apakah hati kita tidak tergerak ketika sumber nafkah kita ini sedang dirundung berbagai masalah ? Biarlah pertanyaan ini dijawab oleh hati nurani kita masing-masing.

“ Saya mengungkapkan hal ini jujur dari lubuk hati saya yang paling dalam. Saya bukan sedang berkeluh kesah kepada seluruh pekerja Pertamina. Tapi saya harus mengatakan hal ini karena saya ingin agar kita semua terketuk hatinya dan mulai bergerak untuk semakin peduli dengan nasib perusahaan ini”, kata Karen.

Pada kesempatan itu Karen juga menyampaikan bahwa ada kalanya kita memang harus belajar dari sejarah untuk membangkitkan optimisme kita di dalam melangkah ke depan.

Betapa berat perjuangan bangsa ini merebut kemerdekaan dari belenggu penjajahan yang lebih dari 3,5 abad bercokol di Nusantara. Namun berkat semangat pantang menyerah yang didorong oleh keinginan luhur para pejuang negeri ini, maka pada hari ini, 65 tahun silam, bambu runcing dan peralatan perang yang seadanya, mampu mengalahkan senapan mesin dan meriam-meriam Belanda dalam agresi I dan II. Semangat seperti inilah yang harus terus-menerus kita tanamkan di dalam dada kita sebagai warga negara lndonesia. Karen mengobarkan semangat para pekerja Pertamina untuk tetap berihktiar dan berdoa kita secara berkesinambungan, agar Pertamina dapat menjadi perusahaan minyak dan gas nasional berkelas dunia. Itu bukan yang sulit untuk kita capai. Meski demikian, sama seperti halnya pejuang negeri ini, kita harus yakin atas setiap langkah yang kita lakukan untuk dapat mewujudkan cita-cita besar tersebut, tandasnya. Dirgahayu Republik Indonesia. (FI)

Tuesday 17 August 2010

Kehadiran Proyek PLTU-II Tanjung Pasir Usik Keamanan Pipa Pertamina

Oleh Freddy Ilhamsyah PA

Kehadiran proyek pembangunan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap – 2, kapasitas terpasang 2 x 200 megawatt milik PLN di Desa Tanjung Pasir, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara sejak medio 2008 pada prinsipnya didukung oleh semua pihak termasuk PT Pertamina EP Field Pangkalan Susu. Sebab kehadiran PLTU-2 di Kecamatan Pangkalansusu diharapkan dapat meningkatkan gerak roda perekonomian di daerah ini. Artinya, apabila proyek PLTU-2 dapat diselesaikan pembangunannya sesuai jadwal yang telah ditentunya, maka kemungkinan ada investor yang akan membangun pabrik dan sebagainya di wilayah Teluk Haru. Listrik tidak hidup-mati karena energi listrik yang tersedia sudah mencukupi untuk tujuan dimaksud. Itulah impian dan harapan para pengusaha dan warga masyarakat di wilayah Teluk Haru (Kecamatan Pangkalan Susu, Brandan Barat, Sei Lepan, Babalan, Gebang, Besitang dan Kecamatan Pematang Jaya).

Namun dalam pelaksanaan proyek pembangunan PLTU-2 yang dilaksanakan oleh konsorsium/kontraktor PT Nincec Multi Dimensi telah mengusik keselamatan dan keamanan jalur pipa loading crude oil (minyak mentah) berdiameter 30 inci karena sebagian badan pipa tersebut sudah ditimbun oleh pihak Nincek dengan tanah timbun sebagai pelebaran berem (tepi badan jalan).

Tertimbunannya pipa loading 30 inci dapat mempercepat terjadinya korosif karena pipa tersebut tidak dirancang untuk under ground line. Sehingga badan pipa tersebut tidak dilapis seperti pada pipa yang memang dirancang untuk posisi under ground.

Pelebaran badan jalan hingga “memakan” berem mungkin dimaksudkan untuk pelebaran badan jalan agar mobilisasi dump truck dan kendaraan angkutan berat pihak proyek PLTU dapat berselisih secara leluasa. Namun sayangnya pihak pelaksana proyek lupa  memikirkan kemungkinan kedudukan pipa loading berdiameter 30 inci itu akan tergeser oleh desakan tanah timbun yang setiap hari dilintasi oleh ratusan dump truck berbagai ukuran tonase.

Untuk mengamankan keselamatan jalur pipa minyak berukuran 30 inci, maka pemerintah melalui Menteri Pertambangan dan Energi telah menerbitkan SK Mentamben No. 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi, yang dalam tabel Lampiran II ada tertera bahwa untuk keamanan pipa berdiameter 30 inci ditentukan harus berjarak minimum 5 meter dari badan pipa (tekanan antara 16 s.d 50 BAR). Sedangkan yang bertekanan antara 50 s.d 100 BAR jarak amannya adalah 6 meter dari sisi luar badan pipa.

Namun pada kenyataan di lapangan, dump truck bertonase besar (interkuler) yang mengangkut tanah timbun berlalulalang pas di pinggir pipa loading berdiameter 30 inci.
[caption id="attachment_124" align="aligncenter" width="600"]Inilah foto Multi Axle Trailer (Goldhofer) 10 Axle mengangkut Boiler Drum berbobot 94,934 ton untuk pemakaian proyek PLTU-2 di Desa Tanjung Pasir  Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara Inilah foto Multi Axle Trailer (Goldhofer) 10 Axle mengangkut Boiler Drum berbobot 94,934 ton untuk pemakaian proyek PLTU-2 di Desa Tanjung Pasir Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara[/caption]
Sementara itu pihak PLN melalui perusahaan transportasi angkutan berat, PT Samapta Nusantara merencanakan akan mengangkut 2 unit Boiler Drum @ 94,934 ton dengan menggunakan Multi Axle Trailer (Goldhofer) 10 axle. 1 axle = 8 ban power club 853 total 8 x 10 = 80 ban pada trailer itu. Sedangkan ban truk mercedes penarik trailer tersebut ada sebanyak 14 ban. Pengangkutannya dilakukan dua kali melalui demaga Landing eks Mobil Oil yang masuk dalam wilayah Pelabuhan Khusus Migas Pangkalan Susu.

Menurut data yang diperoleh dari Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara disebutkan bahwa Multi Axle Trailer (Goldhofer) 10 Axle mengangkut Boiler Drum berbobot 94,934 ton untuk pemakaian proyek PLTU-2 di Desa Tanjung Pasir  Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Sementara dari data yang diperoleh di lapangan menyebutkan bahwa total keseluruhan berat trailer berikut beban yang diangkut untuk sekali jalan mencapai sekitar 125 ton.

Mengingat bahwa peralatan yang akan melintas di dekat jalur pipa loading berdiameter 30 inci berbobot mencapai sekitar 125 ton (gross), maka dikawatirkan keamanan dan keselamatan pipa tersebut akan terusik. Persoalannya, jalan yang akan dilintasi trailer di kawasan jalan Tanjung Pasir hanya memiliki lebar sekitar 7 meter. Akibatnya, trailer tersebut harus ber-veri veri coloso alias menyerempet-nyerempet bahaya ketika berjalan di jalan raya Desa Tanjung Pasir yang ada jalur pipa berdiameter 30 inci.

Yang jadi permasalahan, apabila pihak Pertamina memberi izin lintas untuk Multi Axle Trailer tersebut, apakah tidak bertentangan dengan kebijakan Mentamben yang telah ditetapkan melalui SK No. 300.K/38/M.PE/1997 tentang Keselamatan Kerja Pipa Penyalur Minyak dan Gas Bumi ?

Hal tersebut disampaikan mengingat bahwa keberadaan pipa loading berdiameter 30 inci yang berada di tepi badan jalan mulai dari Simpang Sei Siur sampai ke Teluk Kerang kondisi sebagian besar pipa tersebut sudah tua (anno 1969), dan sampai saat ini pipa tersebut masih digunakan untuk pengiriman crude oil ( minyak mentah ) melalui SBM (Single Bouy Mooring) di lepas pantai perairan Teluk Aru. Minyak mentah yang dikirim ke Lawe-lawe Kalimantan Timur adalah milik PT Pertamina EP Field Pangkalansusu dan PT Pertamina EP Field Rantau - Aceh Tamiang, termasuk crude oil milik JOB Pertamina - Costa serta condensate milik PT Maruta Bumi Prima. Sedang pihak PT ADP Glagah Kambuna dalam waktu dekat ini juga akan memanfaatkan fasilitas tersebut untuk mengirim condesate yang dihasilkannya dari lepas pantai.

Pada awalnya, pihak PLN melalui surat nomor 045/121/PLJ1/2008 tanggal 16 Juli 2008 yang ditujukan kepada PT Pertamina EP Region Sumatera berjanji akan membuat rest area setiap 100 meter, tapi hal tersebut belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Akibatnya terjadilah hal seperti yang tergambar di dalam foto pada halaman 1 dari lembaran ini.

Dilema

Beberapa permasalahan tersebut di atas menjadi dilema bagi semua pihak, khususnya yang menyangkut dengan SK Gubernur Sumatera Utara No. 620/752/K/1998 tanggal 10 Agustus 1998 tentang Penetapan Status Ruas-Ruas Jalan dan Jembatan Sebagai Jalan dan Jembatan Kabupaten/Kotamadya yang pada lembaran lampirannya ada disebutkan bahwa ruas jalan Simpang Sei Siur – Teluk Kerang (nomor ruas 000005) berstatus titik pengenal pangkal sebagai jalan negara. Sedang jalan tersebut termasuk dalam ROW (Right Of Way) pipa loading berdiameter 30 inci yang telah digantirugi oleh Pertamina.

Bila kita menelusuri permasalahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa status tanah jalan Tanjung Pasir adalah milik Pertamina yang telah diganti rugi sebagai lahan ROW jalur  pipa loading berdiameter 30 inci. Sedangkan status jalan tersebut seperti yang ditetapkan melalui SK Gubsu tersebut di atas adalah sebagai jalan negara. Sementara pada sisi lain, pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat melalui surat Izin Dispensasi No.550.949/DISHUB-LKT/2009 tertanggal 04 Mei 2009 telah memberikan dispensasi izin lintas di jalan tersebut, dengan catatan : Apabila terjadi kerusakan terhadap fasilitas jalan dan jembatan akibat dilintasi kendaraan Multi Axle Trailer menjadi tanggungjawab PT Samapta Nusantara, Jakarta untuk memperbaikinya, dan menanggung seluruh biaya perbaikan.

Surat izin dispensasi yang diterbitkan oleh pihak Dinas Perhubungan Kabupaten Langkat, sudah benar dan sesuai dengan wewenang dinas tersebut, yang telah menilai bahwa kondisi dan daya tahan badan jalan serta jembatan yang akan dilintasi oleh Multi Axle Trailer berikut beban yang diangkut masih dalam batas toleransi. Tegasnya, dalam izin dispensasi tersebut tidak terkait atau tidak ada disinggung tentang keamanan dan keselamatan pipa loading berdiameter 30 inci.  Artinya dapat disimpulkan bahwa masalah keamanan dan keselamatan pipa loading merupakan kewenangan Pertamina, apakah akan memberi izin lintas untuk Multi Axle Trailer tersebut.
[caption id="attachment_125" align="aligncenter" width="600"]Penggantian pipa loading berdiameter 30 inci yang berada di tepi badan jalan mulai dari Simpang Sei Siur sampai ke Teluk Kerang kondisi sebagian besar pipa tersebut sudah tua (anno 1969). Penggantian pipa loading berdiameter 30 inci yang berada di tepi badan jalan mulai dari Simpang Sei Siur sampai ke Teluk Kerang kondisi sebagian besar pipa tersebut sudah tua (anno 1969).[/caption]
Mengingat kondisi sebagian besar jalur pipa loading berdiameter 30 inci sudah rentan termakan usia, maka Pertamina harus bersikap hati-hati dalam hal memberi izin lintas, dan harus dikaji secara matang tentang kemungkinan terjadinya dampak negatif apabila keamanan dan keselamatan pipa tersebut sampai terganggu. Kalau itu sampai terjadi, maka efeknya akan melebar bukan hanya pipa rusak, dan Pertamina termasuk mitra usahanya kehilangan ratusan barel minyak, tapi lingkungan juga akan rusak akibat tercemar tumpahan minyak mentah. Masyarakat yang jadi korbanpun ribut. Media masa, LSM dan WALHI juga ikut ramai meributinya. Inilah pertimbangan Pertamina untuk bertindak ekstra hati-hati dalam hal memberi izin/dispensasi kepada pihak PLN.

PT Pertamina EP Field Pangkalan Susu memang sudah seharusnya bertindak secara ekstra hati-hati dan melakukan pengkajian yang lebih mendalam termasuk melakukan koordinasi dengan fungsi terkait koordinasi dengan fungsi terkait baik di Field Pangkalan Susu, Pertamina EP Region Sumatera di Prabumulih maupun kepada pimpinan PT Pertamina EP di Jakarta tentang kemungkinan munculnya dampak negatif apabila pipa yang telah berusia lanjut itu sampai patah ataupun pecah, baik akibat tergeser posisi kedudukannya maupun akibat tergilas kendaraan angkutan berat milik proyek PLTU-2.

Apabila pihak Pertamina tidak sedini mungkin mengantisipasi kemungkinan negatif yang bakal muncul, maka jangan disalahkan masyarakat bila mereka menuntut Pertamina akibat terimbas dampak tumpahan minyak mentah dari dalam pipa loading ukuran diameter 30 inci.  Sebab minyak tersebut adalah milik Pertamina, bukan Nincec ataupun PLN, padahal yang menjadi penyebab terjadinya tumpahan minyak hingga mencemari lingkungan adalah perusahaan pelaksana proyek PLTU-II.

Ketika tulisan ini dibuat, antara pihak Pertamina dengan PLN dan PT Nincek Multi Dimensi bersama pihak instansi terkait Pemkab Langkat sedang sedang bernegosiasi untuk mencari solusi yang terbaik. Pipa Pertamina aman, proyek PLTU Tanjung Pasir dapat berjalan sesuai jadwalnya.

Pangkalansusu, Medio April 2009

Sunday 15 August 2010

Sekilas Tentang TAC (Technical Assistance Contract)

Catatan : Freddy Ilhamsyah PA



Dirjen Migas dalam Buku Data, Information Oil & Gas 2001 memberi definisi tentang TAC. Yaitu  Suatu kerjasama antara Pertamina dan Perusahaaan Swasta dalam rangka merehabilitasi sumur-sumur atau lapangan minyak yang ditinggalkan dalam Wilayah Kuasa Pertambangan ( WKP ) Pertamina.

Dalam buku  tersebut dijelaskan prinsip-prinsip  TAC (Technical Assistance Contract) adalah sbb :

  1. Lahan yang dikelola merupakan bagian WKP Pertamina.

  2. Manajemen operasi dilakukan oleh Pertamina.

  3. Biaya operasi ditanggung oleh kontraktor.

  4. Pengembalian biaya operasi dibatasi sebesar 35 % - 40 % pertahun.

  5. Pembagian hasil ( sesudah pajak ) antara Pemerintah dan Pertamina - Kontraktor besarnya 65 % : 35 % .

  6. Kontraktor wajib memenuhi sebagian kebutuhan migas dalam negeri ( Domestic Market Obligation / DMO ) sejumlah harga ekspor untuk 5 thn pertama produksi lapangan baru dan US$ 0,20/barrel untuk lapangan lama.


Dalam pedoman dan syarat-syarat penawaran lahan kerjasama eksplorasi dan produksi migas tahun 1994, disebutkan TAC adalah suatu bentuk kerjasama pengusahaan minyak pada lahan/lapangan yang pernah atau sedang berproduksi atau telah terbukti memiliki cadangan minyak atau gas bumi namun belum pernah diproduksikan yang terletak di dalam WKP Pertamina.

Minyak yang diproduksikan terdiri dari non-shareable dan shareable oil. Apabila terdapat cadangan gas dan produksi gas, maka seluruhnya menjadi milik Pertamina. Perjanjian ini mencakup Cost Recovery Ceiling.Pertamina memegang manajemen seluruh kegiatan dan Perusahaan yang menjadi Kontraktor Pertamina bertindak sebagai operator. Kontraktor bertanggung jawab dalam penyediaan dana, tenaga ahli dan teknologi.

Dari rambu-rambu dan koridor regulasi sebagaimana tersaji dalam kedua sumber tentang TAC di atas, terlihat bahwa secara eksplisit WKP migas TAC adalah WKP milik Pertamina .Dalam perspektif tersebut sejatinya jika dalam kasus kontrak TAC Central East Java Block ( dikenal Kontrak ExxonMobil Blok Cepu ) bila habis masa kontrak       ( 2010 ) dikembalikan kepada pemiliknya, yakni Pertamina. Disinilah relevansi benang merah pernyataan Menteri ESDM/Ketua Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina ( DKPP ) Purnomo Yusgiantoro dan Sekretaris  DKPP Meizar Rahman kepada insan Pers  ( Kamis, 22/8’05 yang lalu ) berkaitan dengan keinginan ExxonMobil untuk memperpanjang kontrak Blok Cepu  : Kontrak itu kan business to business, kita serahkan sepenuhnya kepada Pertamina ………..

Jadi ibarat orang mengontrak rumah, jika selesai kontrak, maka rumah yang dikontrak kembali pada pemilik. Terlebih lagi sang pemilik ingin menempati dan merawatnya sendiri. Sang penyewa harus ikhlas dan berlapang dada. Bukan justru melakukan manuver lewat agenda - agenda non bisnis. Contoh: Apabila rumah kontrakan sudah habis masa kontraknya ya harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Terkait dengan TAC Pertamina – Eksindo Telaga Said Darat yang mengelola sumur-sumur tua di struktur Telaga Said di Desa Lama Baru, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat dan struktur Telaga Darat di Desa Buluh Telang, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara adalah sah demi hukum. Sebab antara pihak PT Eksindo Telaga Said Darat dengan Pertamina sudah terikat kontrak TAC pada tahun 2002 dan lapangan Telaga Said dan Darat juga telah diserahterimakan pengelolaannya kepada TAC Pertamina-Eksindo melalui Berita Acara No.014/D11000/ 2003.B1 tanggal 2 Juni 2003 di Medan.

Dengan adanya kekuatan hukum tersebut, maka selain pihak TAC Pertamina-Eksindo Telaga Said Darat, pihak lain tidak dibenarkan mengambil minyak mentah atau menggarap sumur-sumur tua minyak yang berada dalam wilayah kerja TAC P-Eksindo di kawasan Telaga Said dan Telaga Darat. Apabila ada oknum atau kelompok tertentu yang melakukan penggarapan/pengambilan secara illegal minyak mentah di kawasan tersebut berarti oknum tersebut telah melawan hukum. Kini tinggal bagaimana oknum aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri. Yang jelas, minyak yang dikelola TAC P-Eksindo ada milik Pertamina dengan notabene milik Negara.

Pangkalansusu, Medio Agustus 2010

Tuesday 10 August 2010

Mengenang 125 Tahun (15 Juni 1885 – 2010) kegiatan Perminyakan di Langkat :

DARI PUING-PUING BESI TUA DI PANGKALAN BRANDAN MENJADI GEDUNG PENCAKAR LANGIT DI JAKARTA

Oleh Freddy Ilhamsyah PA

Tanpa terasa sudah 125 tahun lamanya kegiatan industri dan pertambangan minyak berkiprah di Indonesia yang bedug oleh A.J. Zijlker dkk dari sumur Telaga Tunggal I di struktur Telaga Said, Langkat Sumatera Utara pada 15 Juni 1885 yang kemudian dilanjutkan oleh Permina (baca Pertamina) hingga saat ini. Untuk mengetahui kondisi kegiatan perminyakan di Sumatera Utara dewasa ini, baca terus tulisan ini.

Pertamina yang kini memiliki gedung pencakar langit di jalan Perwira No. 1 Jakarta Pusat, dan sudah pula mampu berlalangbuana ke manca Negara untuk melakukan kegiatan hulu migas seperti di Malaysia, Vietnam, Irak, Qatar, Libya dan Sudan serta melakukan perdagangan/pemasaran BBM dan Oil Zipex di Timor Leste, Papua New Guinea, Singapura, Pakistan dan Uni Emirat Arab, sehingga Pertamina tercatat sebagai BUMN handalan dalam hal mengumpul devisa untuk kelangsungan pembangunan nasional dan kemakmuran bangsa serta rakyat Indonesia, berawal dari embrio puing-puing besi tua sisa Perang Dunia II di Pangkalan Brandan.

Adalah dokter Ibnu Sutowo, putra kelahiran Grobogan, Jawa Timur pada 23 September 1913 yang membidani lahirnya Pertamina dari rongsokan puing-puing besi tua yang berserakan di Pangkalan Brandan, Pangkalansusu di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara, dan material eks kilang BBM di Pangkalan Brandan yang sudah “dilarikan” ke Medan sebagai besi tua oleh orang-orang yang ingin mengeruk keuntungan untuk diri pribadinya.

Dengan berbekal rasa percaya diri, nekad dan berkemauan keras untuk belajar sambil kerja dan bekerja sambil belajar, dokter medicine yang berpangkat Kolonel mendapat perintah dari KASAD ( Kepala Staf Angkatan Darat ) Jenderal Abdul Haris Nasution untuk merehabilitasi lapangan minyak berikut kilang BBM di Pangkalan Brandan dan Pangkalansusu.

“ Saya tidak tahu harus bagaimana. Saya inikan militer. Disuruh bikin perusahaan minyak, itukan gila,” kata founding father Pertamina kepada pewawancara dari majalah Warta Pertamina, Muhammad Gurila Tan dan Nandang Suherlan pada 23 September 2000 lalu.

Sementara menurut pengakuan Ibnu Sutowo ketika menyampaikan ceramah di IKIP ( Institut Keguruan dan Ilmu Pengetahuan ), Bandung, 14 Maret 1972, pada saat melaksanakan rehabilitasi industri perminyakan di Pangkalan Brandan, Ibnu Sutowo dan rekan-rekannya termasuk Letkol J.M. Pattiasina dengan beberapa anggota pasukan DEN X Sriwijaya, sama sekali “buta huruf” tentang ukuran minyak. Apa lagi ketika itu tidak ada satupun insinyur di Pertamina (1957). Akan tetapi berkat adanya dukungan dari beberapa pekerja mantan pegawai BPM/Shell dan Sayutai, akhirnya Ibnu Sutowo dkk berhasil mendirikan Pertamina dari rongsokan puing-puing besi tua sisa Perang Dunia II.

Dengan modal dari hasil penjualan 3000 ton minyak mentah ke Jepang dengan nilai US$ 42.000,- ditambah kredit dari Kobayashi Group Jepang sebesar US$ 53 juta dalam bentuk peralatan, mesin, material, dan bantuan teknik kepada Permina dalam jangka waktu sepuluh tahun, dan Permina akan membayarnya dalam bentuk minyak.

Pada waktu itu, persetujuan barter tersebut dianggap bertentangan dengan kebijakan Jepang yang hanya mengizinkan persetujuan secara terbuka. Untuk memperoleh persetujuan tersebut, A. Kobayashi, Industrialis senior Jepang, mendekati Perdana Menteri Jepang pada masa itu, N. Kishi, dan agar kontrak Kobayashi dengan Permina dapat berjalan dengan mulus, maka Kobayashi Grup mendirikan perusahaan baru bernama Nosodeco (North Sumatera Oil Development Cooperation Co., Ltd. yang berkantor di Jakarta.

Setelah kontrak yang ditandatangani pada tanggal 7 April 1960 berjalan mulus, Nosodeco mengirim kelompok penasehat teknis ke Pangkalan Brandan. Kontrak pertama kemudian diperpanjang dan pembayaran terakhir dilakukan pada akhr tahun 1970. Direktur Pelaksana Nosodeco, S. Nishijima yang merintis sehingga kontrak tersebut dapat membuahkan hasil.

Selain Ibnu Sutowo juga tercatat nama Mayor J.M. Pattiasina yang telah diangkat sebagai Direktur Teknik & Eksploitasi PT Permina (Perseroan Terbatas Perusahaan Minyak Nasional), dan beliau yang mendirikan kantor pusat PT Permina di Pangkalan Brandan bersama rekanan setempat, yaitu Hasan (Perak) Basri, ayah kandung H. Syamsul Arifin, SE yang kini menjabat sebagai Gubernur Sumatera Utara. Hasan Perak mempunyai andil besar dalam pelaksanaan pembangunan proyek rehabilitasi industri Perminyakan di Pangkalan Brandan.

Ketika Pattiasina diangkat sebagai Direktur Pelaksana, dia menyadari harus memecahkan beberapa masalah sebelum melaksanakan rehabilitasi kilang BBM dan segala fasilitas pendukungnya di Pangkalan Brandan dan Pangkalansusu untuk memperlancar kegiatan operasionalnya.

Masalah yang paling mendesak untuk diatasi pada masa itu ialah ketegangan situasi militer yang sedang berkecamuk di Sumatera Utara dan Aceh akibat adanya pergerakan pasukan DI dan PRRI yang punya pendukung di kalangan pekerja minyak.

Sejak kehadirannya di Pangkalan Brandan pada April 1958, selain menguji pengaruh DI dan PRRI dengan cara memotong garis suplainya yang ketika itu masih mendapat jatah minyak, Pattiasina juga melakukan strategi pendekatan langsung dengan pasukan DI dan PRRI sebagai upaya meraih dukungan dari kedua pasukan tersebut agar usaha perbaikan dan pengembangan lapangan minyak serta perbaikan kilang BBM dapat berjalan lancar dan aman.

Masalah kedua, yaitu menyangkut perasaan bermusuhan yang telah tertanam di kalangan kelompok kaum buruh kiri (Perbum = Persatuan Buruh Minyak) yang tumbuh subur di era terbentuk TMSU (Tambang Minyak Sumatera Utara)  di Pangkalan Brandan. Pattiasina melarang organisasi serikat buruh onderbow PKI tersebut, dan mengambilalih kantor pusat Perbum yang dibangun di dalam kompleks Permina di Pangkalan Brandan yang merupakan fasilitas terbaik yang pernah dibangun di kompleks TSMU. Sejalan dengan itu Pattiasina juga menggusur anggota Perbum yang menduduki jabatan pimpinan, dan memecat orang yang diketahui menentang kebijakannya dengan tujuan untuk mempersempit pengaruh Perbum di Permina.

Tindakan tegas Pattiasina menyingkirkan orang-orang komunis ternyata membuahkan hasil. Pegawai Permina yang tadinya terpecahbelah telah menyatukan diri termasuk mantan pasukan DI dan PRRI yang anti komunis ke dalam tim yang dipimpin oleh Pattiasina dengan dukungan ratusan pasukan DEN X Sriwijaya.



Permina kesulitan material dan dana untuk bayar gaji

Pada masa merehabilitasi kilang BBM dan lapangan minyak, Pattiasina sedikit mengalami kesulitan karena tidak adanya peralatan dan material, sehingga mereka hanya meneruskan perbaikan saluran pipa minyak dari Rantau ke Pangkalansusu, rehabilitasi tangki penimbun dan fasilitas pelabuhan di Pangkalansusu.

Setelah pekerjaan tersebut dapat diselesaikan, maka Pattiasina dkk mulai kesulitan untuk membayar gaji pegawainya, maka dia ngebut untuk melakukan perbaikan kilang BBM di Pangkalan Brandan dari rongsokan besi tua yang berhasil diambil kembali dari tempat penyimpan besi tua yang ditimbun oleh pengusaha besi tua agar dapat menghasilkan bensin dan minyak tanah untuk dijual di pasaran lokal, dan hasilnya untuk membayar gaji pegawai.

Dari tempat penimbunan besi tua di jalan Binjai arah ke Medan, Pattiasina berhasil menyita beberapa peralatan seperti piston, pipa, kopling, plat baja dan mesin-mesin bekas lapangan minyak yang sebagian besar kondisinya masih baik. Sekalipun dasar hukum dari penyitaan tersebut dipertanyakan, tapi pada masa itu sedikit sekali orang di Sumatera Utara yang berani menentang Pattiasina yang berpendirian bahwa material tersebut adalah milik negara yang diserahkan kepada Permina dan tidak boleh diperjualbelikan.

Akhirnya kilang BBM di Pangkalan Brandan dapat berjalan dan menghasilkan bensin dan minyak tanah dalam jumlah terbatas. Untuk meningkatkan produksi BBM, Permina mengalami kesulitan dana karena uang yang diperoleh dari hasil penjualan minyak secara lokal tidak dapat diharapkan hasilnya untuk mengenjot tingkat produksi BBM. Mau tidak mau Permina harus mencari dana/pinjaman dari luar negeri karena pemerintah sendiri ketika itu masih membutuh rupiah untuk membangun Indonesia secara umum.

Atas dasar itu, maka terjadilah akad kredit berdasarkan ketentuan “pembagian hasil”, dan ini merupakan awal diberlakukannya Kontrak Bagi Hasil atau Kontrak Production Sharing (KPS) yang pertama di Indonesia, dan kemudian menjadi “proyek percontohan” bagi kegiatan usaha industri permigasan di manca negara.

Berkat kerja keras yang dilakukan oleh seorang dokter medicine dibantu Mayor Pattiasina dkk akhirnya produksi minyak mentah Permina terus meningkat dari tahun ke tahun. Contohnya, pada tahun 1966 produksinya tercatat sebesar 469.000 barrels/hari dapat ditingkatkan menjadi 510.000 barrels/hari di tahun 1967, dan terus meningkat menjadi 600.000 barrels di tahun 1968 sampai hampir 1,2 juta barrels/hari di tahun 1972.

Sedangkan kontribusi dari sektor minyak dan gas bumi untuk penerimaan dalam negeri pada APBN terus meningkat dari Pelita I sampai Pelita V. Contohnya, kontribusi migas pada Pelita I tercatat sebesar Rp, 0,775 triliun. Pada Pelita II naik menjadi Rp 8.002 triliun, dan naik lagi menjadi Rp 39.170 triliun di Pelita III, dan terus naik menjadi Rp 49.676 triliun di Pelita IV dan Rp 74.023 triliun di Pelita V.

Sementara laba bersih Pertamina pada masa itu - setelah menyisihkan untuk pemerintah - secara konsoldasi ( termasuk LHG dan anak perusahaan ) pada tahun akhir PJP-I  ( Pembangunan Jangka Panjang I ) mencapai Rp 540 miliar dan terus meningkat menjadi sebesar Rp 1,323 triliun dalam Tahun Fiskal 1996/1967.

Ketika reformasi digulirkan di lingkungan Pertamina, laba Pertamina sebelum bagian pemerintah tercatat sebesar Rp 10,55 triliun, naik 16,83% dibanding dengan tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp 9,03 triliun. Bagian pemerintah yang dapat disetorkan dari laba tersebut adalah sebesar Rp 6,03 triliun, naik 15,30% dari tahun lalu yang sebesar  Rp 5,23 triliun. Sedangkan laporan keuangan konsolidasi Pertamina Tahun Buku 2001 ditutup dengan total aset sebesar Rp 96,89 triliun.

Data  tersebut di atas disampaikan Ridwan Nyak Baik ketika itu berbicara atas nama Manajer Hupmas Pertamina Pusat saat menyampaikan bantahan atas pernyataan Koordinator Sektor Energi & Transportasi Bank Dunia, David M. Hawes yang menyatakan tentang tidak efisiennya operasi Pertamina dalam wawancaranya pada tahun 2003 lalu dengan salah satu tabloit terbitan Jakarta.

Sedangkan pada tahun 2003 laba bersih Pertamina tercatat sebesar Rp 4,5 triliun, dan naik lagi menjadi Rp 8,9 triliun di tahun 2004. Angka kenaikan tersebut terjadi peningkatan dari Rp 11,3 triliun di tahun 2005 berubah menjadi Rp 19,2 triliun di tahun 2006, dan terus meroket hingga menebus angka spektakuler Rp 30,2 triliun di tahun 2008 mengalahkan laba bersih di tahun 2007 yang hanya tercatat sebesar Rp 24,4 triliun. Sumber : Media Pertamina edisi No.31 Tahun XLV/3/8/2009.

Sementara kinerja Pertamina Baru telah bangkit kembali dari keterpurukan akibat terimbas krisis global sehingga Pertamina “tersingkir” dari keanggotaan OPEC. Untuk sektor hulu dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini telah mengalami peningkatan produksi yang signifikan. Produksi minyak Pertamina mengalami peningkatan dari sebesar 143 ribu barrels per hari di tahun 2007 meningkat menjadi 150 ribu barrels per hari pada tahun 2008, dan terus terus menanjak ke angka 176 ribu barrels per hari di tahun 2009. Sedangkan produksi gas juga mengalami peningkatan dari 1.114 juta kaki kubik per hari di tahun 2007 naik menjadi sebesar 1.166 juta kaki kubik per hari di tahun 2008, dan naik lagi menjadi menjadi 1.378 juta kaki kubik per hari di tahun 2009. Sumber data : Keterangan Direktur Hulu, Bagus Setiadja - Media Pertamina edisi No.10/XLVI/8 Maret 2010 hal. 11.

Untuk tahun 2010, Dirut Pertamina Karen Agustiawan merasa optimis bahwa Pertamina dapat meraup laba sebesar Rp 25 triliun sesuai target dengan investasi sebesar 44 triliun rupiah pada tahun 2010. Hal ini disampaikan Karen saat Town Hall Meeting Direktorat Hulu di Kantor Pusat Pertamina EP Jakarta, Rabu (24/2). Dia juga mengatakan, hingga saat ini, tulang punggung Pertamina masih berada di sektor hulu (Pertamina EP, pen.).



Masa gemilang Pertamina EP Pangkalan Susu mulai pudar

Berbicara secara nasional memang harus diakui bahwa produksi minyak mentah Pertamina terus meningkat dari tahun ke tahun. Akan tetapi bagaimana dengan tingkat produksi minyak yang dihasilkan oleh PT Pertamina EP Field Pangkalan Susu yang melakukan kegiatan operasionalnya di Provinsi Sumatera Utara ?

Pada awal berdirinya perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) di Pangkalan Brandan pasca Indonesia menerima sepenuhnya kedaulatan berdirinya Negara Republik Indonesia, dan lepas dari cengkeraman penjajahan Belanda, produksi minyak bumi di Sumatera Utara masih terseok-seok seperti yang sudah dijelaskan pada tulisan terdahulu.

Dengan modal nekad dan berkemauan untuk kerja sambil belajar, Kolonel dr. Ibnu Sutowo dan kawan-kawannya yang tidak paham dengan dunia perminyakan mendapat perintah dari KASAD Jenderal Abdul Haris Nasution untuk merehabilitasi kilang BBM di Pangkalan Brandan dan ladang-ladang minyak yang terdapat di wilayah Teluk Haru.

Dari empat wilayah operasionalnya, yaitu Medan, Binjai, Deli Serdang dan Langkat, Medan sudah tersingkir sebagai daerah penghasil migas karena struktur Polonia-I dan Polonia-II tidak mampu lagi untuk menghasilkan migas.

Dewasa ini produksi minyak bumi Pertamina EP Pangkalansusu sudah anjlok sampai ke titik rawan di bawah angka produksi pada tahun 1958 yang tercatat sebesar 467,4 BOPD.  Kini (2009) produksi Pertamina EP (own production) hanya tinggal sekitar 326,7 BOPD. Angka ini masih jauh berada di bawah angka produksi tahun 2005 (1.324,8 BOPD).

Bila kita melihat angka produksi minyak di Sumatera Utara sejak tahun 1958 sampai 2009 atau selama 52 tahun pasca berdirinya Permina (baca Pertamina) di tahun 1957, dan bila dibagi tiga, maka produksi puncak minyak bumi dari tahun 1958 sampai tahun 1974 terjadi pada tahun 1962 dengan angka 5.032,2 BOPD.

Sedangkan dalam kurun waktu tahun 1975 sampai 1991 puncak produksinya terjadi pada tahun 1978 yaitu sebesar 7.543,8 BOPD. Selanjutnya dari tahun 1992 sampai tahun 2009 tercatat tahun 2005 sebagai jagoannya yang masih mampu memproduksikan minyak sebesar 1.324 BOPD (Barrels Oil Per Day = barel/hari).

Bagaimana nasib kegiatan perminyakan di Sumatera Utara yang sudah dikelola sejak tahun 1885 sampai tahun 1942 oleh Belanda (BPM/SHELL), dan dari tahun 1942 sampai tahun 1945 oleh Jepang, serta dari pasca kekalahan Jepang sampai era PT Pertamina (Persero) dipimpin oleh Karen Agustiawan, apakah para generasi mudanya PT Pertamina EP Field Pangkalansusu mampu untuk mendongkrak atau paling tidak tetap mempertahankan angka produksi migas pada kisaran 500 sd 600 BOPD ?

Bila ditinjau dari segi teknis, lapangan-lapangan tua migas (brown field/mature field) yang berada di daratan Provinsi Sumatera Utara sangat sulit untuk dikembangkan, walaupun memakai system EOR (Enhanced Oil Recovery).



Permasalahannya

Walaupun beberapa upaya telah dilaksanakan sejak tahun 2005 sampai saat ini perusahaan plat merah itu belum mampu mendongkrak tingkat produksinya karena ada selisih sasaran produksi awal tahun 2008 terhadap realisasi produksi minyak pada bulan Desember 2007 cukup besar (320 barrels) akibat gagalnya hasil bor sumur GBG-OZ1/57 dan mundurnya jadwal bor sumur PTB-GC3 (RK-2007).-   Decline produksi eksisting yang cukup tajam (18 – 20 %). Penurunan alamiah sumur-sumur eksisting handalan GBG-52 (50 - 60 bbl),  GBG-53 (30 – 50 bbl), WMP-07 (10 – 20 bbl)  GBG-52 dan GBG-53.

-   Penurunan alamiah secara merata dari sumur-sumur eksisting low pressure di struktur Gebang dan Paluh Tabuhan Timur.

-   Meningkatnya kadar air sumur-sumur gas di struktur PPT (Pantai Pakam Timur) dan struktur Gebang.

-   Sumur dengan karakteristik HPHT dan dalam (Wampu dan PPT) membutuhkan rig yang berkapasitas besar untuk pekerjaan perawatan.

-   Terjadi well problem (fish) akibat scale di struktur Wampu dan PPT (Pantai Pakam Timur) sehingga sumur tidak berhasil diproduksikan (WMP-06 dan PPT-02).

-   Tekanan injeksi gas lift yang terus menurun, dan belum stabilnya penerimaan minyak yang dikirim/dialirkan melalui pipa 6” dari SP Gebang ke PPP (Terdapat net oil mengisi pipa). Penerimaan kondensat Maruta yang cenderung menurun (karena feeding gas turun).

Upaya yang telah dilakukan untuk pencapaian produksi antara lain :

  • Diproduksikan kembali ke SP-III melalui flow line karena ada pekerjaan reparasi sumur GBG 54, di lokasi Test Unit (terjadi penurunan produksi karena back pressure).



  • Melakukan redesign katub gas lift di sumur-sumur yang low melalui perencanaan alternative lifting sbb.:


-   ESP untuk sumur di struktur Pulau Panjang.

-   SRP untuk di PT-05, PT-10 dan GBG-53.

-   Relokasi SRP ke sumur yang lebih potensial (ARB-02).

-   Ujicoba teknologi Cappillary String untuk sumur gas kadar tinggi.

-  Ujicoba teknologi Clear Well untuk sumur gas dengan scale  problem (pilot project WMP-07).

  • Pemboran pengembangan sumur Gas di Struktur PPT, Wampu, PTB yang memberikan hasil Gas dan Kondensat dan Pemboran Pengembangan Minyak di struktur Gebang yang tidak berhasil memberikan produksi akibat perubahan facies.



  • Pemboran Eksplorasi Gas di Prospek Sembilan Tenggara Dalam tidak berhasil memberikan Tambahan cadangan maupun produksi dan hanya memberikan indikasi gas lemah pada beberapa lapisan.



  • Kerja Ulang Pindah Lapisan Minyak dan Gas di struktur Gebang , Pulau Panjang, Paluh Tabuhan Timur, Paluh Tabuhan Barat dan strukturArubay.



  • Reparasi pada beberapa sumur minyak dan gas di struktur PTT, Gebang, PPJ, PPT dan Wampu.



  • Melakukan redesign gas lift secara aktif dan kontinyu di sumur-sumur yang low production dan merencanakan konversi lifting.



  • Uji coba teknologi capillary string untuk sumur-sumur Gas dengan karakteristik ‘high water production’ .



  • Uji coba teknologi clear well untuk sumur gas dengan karakteristik ‘scale problem’ (pilot project sumur WMP-07).


Sementara dari data yang ada pada penulis, dapat diketahui, selain hal di atas masih ada beberapa permasalahan yang menghambat kenaikan tingkat produksi di WKP (Wilayah Kerja Pertambangan) PT Pertamina EP Field Pangkalansusu, yaitu masalah di sub-surface dan sumur, antara lain  :

Ssub-surface

  • Data sub-surface seperti peta, data log sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi reservoir.



  • Reservoir umumnya sudah depleted dengan kadar air tinggi dan problem kepasiran.



  • Hilangnya data produksi khususnya sumur-sumur yang berproduksi pada Periode pengelolaan Belanda.



  • High Pressure High Temperature , Scale Problem, Korosif dan ‘High water Production’ di Struktur Wampu dan Pantai Pakam Timur.



  • Water Block pada struktur Pantai Pakam Timur Dan Gebang.



  • Tight Reservoir di Struktur Paluh Tabuhan Barat, Pantai Pakam Timur dab Wampu.


Masalah sumur

  • Lokasi sumur saling berjauhan antara satu struktur dengan struktur lainnya, sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk pergerakan rig.



  • Lokasi sumur di struktur Paluh Tabuhan Barat berada di lingkungan rawa-rawa, sehingga membutuhkan angkutan laut untuk pergerakan rig.



  • Kondisi Sumur tua umumnya : ‘casing collapse’, ‘casing leak’ dan ‘fish’.



  • Lifting sumur minyak masih mengandalkan gas lift (tekanan jaringan dan supply gas injeksi semakin turun) sehingga tidak dapat berproduksi secara optimal.


Kondisi ini perlu disadari oleh generasi penerus Pertamina EP di daerah ini. Sebab apabila kondisi itu tidak dapat di atas, maka kemungkinan besar isu yang beredar akan jadi kenyataan.

Menurut prediksi penulis, kemungkinan besar Field Pangkalansusu akan berada di bawah naungan PT Pertamina EP Field Rantau - Aceh Tamiang yang saat ini sedang “booming” minyak. Jabatan Field Manager Pertamina EP Pangkalansusu dihapus, apalagi Ast. Manager dan jabatan Ka. Fungsi lainnya. Namun demikian penulis berharap kepada generasi Pertamina EP Field Pangkalansusu supaya jangan cepat berputus asa, Tuhan Maha Pengasih dan Penyayang terhadap umatnya yang membutuhkan energi. Kalau tidak ada di darat, cari di laut. Laut Sumatera Utara masih luas. Orang luar (Salamander/Glagah Kambuna) bisa  mendapatkan migas di perairan laut Sumatera Utara, mengapa Pertamina tidak bisa ?

Ingat mimpi Dirut Pertamina (Persero), Karen Agustiawan yang ingin mengusung Pertamina menjadi perusahaan nomor satu di Indonesia pada tahun 2013. Waktunya tinggal 2½ tahun lagi. Apakah mungkin dapat terwujud ? Jawabannya terpulang pada orang Pertamina sendiri.

“ Saya yakin itu bisa dicapai, sebab di Pertamina banyak pekerja yang memiliki kemampuan tinggi, namun ibarat mutiara, masih tidak terlihat karena tertutup debu dan pasir. Saya ingin mereka muncul dan menjadi leader yang hebat ke depan,” kata Karen Agustiawan seperti yang dikutip majalah Warta Pertamina edisi No.8/Thn XCIV/8/2009.

Pangkalansusu, 05 Juni 2010

Keterangan singkatan :

Penulis adalah peminat masalah perminyakan, tinggal di Pangkalansusu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

Sunday 8 August 2010

Seputar masalah kehumasan dan pers

SEPUTAR MASALAH KEHUMASAN DAN PERS
Catatan : Freddy Ilhamsyah PA

PENDAHULUAN

Menyimak hasil Rakor Hupmas yang diselenggarakan oleh BPMIGAS bekerjasama dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) sewilayah Sumatera bagian Utara di Batam pada tanggal 6 – 7 November 2007 yang pada waktu itu belum dituntaskan - kabarnya pertemuan masih akan berlanjut di Pakanbaru -, penulis selaku pekerja outsourching di Humas PT Pertamina EP Field Pangkalan Susu yang juga adalah anggota Komisi - II bidang Hubungan dengan Media dalam Rakor tersebut, coba mengulas sekilas tentang peran praktisi humas dan wartawan sebagai bahan masukan bagi praktisi humas Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bertugas di wilayah Sumbagut.

Sebagai mantan wartawan (1975 – 2000) yang pernah ditugaskan di Pertamina Pusat, Departemen Pertambangan & Energi, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Perindustrian dan Departemen Hankam tentunya penulis mengetahui sekilas tentang tugas dan tanggungjawab Pers dalam melaksanakan tugas kesehariannya juga termasuk soal kehumasan.

HUMAS / PUBLIC RELATIONS

Dalam kehidupan modern kita berada pada kondisi saling ketergantungan satu dengan lainnya, terutama di bidang ekonomi dan teknologi. Ini merupakan masalah penting yang dihadapi oleh berbagai lembaga ekonomi dan bisnis, lembaga social serta politik setelah terjadinya Revolusi Industri di benua Eropa adalah masalah “hubungan” (relationship). Permasalahannya berkisar pada pertanyaan, bagaimana praktisi humas membangun dan mengembangkan hubungan yang baik dan harmonis antara berbagai lembaga dengan masyarakat (public) demi tercapainya tujuan dari lembaga / organisasi. Untuk itu tentunya kita membutuhkan hubungan yang dilandasi oleh sikap saling percaya demi pemenuhan kebutuhan fisik material maupun spiritual bagi semua pihak.
Dalam kondisi dan iklim sosial di segenap lembaga terus bergerak dan banyak diwarnai dengan kesalahpahaman, bahkan terkadang disertai dengan pertentangan secara terbuka antara atasan dengan bawahan, antara pemilik saham dengan pimpinan perusahaan, antara produsen dengan konsumen atau pemakai jasa, antara perusahaan dengan masyarakat di Ring-I, dan sebagainya. Yang jadi masalah ialah, bagaimana caranya kita melakukan pendekatan atau melakukan penetrasi permasalahan yang muncul agar dapat dicapai suatu pendekatan dan penyesuaian sikap serta pandangan stakeholders terhadap lembaga-lembaga tersebut. Ini memang diakui sangat sulit dilakukan oleh praktisi humas, tetapi ini merupakan hal yang paling penting dalam manajemen modern saat ini. Sebab berbagai lembaga ekonomi, sosial dan politik dipastikan tidak dapat menjalankan visi dan misinya dengan baik bila hubungan kelembagaan dengan stakeholders tidak mempunyai kesamaan pandangan dan keserasian hubungan.

Saling percaya dan ketergantungan antara individu dengan perusahaan, pemerintah dengan organisasi sosial dan masyarakat telah menciptakan kebutuhan filsafat dan fungsi baru dalam manajemen. Fungsi itulah yang disebut “hubungan masyarakat” (Humas) atau public relations seperti yang kita kenal saat ini.
Kebutuhan untuk meningkatkan hubungan kerjasama antara lembaga dengan stakeholders, sebenarnya bukan lagi merupakan suatu hal yang baru. Stakeholders menggantungkan diri pada berbagai lembaga untuk memperoleh kepuasan material, sosial, dan kerohanian. Hal yang baru adalah bagaimana pimpinan lembaga akan arti keberadaannya dalam masyarakat dan berusaha untuk berbuat sesuatu yang baik bagi lingkungannya, ke dalam maupun ke luar.

Pada umumnya manajemen perusahaan, pemerintahan, dan badan-badan sosial menyerahkan tanggungjawabnya kepada para eksekutif dan stafnya untuk membuat rencana, membuat program kerja, dan melaksanakan rencana, memberikan penjelasan serta mempengaruhi pendapat umum agar mereka menerima baik dan memberikan dukungan kepada badan-badan dan lembaga itu.
Di berbagai perusahaan, karena kemajuan teknologi, pimpinan sering mengabaikan pentingnya hubungan baik dengan karyawannya, stakeholders dan masyarakat. Padahal dengan tumbuhnya kesadaran akan pentingnya hubungan antara perusahaan dengan kelompok masyarakat dan stakeholders akan memunculkan berbagai kegiatan khusus mengenai usaha yang dikenal sebagai hubungan kerja, administrasi kepegawaian, hubungan atasan dengan bawahan, hubungan dengan masyarakat (community relations), hubungan dagang (trade relations), hubungan dengan pemerintah (government relations).

Inilah tonggak awal terciptanya usaha untuk meningkatkan hubungan perorangan dan masyarakat dengan perusahaan.

Manajemen perusahaan yang merasakan perlunya perbaikan hubungan masyarakat pasti akan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menciptakan iklim dan suasana yang lebih baik guna melaksanakan tanggungjawab sosialnya. Usaha bisnis membutuhkan iklim sosial, ekonomi, dan politik yang baik dan kondusif.

Muslim Basya * dalam tulisannya berjudul ” Fungsi Dominan Hubungan Masyarakat Dalam Era Keterbukaan Masyarakat ” di buku Koalisi Dominan – Refleksi kritis atas peran dan fungsi public relations dalam manajemen - terbitan BPP Perhumas 2004 antara lain menyebutkan, dalam operasi perusahaan dimana peran masyarakat dan stakeholders sekitar dapat mempengaruhi kelancaran operasional perusahaan, bagi praktisi public relations (pegiat kehumasan, pen.) tidak asing lagi dengan istilah ” license to operate ” . Perusahaan-perusahaan multinasional yang beroperasi dibanyak negara dengan lingkungan dan budaya yang berbeda-beda umumnya sangat memperhatikan hal ini. Hal ini menjadi penting, bukan saja tanpa adanya dukungan stakeholders lokal dapat mengakibatkan ketidaklancaran operasional perusahaan, tetapi lebih penting lagi untuk menjaga ”image” sebagai ”good corporate citizen”. Kenapa ini menjadi penting, tidak lain karena imej yang tidak baik pada gilirannya akan menciptakan persepsi yang tidak baik pula yang pada ujung-ujungnya akan berakibat kepada jatuhnya harga saham yang umumnya telah diperdagangkan di bursa-bursa.
* Muslim Basya, member IPRA, Communication Committee IPA dan Sekjen PERHUMAS (2004)

Dalam kondisi demikian, masih menurut Muslim Basya, peran public relayions dalam perusahaan-perusahaan tersebut di atas cukup berarti dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, menjalankan misinya dalam keadaan yang ” aman dan tentram ”. Walaupun peran salah satu fungsi public relations yaitu government Relations (hubungan dengan pemerintah) lebih menonjol dibandingkan fungsi yang lain, bukan berart peran community relations, media relations dan community development tidak dijalankan. Tidak kalah pentingnya fungsi lingkungan hidup juga sangat penting bagi perusahaan-perusahaan ini karena ”environment protection” telah menjadi standard dalam operasinya.

Apa yang diungkapkan oleh Muslim Basya telah membuktikan betapa penting dan beratnya tugas para pegiat kehumasan dalam melaksanakan tugasnya untuk mendukung suksesnya operasional perusahaan tempatnya bekerja.

Hal senada juga diungkapkan oleh Ridwan Nyak Baik* dalam tulisannya berjudul ” Transformasi Informasi : Koalisi Strategis PR dengan Pers ” di buku ” Koalisi Dominan : Refleksi Kritis Atas Peran Dan Fungsi Public Relations Dalam Manajemen ” antara lain menyatakan : Public Relations (PR) merupakan sumber mata air informasi yang jernih dari suatu organisasi, dapat berkoalisi secara proporsional dan profesional, tanpa saling intervensi dengan jajaran Pers, sebagai medium penyampai informasi, guru masyarakat, dan pilar keempat demokrasi untuk memenuhi tuntutan hak-hak dasar masyarakat atas informasi. Peran dikotonomis PR yang terlanjur dimitoskan oleh publik selaku pengembang propaganda serta pembentuk citra dengan Pers sebagai unsur pencari dan penulis berita telah membuat keduanya saling curiga dalam kiprah keseharian yang berbasis koridor transparansi informasi.
Dalam ulasannya mengenai Mitos PR dan Pers, Ridwan antara lain menyebutkan, Peran PR dalam organisasi yang terkooptasi pada stigma, seperti : protokoler, event organizer, fotografi, pengirim parsel untuk relasi, pengasuh media internal, penyusun clipping, dan pengembang propaganda telah membuat dunia PR Indonesia tumbuh pada arah yang keliru. Lebih parah lagi kerap mitos tersebut melahirkan pandangan sinis terhadap PR.

Jika pegiat PR tidak mampu mengaktulisasikan dirinya pada tataran fungsi manajemen strategis atau selaku ujung tombak dalam membuka peluang baru untuk meningkatkan kinerja organisasi/perusahaan, maka PR demikian, masih menurut Ridwan, disebut sebagai PR pemadam kebakaran, birokratis, tertutup, PR yang the latest to know but the first to go. Celakanya, para praktisi PR-pun merasa nyaman dalam status itu. Meski organisasi terus berkembang mengikuti dinamika iklim lingkungan yang semakin kompetitif, namun tetap saja sang PR terlena dalam dunianya melakoni praktek-praktek sebagaimana dimitoskan. Maka tidak heran bila kalangan Pers menaruh curiga pada PR selaku fungsi pengembang propaganda dan pembungkus kebusukan organisasi.

Penulis sependapat dengan apa yang dikemukan oleh Ridwan Nyak Baik, karena dewasa ini masih ada sebagian besar pegiat PR yang seperti itu. Di era yang serba terbuka ini para pegiat PR dituntut untuk lebih meningkatkan lagi keprofesionalnya dalam melakoni tugasnya sebagai pegiat PR.

* Ridwan Nyak Baik, mantan GM PT Pertamina DOH NAD-Sumbagut dan Staf Pengajar Lembaga Pers Dr. Sutomo

PERANAN PERS DALAM MENYEBARKAN INFORMASI

Sejak dilahirkan kembali pada 1998, kebebasan pers di Indonesia cenderung memunculkan suatu ironi. Kebebasan pers yang terus-menerus diperjuangkan oleh komunitas pers dalam penerapannya justru ditanggapi sebagian dari masyarakat dengan kecaman dan hujatan. Pers sering dituduh tidak lagi mengindah kode etik, mengabaikan prinsip keseimbangan dan keakuratan, dan cenderung mengembangkan sajian informasi konflik, kekerasan, dan pornografi. Dalam lokakarya Merumuskan Kompetensi Wartawan yang diselenggarakan oleh Dewan Pers bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi pada Juli-September 2004 ada disebutkan oleh salah seorang peserta bahwa dunia wartawan saat ini mirip ”dunia mafia”, tanpa etika, sulit dikontrol, dan banyak praktek kotor.

Sedangkan dalam sebuah diskusi, Menteri Komunikasi dan informasi, Syamsul Muarif menyebutkan ”lima penyakit pers”, yaitu : Pornografi, character assassination, berita palsu dan provokatif. Iklan yang menyesatkan, serta wartawan yang tidak profesional (bodrek).

Dari aspek kualitas, di satu pihak merupakan suatu kenyataan bahwa pers telah memberikan kontribusi yang besar dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Namun di lain pihak, disadari pula telah terjadi euforia kebebasan, sehingga terdapat media yang mengabaikan fungsi-fungsi esensial sebagai wahana informasi, pendidikan, hiburan dan pengembang ekonomi. Berbagai keluhan masyarakat terhadap pers, antara lain dalah terdapat media yang mengabaikan etika dan nilai-nilai privasi serta mengemas berita dalam dimensi konflik. Atau pada intinya ada media yang masih mengabaikan kaidah jurnalistik dalam pemberitaannya.*

Sementara bagaimana pula tanggap pihak pers dalam menyikapi permasalah di atas ? Menurut Kazzaini Ks – Wakil Pimpinan Umum Riau Pos, Pekan Baru – dalam makalahnya ” Jangan biarkan Pers menduga-duga dan salah ” yang disampaikan saat berlangsungnya Rakor Hupmas BPMIGAS – KKKS Wilayah Sumbagut di Hotel Planet Holiday, Batam (6-7/Nov.07) menyebutkan, hubungan antara Pers dengan Humas cukup unik. Terkadang menjauh, tapi tidak jarang hubungan itu menjadi akrab seakrab-akrabnya.

Bagi sebagian praktisi humas, masih menurut Kazzaini, pers terkadang tidak disukai, tapi tidak jarang dirindu setengah mati. Dia memberi contoh, ketika pers (wartawan, pen.) menurunkan liputan (berita, pen) yang dianggap merugikan (pihak yang diberitakan, pen), maka ia tidak disenangi. Lain halnya ketika pers menurunkan berita yang dianggap menguntungkan pihak yang diberitakan, pers dipuji-puji.

Sebenarnya hubungan antara praktisi Humas dengan pegiat Pers dapat terjalin dengan damai, baik, dan harmonis, jika keduanya dapat saling memahami tugas dan tanggungjawab masing-masing fungsi. Ungkap Kazzaini.

* Sambutan Menteri Komunikasi dan Informasi, Syamsul Muarif dalam buku Kompetensi Wartawan ”Pedoman Peningkatan Profesionalisme Wartawan dan Kinerja Pers” terbitan Dewan Pers – Frederich Ebert Stiftung 2004

Yang jadi permasalahan bahwa dengan adanya kebebasan sejak tahun 1998, Pers Indonesia sering mendapat kecaman masyarakat karena pada umumnya Pers terkesan kurang bertanggungjawab dan kurang mematuhi etika. Masyarakat sering mempermasalahkan kriteria wartawan, banyaknya organisasi wartawan dan penerbitan Pers asal-asalan. Persoalan itu muncul antara lain akibat kurang adanya kontrol dan kriteria menyangkut siapa yang layak disebut sebagai wartawan.

Dampak dari adanya kebebasan Pers dapat terlihat dengan kian maraknya bermunculan koran harian, mingguan, tabloit dan majalah yang secara otomatis pegiat Pers/wartawan pemula terus berkembang bagai jamur tumbuh di musim hujan. Siapa saja dapat mengantongi kartu wartawan asal dapat menyetor uang muka dan mendistribusikan koran tempatnya bermohon, walau tanpa dibekali pendidikan khusus mengenai jurnalisme.

Akibat tidak profesionalnya wartawan pemula tersebut, maka berita hasil liputannya yang terbit di media tempatnya bekerja jadi ngaur dan tidak sesuai dengan kaidah yang diatur dalam kode etik jurnalistik wartawan Indonesia dan UU No.40/1999 tentang Pers.

Menyikapi hal tersebut di atas BPMIGAS bekerjasama dengan KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama) yang berada di wilayah operasional Sumatera Bagian Utara telah melakukan pengkajian melalui serangkaian pertemuan/rapat mengenai hubungan praktisi Hupmas dengan Media Masa, baik melalui Preliminary Meeting pada 29 Oktober 2007 di Pekanbaru maupun Rapat Koordinasi Hupmas pada 6-7 November 2007 di Batam untuk membahas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan Pers.

Ada 12 materi pembahasan yang digodok Komisi-II (Hubungan dengan Media Massa) dalam Rakor Hupmas BPMIGAS-KKKS di Auditorium Hotel Planet Holiday Batam, yaitu masalah : Tingkat akurasi sajian berita; Kurang pengetahuan tentang perminyakan (lingkungan dan comdev); Dikejar deadline; Kesulitan menghubungi nara sumber; Berita tidak seimbang; Keperluan bisnis media; Media lebih memihak kepada masyarakat; Pemberitaan dengan tujuan materi; Kesulitan akses ke lokasi area (field area); Sajian data tertentu untuk konsumsi media terbatas; Hubungan personal dengan wartawan minim; dan adanya wartawan yang berkarakter ’preman’.

Menyinggung tentang keakurasian sajian berita yang disampaikan oleh para pegiat Pers khususnya yang berkaitan dengan dunia permigasan, selain pengetahuan sebagian insan Pers itu sendiri sangat minim mengenai permigasan juga disebabkan birokrasi di lingkungan KKKS terkesan tidak transparan, sehingga muncullah berita yang menurut pihak terkait sebagai berita yang tidak akurat.

Menurut penulis, apabila pihak KKKS mau terbuka mengungkap suatu kasus yang sudah menjadi rahasia umum. Tetapi isunya masih semu, maka tugas seorang praktisi humas khususnya pimpinan terkait harus bijaksana untuk menyampaikan duduk permasalahan yang sebenarnya kepada Pers agar mereka tidak menduga-duga sebagaimana yang disampaikan Kazzaini Ks ” Jangan biarkan Pers menduga-duga dan salah. ”

Apabila akses untuk memperoleh data sangat berbelit-belit, maka keakurasian sebuah berita jadi tidak terjamin karena wartawn terdesak oleh deadline.

Wakil Pemimpin Umum Harian Riau Pos itu menegaskan, Pers tidak akan pernah dapat menjalankan tugasnya dengan baik, jika berbagai pihak yang terkait dengan sumber informasi mengambil sikap menutup akses informasi. Jika informasi ditutup atau dihalang-halangi, maka ada kemungkinan pers akan mengambil informasi dari sumber-sumber lain yang mungkin tidak benar. Akibatnya, informasi yang disebarkan oleh pers bukan informasi yang sebenarnya, dan bahkan bisa salah.

Apa yang diungkapkan tersebut di atas mungkin ada benarnya. Akan tetapi menurut penulis, seorang pegiat jurnalistik atau wartawan harus jeli dan profesional dalam melaksanakan tugasnya untuk menggali suatu sumber berita. Memang harus diakui, sejeli dan seprofesional apapun, terkadang wartawan yang dikejar deadline, terbentur dengan birokrasi yang berbelit, sehingga terkesan sang wartawan dijadikan ”bola pingpong” oleh narasumber.

Kalau demikian kejadiannya, maka berdasarkan pengalaman penulis, berita suatu kasus yang sudah mepet dengan deadline, dan kawatir didahulukan oleh media lain, terpaksa diberitakan seadanya, sesuai informasi yang diperoleh di lapangan. Bila keesokan harinya ada komplain dari pihak yang diberitakan, maka sang wartawan yang membuat berita tidak dapat dipersalahkan. Biasanya setelah berita diterbitkan baru pihak terkait mau terbuka dan menghubungi media terkait.

Dari contoh kasus di atas, maka muncullah persepsi bahwa berita yang diberitakan oleh wartawan terkesan berat sebelah oleh pihak yang diberitakan. Padahal, ketika sang wartawan ingin melakukan konfirmasi atau check and recheck, birokrasinya terlampau berbelit-belit, dan oknum pejabat terkait selalu menghin dari wartawan. Nah, kalau itu yang terjadi dapat dipastikan bahwa berita yang disajikan oleh wartawan di koran amburadul. Akibatnya, semua pihak jadi dirugikan.

Bagi seorang wartawan interpretatif, sumber resmi yang bernama pejabat hupmas (hubungan dengan pemerintah dan masyarakat) amat penting. Oleh sebab itu seorang pejabat hupmas harus mencurahkan sebagian besar waktunya untuk memikirkan secara mendalam tentang kebijakan, tindakan dan rencana institusi yang diwakilinya. Hupmas/humas adalah jurubicara resmi suatu institusi yang seharusnya dapat menyediakan banyak informasi bagi pihak yang memerlukannya. Seorang pegiat humas harus membuka pintu lebar-lebar untuk mempertemukan wartawan dengan penjabat yang berwenang, asal hasil liputan sang wartawan sesuai dengan yang diinginkan institusi terkait.

Biasanya pejabat humas merupakan narasumber yang dapat membawa ke narasumber lainnya. Selain itu pejabat humas juga dapat memberikan informasi serta merespon interpretasi tentang isu-isu tertentu dengan pemahaman yang mendalam. Meskipun para profesional humas mewakili suatu institusi dan memiliki pengetahuan akademik tentang hak publik untuk mendapatkan informasi, namun yang namanya jurubicara resmi itu adalah orang yang dibayar untuk membela nama suatu institusi tertentu. Sedangkan klien seorang wartawan bukan pejabat humas, tetapi publik.

Bagi seorang wartawan profesional dia harus tahu siapa narasumber yang mengetahui tentang fakta-fakta yang diperlukannya. Jika sang wartawan tidak dapat mengamati sendiri fakta-faktanya melalui sumber pertama, ia harus menggantungkan dirinya pada sumber-sumber lainnya. Fakta-fakta tersebut mungkin terdapat di dalam buku, dokumen, arsip atau hanya ada di dalam pikiran seseorang.

Narasumber yang paling baik bagi wartawan adalah narasumber yang berpengetahuan dalam sesuatu bidang dan yang memiliki perasaan tajam yang sama dengan sang wartawan tentang perlunya publik mengetahui apa yang sedang terjadi sebenarnya. Biasanya, narasumber semacam ini akan menelepon wartawan jika ia mengetahui tentang adanya sesuatu yang penting bagi publik. Narasumber ini memahami kebutuhan wartawan bertanya padanya tentang hal yang terjadi. Yang perlu diketahui oleh seorang wartawan bahwa setiap narasumber memiliki motif dalam memberikan informasi kepada wartawan. Sebaliknya, setiap narasumber juga mempunyai keberatan-keberatan untuk memberikan informasi kepada wartawan. Pemahaman tentang motif-motif narasumber beserta keberatan-keberatannya akan menolong seorang wartawan untuk memelihara hubungan baik. Kapan harus menekannya untuk mendapatkan lebih banyak informasi dan kapan harus mengalah atau mundur.

Kembali keungkapan Kazzaini tentang adanya kesan sebagian narasumber yang mengambil sikat menutup informasi kepada pers, sebenarnya hal itu dapat diatasi. Kalau itu yang terjadi, maka sang wartawan harus bisa menjadi wartawan investigatif. Akan tetapi pada kenyataannya tidak demikian. Sebagian besar wartawan lebih senang menjadi media penyalur berita-berita resmi ketimbang jadi wartawan investigatif. Mereka lebih memilih menghadiri jumpa pers, menghadiri rapat, mencatat atau merekam pertemuan-pertemuan tertentu, lalu menulis beritanya. Akibatnya, para wartawan tersebut hanya mengikuti agenda orang lain. Mereka lebih banyak bertindak sebagai pencatat daripada sebagai wartawan yang penuh rangsangan ingin tahu atau skeptis.

Nah, kalau sudah demikian keadaannya, bagaimana sang wartawan dapat memperoleh informasi resmi tentang suatu kasus, misalnya, kasus penyimpangan suatu proyek, korupsi dan sebagainya. Oleh sebab itu kalau seorang wartawan sangat sulit untuk mendapatkan informasi resmi tentang apa dan mengapa sampai terjadi pencemaran lingkungan atau suatu kasus penyimpangan pekerjaan proyek maupun kasus korupsi, maka sang wartawan harus mampu menjadi ” wartawan detektif ” atau biasa disebut sebagai wartawan investigatif.

PENUTUP

Dari ungkapan pada beberapa lembaran terdahulu dapat disimpulkan bahwa keterbukaan bukan berarti harus berbuka-bukaan sehingga jadi bugil. Memang harus diakui bahwa keterbukaan sangat dibutuhkan oleh kedua belah pihak, baik dia itu praktisi humas maupun pegiat jurnalistik. Artinya, seorang pejabat humas harus terbuka kepada wartawan, sepanjang informasi yang dibutuhkan oleh sang wartawan bukan merupakan rahasia perusahaan atau suatu kasus yang masih dalam penyelidikan. Sedangkan orang yang mengaku dirinya wartawan juga harus menjelaskan jatidirinya, misalnya memperlihatkan kartu pers yang masih berlaku kepada narasumber.

Diakui ataupun tidak diakui, terkadang wartawan dalam mengorek informasi dari narasumbernya terkesan ingin melampaui batas transparansi. Yang dimaksud transparan di sini adalah tembus pandang, tapi masih ada batas penghalang bagaikan ruang kaca. Anda boleh melihat dari luar, tapi tidak boleh masuk ke dalam. Itulah artinya transparan yang sering disalahartikan oleh pihak-pihak tertentu sebagai ”buka-bukaan” hingga bugil, bila diumpamakan dengan seorang wanita. Untuk diketahui bahwa seorang pejabat humas dibatasi oleh peraturan perusahaan dan SAP. Sedangkan wartawan dibatasi ruang geraknya oleh kode etik jurnalistik dan Undang-undang Pokok Pers yang terkadang tidak dipatuhi oleh sebagian oknum komunitas pers.

Memang harus kita akui bahwa fungsi media massa kian hari semakin dibutuhkan oleh seluruh elemen masyarakat, baik secara pribadi maupun institusi, memerlukan kehadiran pers dalam kehidupannya. Oleh sebab itu setiap insan pers (wartawan) ataupun praktisi humas harus mampu meningkatkan kinerja untuk menjadi seorang profesional.

Menurut buku ” Pedoman Peningkatan Profesionalisme Wartawan dan Kinerja Pers ” yang diterbitkan oleh Dewan Pers bekerjasama dengan Friedrich Ebert Stiftung (2005) ada disebutkan, mengapa wartawan harus profesional ? Karena pers memiliki kekuatan untuk mempengaruhi publik melalui informasi, dan wartawan memiliki ” hak istimewa ” dalam menjalankan profesinya, seperti hak mendapatkan akses informasi / data dan hak tolak.

Untuk menjadikan dirinya sebagai wartawan profesional, maka sang wartawan harus mampu meningkatkan kemampuan dalam menyadari, memahami, dan trampil menyelesaikan pekerjaan. Sebab wartawan dituntut harus sadar tanggungjawab sosial, memahami visi dan misi media, serta menguasai hal-hal teknis yang terkait dengan pekerjaan media. Kenapa ? Sebab wartawan profesional bekerja untuk kepentingan perusahaan tempatnya bekerja, konsumen (masyarakat pembaca), khalayak luas dan bangsa.

Pada intinya, dalam menjalankan profesinya, wartawan berperan melakukan interpretasi terhadap realitas untuk dihadirkan kepada khalayak, dengan menyebarkan berita atau laporan secepat mungkin dan kepada sebanyak-banyaknya khalayak. Selain itu wartawan berfungsi sebagai sarana kontrol (watch dog) publik terhadap penyelenggara kekuasaan, dinamika sosial, dan praktek bisnis. Dengan peran dan fungsi seperti itu, wartawan profesional selalu dituntut untuk : Menyebarkan informasi secara faktual, akurat, netral, seimbang, dan adil (fair). Menyuarakan pihak-pihak yang lemah, kritis terhadap mereka yang berkuasa. Skeptis dan selalu menguji kebijakan yang dibuat penyelenggara kekuasaan. Memberikan pandangan, analisa, dan interpretasi terhadap masalah-masalah sosial, politik, dan ekonomi yang rumit. Mengembangkan minat kultural dan intelektual di kalangan masyarakat. Memperkenalkan gagasan, ide dan kecenderungan baru dalam masyarakat. Menegakkan dan mematuhi etika jurnalisme.

Agar profesionalisme tetap terjaga, mutlak bagi wartawan untuk selalu menggunakan metode dan prosedur yang benar dalam pengumpulan, pengolahan, dan penyebaran informasi. Hal ini dilakukan dengan memastikan bahwa informasi / berita yang disebarkan adalah fakta yang objektif, bisa diperiksa, diverifikasi, menyebutkan narasumber informasi, dan menghindari opini pribadi. Selain itu, wartawan profesional juga dituntut untuk terus meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan. Membangun dan memperluas jaringan narasumber. Mengembangkan kualitas diri. Mengerti dan mengikuti kuantitatif maupun kualitatif karyanya. Memahami sisi bisnis media tempat dia bekerja. Menyeimbangkan antara kepentingan bisnis dan peran ideal media.

Berkaitan dengan hal di atas, Prof. DR. Bachtiar Ali * dalam menyampaikan penyuluhan dan pencerahan kepada para peserta Rakor Hupmas BPMIGAS - KKKS Wilayah Sumbagut di Hotel Planet Holiday Batam pada tanggal 6 – 7 November 2007 yang pada intinya mengharapkan kepada para praktisi humas agar dapat meningkatkan kepiawaian dalam melakukan negosiasi atau melakukan teknik melobi dan sebagainya. Beliau menegaskan bahwa seorang pemangku jabatan sebagai PR seharusnya bukan orang buangan yang asal dicomot dari fungsi lain untuk menduduki jabatan PR. Jabatan PR harus dijabat oleh orang yang benar-benar profesional, bukan diciptakan by eccident tapi by design.

Bachtiar Ali menekankan bara para praktiksi humas harus berani menghadapi permasalahan daripada ”lari” dari masalah. Sebab anda akan terus dikejar oleh masalah, dan permasalahan tersebut akhirnya akan menjadi berlarut-larut. Jadi hadapilah permasalahan tersebut walau separah apapun tetap masih ada jalan keluarnya. Yang harus diingat bahwa media itu mempunyai agenda setting. Dia mempunyai suatu kerangka tentang suatu fokus tertentu oleh karena itu kita jangan ”lari” dari media. Sebab media dapat melambungkan nama seseorang, tapi juga dapat menjatuhkan nama orang.

Bachtiar mengharapkan kepada para praktiksi humas agar dapat menjaga hubungan baik dengan Media. Jangan musuhi mereka (wartawan, pen.) Akan tetapi anda harus tetap menjaga jarak.

Penulis sependapat dengan apa yang dikemukakan oleh Bachtiar Ali bahwa pegiat PR jangan memusuhi media karena media tersebut telah melakukan kontrol sosial terhadap kinerja kita. Jangan hanya dikarenakan segelintir oknum wartawan yang berperilaku tidak menyenangkan kita, lantas media massa kita musuhi.

Terkadang kita ini memang aneh. Pers dibenci tetapi produk yang dihasilkan oleh wartawan kita baca (koran dan majalah), kita tonton (siaran televisi) dan kita dengari dengan khusuk (radio). Kalau kita memang memusuhi pers, kenapa kita membaca koran, menonton televisi dan mendengar radio ?

Saran penulis, kalau memang ada terjadi gesekan dengan seorang oknum wartawan atau lebih, maka kita harus mencari akar permasalahannya sehingga menimbulkan terjadinya gesekan tersebut.

Dalam pembahasan yang digodok Komisi-II (Hubungan dengan Media Massa) pada Rakor Hupmas BPMIGAS-KKKS dapat diketahui ada 12 masalah yang diperkirakan menjadi timbulnya gesekan dengan wartawan (bukan media massa,pen.) yaitu tentang : Tingkat akurasi sajian berita; Kurangnya pengetahuan wartawan tentang perminyakan termasuk mengenai lindungan lingkungan dan comdev; Dikejar deadline; Kesulitan menghubungi nara sumber; Berita tidak seimbang; Keperluan bisnis media; Media lebih memihak kepada masyarakat; Pemberitaan dengan tujuan materi; Kesulitan akses ke lokasi area (field area); Sajian data tertentu untuk konsumsi media terbatas; Hubungan personal dengan wartawan minim; dan Adanya wartawan yang berkarakter ’preman’.

Dari beberapa materi yang dibahas dalam rakor tersebut sudah jelas duduk persoalannya hingga timbul pergesekan antara praktiksi humas dengan pers/wartawan. Di satu pihak menginginkan keakurasian dan keseimbangan berita, di sisi lain wartawan sulit menghubungi narasumber sehingga berita yang disajikan jadi tidak akurat dan tidak berimbang karena wartawan dikejar deadline. Adanya wartawan yang berkharakter preman dan sebagainya.

Kalau kita sudah mengetahui beberapa permasalahan tersebut, kenapa kita tidak mencari solusi sebagai jalan keluarnya.

Kita tahu bahwa pengetahuan wartawan terhadap dunia permigasan sangat minim, kenapa kita tidak memberikan pelatihan kepada wartawan tentang kegiatan dunia permigasan. Kita juga tahu bahwa wartawan A sering menyajikan berita yang tidak akurat tentang perusahaan di mana kita bekerja, kenapa kita tidak membuat press release sesuai yang kita inginkan agar kegiatan perusahaan tempat kita bekerja dapat dipublikasikan dengan baik dan benar oleh media massa ? Hal inilah yang perlu menjadi perhatian dari pihak praktiksi humas.

Hal di atas sudah diterapkan di PT Pertamina EP Region Sumatera Field Rantau dan Field Pangkalan Susu, tapi itu bukan berarti pers di kedua field tersebut jadi ”manut” dengan kita. Terkadang kita juga masih disorot dan dikritik melalui kontral sosial yang membangun, sehingga beritanya jadi berimbang. Ada berita mengangkat atau bersifat promosi dan ada pula berita yang mengritik kebijakan perusahaan. Sebagai negara demokrasi kita harus berlapangdada dengan kejadian tersebut. Kita jangan lantas memusuhi wartawan, dan wartawan juga jangan bermusuhan dengan praktiksi humas karena kedua-duanya saling membutuhi. Wartawan butuh berita, kita butuh promosi.

Mengakhiri tulisan ini, penulis coba menyampaikan tip dari Prof. DR. Bachtiar Ali yang mantan duta besar tiga negara di benua Afrika sebagai berikut :

1. Praktkisi PR harus mampu menjadi mediator yang baik antara top manajemen dengan bawahan juga dengan pihak eksternal.
2. Praktiksi PR harus mempunyai akses langsung dengan pimpinan.
3. PraktiksiPR harus mampu memberikan akses informasi yang baik kepada pimpinan maupun kepada pers.
4. Praktiksi PR harus diikutsertakan dalam setiap pertemuan perusahaan baik internal maupun ekternal.
5. Praktiksi PR harus menciptakan suasana silaturrahmi dengan pemerintah daerah. Dan tidak selamanya harus diberikan uang, tetapi anda bisa memberikan fasilitas-fasilitas yang lain, misalnya memberikan pinjaman tempat untuk diskusi dll.
6. Praktiksi PR harus selalu mengajak LSM dan pers untuk berdiskusi mengenai berbagai permasalahan yang muncul di perusahaan maupun di lingkungan masyarakat di sekitar wilayah operasional perusahaan.
7. Praktiksi PR harus menjadi diplomator yang ulung.

• Bachtiar Ali, mantan anggota DPR/MPR-RI, anggota Dewan Pers, dan Penasehat Ahli Kapolri.

Pangkalan Susu, 19 Desember 2007





Biodata penulis :

Nama : Freddy Ilhamsyah PA
Alamat : Jalan Brantas PS 401-B Puraka-I Kompleks Perumahan Pertamina EP Pangkalansusu
Email : freddy_ilhamsyah@yahoo.co.id
HP : 081361464262

Pengalaman kerja :

1. Wartawan Harian Bukit Barisan Medan (1979 sampai Hr. Bukit Barisan tutup).
2. Wartawan Harian Barisan Baru (sampai tahun 1999).
3. Staf Humas PT Pertamina EP Pangkalansusu (tenaga kerja kontrak dari tahun 2000 sd. Januari 2010, berhenti kerja karena usia pensiun).

Penugasan Pers di Jakarta (1982 – 1985) :

1. Departemen Pertambangan dan Energi.
2. Departemen Pekerjaan Umum.
3. Departemen Perdagangan.
4. Departemen Perindustrian.
5. Departemen Hankam.
6. Pertamina Pusat.

Monday 2 August 2010

Pangkalan Susu Jadi Lautan Api

Ratusan bangunan musnah, 1095 jiwa kehilangan tempat tinggal

Oleh Freddy Ilhamsyah PA

Sebanyak 86 unit Ruko, 13 rumah penduduk, 120 unit kios dan 21 unit bangunan los pasar tradisional di Lingkungan IV, Lingkungan VI dan Lingkungan X, Kelurahan Bukit Jengkol, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, Minggu 17 Juli 2005 musnah terbakar dan 1095 jiwa kehilangan tempat tinggal. Korban jiwa tidak ada kecuali luka bakar dan luka-luka ringan lainnya.

Berbeda dengan kota Pangkalan Berandan yang pernah mengalami kebakaran besar pada tanggal 13 Agustus 1947 akibat dibumihanguskan oleh pasukan PMC (Plaatselijk Militair Commando) atas perintah dari Komando Sektor Oetara dan Barat (KSOB) Medan Area, sehingga mengakibatkan seluruh instalasi dan fasilitas industri perminyakan termasuk ruko dan rumah penduduk runtuh jadi serpihan puing-puing yang berserakan. Kebakaran di kota Pangkalan Susu pada Minggu, 17 Juli 2005 terjadi sekitar pukul 13.30 WIB akibat ledakan kompor di salah satu rumah penduduk yang berada tepat di jantung kota (jalan Tambang Minyak).

Api berkobar tidak hanya di jalan Tambang Minyak, tapi juga telah menjalar sampai ke jalan Pahlawan dan pasar tradisional Pangkalan Susu. Setiap gedung dan bangunan dijilat lidah api raksasa. Lautan api merah nyala dan kepulan asap hitam kelam membumbung tinggi ke angkasa, sehingga mencipta suatu pemandangan mengerikan.

Di dalam kehirukpikukan warga yang panik, mobil pemadam kebakaran Area Ops. Pangkalan Susu (3 unit) dibantu dari Area Ops. Rantau (1 unit), UP-I Pangkalan Berandan (2 unit) dan Pemkab Langkat (3 unit) berupaya keras untuk memadamkan kobaran api kebakaran yang sudah melahap hampir separo pusat perdagangan kota Pangkalan Susu.
Api dapat dipadamkan secara total sekitar pukul 05.00 dini hari (18/7) setelah 500 ton air dari Area Operasi Pangkalan Susu dicurahkan ke lokasi kebakaran oleh kru pemadam kebakaran LKK Pangkalan Susu - mobil pemadam bantuan dari Pemda Langkat, UP-I dan Rantau sudah kembali ke pos masing-masing, pen. - dibantu regu bantuan dari beberapa pekerja dan pekarya SP/SK yang pernah ikut pelatihan pemadaman api kebakaran termasuk seorang pensiunan LKK Area Operasi Pangkalan Susu (H.Syarifuddin alias Udin Ranjau) yang dikoordinir langsung oleh Man. Area Operasi Pangkalan Susu, H. Fauzan Helmi.

Kurang tanggap

Menurut isu yang beredar menyebutkan, ludesnya bangunan di sebagian besar pusat perdagangan kota Pangkalan Susu akibat keterlambatan mobil pemadam kebakaran Area Operasi Pangkalan Susu. Tetapi sementara kalangan menilai, musibah kebakaran sekitar pukul 14.00 WIB semestinya dapat dilokalisir atau dipadamkan apa bila warga masyarakat di sekitar titik awal terjadinya kebakaran cepat tanggap dan segera melakukan pertolongan.

Pada awalnya warga yang lagi duduk santai sambil menikmati kopi dan teh manis di kedai kopi terkesan kurang mengacukan jeritan kebakaran dari ruko Erna yang kebetulan bersebelahan dengan kedai kopi Jali di persimpangan jalan Pahlawan-jalan Tambang Minyak. Mungkin mereka beranggapan api dari kompor meledak itu tidak akan menimbulkan bencana sedemikian dahsyatnya. Sebab beberapa waktu lalu di ruko yang sama pernah terjadi peristiwa kompor meledak, dan dapat diatasi oleh yang bersangkutan. Namun kali ini berbeda. Dalam cuaca panas terik ditambah hembusan angin kencang, api yang merambat di dinding papan tua begitu cepat membakar bangunan di kiri kanan ruko Erna, dan merambat ke bangunan ruko lainnya.

Api kebakaran jadi bertambah besar berkat dukungan semburan puluhan botol elpiji yang terdapat di beberapa toko penjual alat-alat bangunan di jalan Tambang Minyak dan jalan Pahlawan. Dalam waktu sekejab, kobaran api sudah melalap puluh ruko semi permanen dan bangunan di pasar tradisional Pangkalan Susu.

Menurut Kepala Kelurahan Bukit Jengkol, Abdul Haris Wirsan, kerugian akibat kebakaran diperkirakan mencapai milyaran rupiah.

Selain mengabiskan 1 ton solar serta 300 liter premium untuk keperluan bahan bakar 9 unit mobil pemadam kebakaran, DOH NAD - Sumbagut Area Operasi Pangkalan Susu juga telah mengerahkan 1 unit skopel dan 1 unit dump truk untuk pembersihan lokasi kebakaran, dan memberi bantuan beras sebanyak 1 ton, 900 butir telur ayam, 50 kotak air mineral dan 50 kotak mie instant untuk warga korban kebakaran.

Sementara Menteri Sosial RI, Bachtiar Chamsyah, Minggu 17 Juli 2005 telah menyerahkan bantuan sebesar Rp 348.000.000,- untuk korban kebakaran dengan perincian untuk pemilik ruko/rumah yang terbakar total menerima Rp. 3.000.000,- Ruko separo terbakar menerima Rp 1.000.000,- Penyewa menerima Rp 1.896.551,72. Khusus untuk anak sekolah, Mensos menyerahkan bantuan dana sebesar Rp 27.750.000,- dialokasikan untuk masing-masing anak sebesar Rp 150.000,-

Sedangkan Kapolres Langkat AKBP Anang Syarif Hidayat, SIK menyerahkan bantuan dana cast sebesar Rp 10.000.000,- dan 400 zak semen.

Pangkalan Susu 2 Agustus 2005

Sejarah pertambangan dan industri migas di Sumut dan Aceh

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN PERTAMBANGAN DAN INDUSTRI MIGAS
DI SUMATERA UTARA DAN ACEH

Oleh : Freddy Ilhamsyah PA

PENDAHULUAN
Dalam catatan sejarah Pertambangan dan Industri Permigasan Indonesia, wilayah Kabupaten Langkat, khususnya di kawasan Telaga Said, Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam merupakan daerah penghasil minyak yang pertama di Indonesia, yaitu dimulai pada akhir abad ke XIX.

Awal pemburuan minyak bumi di Indonesia hanya selisih waktu dua belas tahun dengan peristiwa penting yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1859, ketika “Colonel” Edwin L. Drake di Titusville, Pennsylvania, melakukan pemboran sumur minyak pertamanya. Pencarian tersebut dilakukan oleh Jan Reerink, yang kemudian tercatat sebagai orang pertama yang melakukan pemboran minyak bumi di Indonesia, tepatnya di kaki lereng Gunung Ceremai (Cibodas), Jawa Barat. Tapi sayang, usaha Reerink tidak membuahkan hasil seperti yang diharapkan. Empat sumur telah dibor, tapi hasilnya tidak komersial, walaupun di kawasan lereng Gunung Ceremai banyak terdapat rengkah-rengkahan tanah yang mengandung minyak (oil seepages).

Usaha pencarian sumber minyak bumi pada masa tempo doeloe selalu berpedoman dan diarahkan ke kawasan “oil seepages (rembesan minyak)” yang merupakan petunjuk ke arah ditemukannya sumur-sumur minyak dangkal yang dapat dibor hanya dengan mempergunakan peralatan bor yang sederhana – pada masa itu seismik belum dipergunakan untuk mendeteksi sumber cadangan migas.

Dua belas tahun sudahpun berlalu, seorang inspektur perkebunan tembakau Belanda di daerah Langkat, Sumatera Utara, adalah Aeilko Janszoon Zijlker tercatat sebagai orang kedua yang mencari minyak bumi di Indonesia, yang pada masa itu oleh penjajah Belanda diberi nama Nederlands Oost Indie (Hindia Belanda).

Setelah setahun melakukan pemburuan minyak bumi di daerah Langkat (Telaga Said), akhirnya pada tanggal 15 Juni 1885 Zijlker berhasil menemukan cadangan minyak bumi yang cukup komersial melalui sumur “Telaga Tunggal I” pada kedalaman 121 meter. Sumur ini kemudian tercatat sebagai sumur minyak bumi pertama di Hindia Belanda yang mampu berproduksi selama lebih kurang 15 tahun.

Pada waktu yang hampir bersamaan, yaitu antara tahun 1885 – 1890 telah terjadi beberapa penemuan sumber minyak bumi di daerah lainnya di Indonesia, seperti di desa Ledok, Jawa Tengah, Desa Minyak Hitam, Muara Enim, Sumatera Selatan dan di Riam Kiwa dekat Sanga-Sanga, Kalimantan Timur.

Memasuki tahun 1926, N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleum Brownen in Nederlandsche Indie (Royal Dutch Company) yang telah bergabung dengan Shell Transport & Trading Company (24 Februari 1907) dalam wadah The Koninklijke Shell Group atau yang kemudian lebih dikenal dengan sebutan Shell, melalui anak perusahaannya yang bernama Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM), Shell/BPM mulai mengembangkan kegiatan usahanya untuk mencari minyak bumi di daerah Paluh Tabuhan, Langkat dan Aceh Timur - sekarang Aceh Tamiang -, khususnya di Rantau dan sekitarnya.

Lapangan yang ditemukan pada tahun 1928, yaitu Rantau, merupakan lapangan minyak yang paling produktif di seluruh Indonesia semasa penjajahan Belanda -pasca Telaga Said-, bahkan sampai terbentuknya perusahaan minyak nasional milik bangsa Indonesia, yaitu PT PERMINA.

Setelah Indonesia memproklamirkan Kemerdekaanya dan berhasil memperoleh kedaulatan penuh pada tanggal 27 Desember 1949, maka sesuai dengan isi kandungan UUD 1945, seluruh kegiatan usaha industri perminyakan di bumi Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Pada mulanya usaha mendirikan perusahaan minyak melalui puing-puing kilang minyak dan sumur-sumur tua peninggalan Shell/BPM di kawasan Teluk Haru (Kecamatan Sei Lepan, Kecamatan Babalan, Kecamatan Brandan Barat, Kecamatan Gebang, Kecamatan Pangkalan Susu dan Kecamatan Besitang di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara) dan Kabupaten Aceh Tamiang, khusus di Kecamatan Kejuruan Muda dan Kecamatan Rantau - sekarang jadi kantor pusat PT PERTAMINA (PERSERO) DOH NAD-Sumbagut, Rantau - mendapat reaksi yang sinis dan skeptis dari sementara kalangan bangsa sendiri apalagi bangsa asing. Sebab mitos yang berkembang pada masa itu menyatakan bahwa bangsa Indonesia tidak mungkin dapat mengelola kegiatan usaha pertambangan dan industri perminyakan.

Namun sejarah membuktikan bahwa mithos tersebut dibuat hanya untuk mengecilkan kemampuan bangsa Indonesia yang pada kenyataan finalnya ternyata mampu melaksanakan kegiatan usaha pertambangan dan industri perminyakan di Indonesia, bahkan kemudian berkembang menjadi “an integrated oil company “ serta memegang peranan yang penting dalam gerak langkah pembangunan nasional.

Awal penambangan minyak bumi di Indonesia.

Menurut catatan sejarah, awal penambangan minyak di bumi Indonesia dibedug dari daerah Kesultanan Langkat (Lapangan Telaga Said) dan dari Kesultanan Tamiang (Lapangan Rantau) seperti yang dikisahkan bahwa pada suatu malam di tahun 1880 turun hujan lebat dengan disertai ribut petir yang berkesinambungan di daerah perkebunan tembakau milik Belanda, sehingga memaksa seorang ahli perkebunan tembakau Belanda bernama Aeilko Janszoon Zijlker yang sedang melakukan inspeksi di lapangan untuk berteduh di sebuah gubuk dalam areal perkebunan itu.

Dalam cuaca yang gelap gulita, seorang pembantunya menyalakan beberapa batang obor sambil berdiang untuk menghilangkan rasa dingin. Cahaya yang dipancarkan oleh salah satu obor itu telah menarik perhatian Zijlker karena nyala apinya sangat terang, melebihi sinar obor lainnya.

Menjawab pertanyaan Zijlker, pembantunya menjelaskan bahwa bahan bakar yang dipergunakan adalah berasal dari sebuah kubangan (semacam kolam kecil) berisi cairan hitam yang berbau tidak sedap di belakang gubuk tempat mereka berteduh.

Zijlker kemudian mengambil contoh cairan hitam itu dan dikirimkan ke laboratorium untuk di analisa keberadaanya. Dari hasil penelitian laboratorium, ternyata cairan hitam itu adalah minyak bumi bermutu tinggi.

Setelah mendapat rezeki nomplok itu, Zijlker kemudian menghimpun dana dari rekan-rekannya di negeri kincir angin untuk memperoleh konsesi dari Sultan Langkat, Musa dan biaya pengeboran sumur minyak dikawasan Telaga Said.

Pengeboran perdana dilakukan di sumur Telaga Tiga, tetapi hasil yang diperoleh tidak memuaskan, alias non komersial. Kegagalan tersebut tidak membuat semangat Zijlker dkk. jadi kendor. Pengeboran berikutnya dilakukan di Telaga Tunggal selama satu tahun. Ketika pemboran telah mencapai kedalaman 22 meter, diperoleh 1.710 liter dalam 48 jam, dan pada kedalam 31 meter telah pula diperoleh minyak sebanyak 86.402 liter.

Ketika pemboran mencapai kedalaman 121 meter, tiba-tiba terjadi semburan kuat gas bercampur air dan minyak dari dalam tanah dengan suara gemuruh sehingga pengeboran selanjutnya jadi terhenti.

Peristiwa yang terjadi pada tanggal 15 Juni 1885 di sumur Telaga Tunggal I kemudian tercatat sebagai awal penemuan minyak bumi secara komersial di Hindia Belanda. Sumur ini sangat produktif dan terus mengalirkan minyak selama lebih dari lima belas tahun. Bahkan sampai saat buku ini dibuat (2004), ada beberapa sumur peninggalan Belanda yang masih meneteskan minyak mentah secara alami. Contohnya di struktur Telaga Darat (Buluh Telang, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat-Sumut) dan di struktur Telaga Said (Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat-Sumut).

Penemuan minyak mentah yang cukup komersial di Telaga Tunggal I telah menelurkan penemuan sumur-sumur minyak lainnya di kawasan Telaga Said, yang berlokasi tidak jauh dari Pangkalan Berandan.

Konon khabarnya, bahan minyak dari daerah ini (Telaga Said) yang dulu pernah digunakan oleh Laskar Kerajaan Pase (Aceh) untuk menghalau dan membakar kapal armada laut Portugis pimpinan Laksamana Alfonso D’Albuquerque dalam suatu pertempuran laut di perairan Selat Malaka saat orang-orang Portugis itu ingin mendarat di pesisir pantai Timur Aceh dengan alasan untuk mencari rempah-rempah.

Penemuan yang cukup gemilang itu telah menyebabkan Zijlker dkk. mendirikan perusahaan perminyakan bernama “ Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company “ di Den Haag, Belanda yang kegiatan administrasinya dipusatkan di Pangkalan Berandan.

Sedangkan untuk kepentingan memproduksi dan pengolahan minyak mentah untuk dijadikan BBM dan Pelumas, pada tahun 1892 telah pula dibangun kilang penyulingan BBM di Pangkalan Berandan. Kilang ini kemudian tercatat sebagai kilang BBM yang pertama di Indonesia.

Enam tahun kemudian (1898) juga telah dibangun pelabuhan minyak yang pertama di Indonesia, tepatnya berada di tepi pantai Teluk Haru, Pangkalan Susu yang dilengkapi dengan segala fasilitas dan sarana pendukungnya.

Dengan adanya Pelabuhan Minyak di Pangkalan Susu, maka ekspor minyak mentah dari Telaga Said dapat berjalan lancar. Sehingga minyak asal bumi Langkat jadi kesohor di manca negara berkat usaha A.J. Zijlker dkk. Selain Ibnu Sutowo yang dikenal sebagai Bapak Pembangunan Industri Perminyakan Indonesia, A.J. Zijlker juga seharus dinobatkan sebagai Founding Father minyak bumi di Indonesia.

Sementara untuk mendukung kelancaran operasi industri perminyakan yang dihasilkan dari lapangan Telaga Said, Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company yang telah mengganti nama menjadi N.V. Koninklijke Nederlandsche Maatschappij tot Exploitatie van Petroleum in Nederlandsche Indie dan bergabung dengan Shell Transport & Trading Company dalam perusahaan The Koninklijke Shell Group, kemudian dikenal dengan sebutan Shell telah pula mendirikan tiga anak perusahaan, yaitu Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) untuk bidang produksi, Aziatic Petroleum bergerak di bidang pemasaran dan Saxon Petroleum Company menangani bidang pengangkutan minyak.

Setelah meraih sukses di Telaga Said, pada tahun 1926 Shell/BPM mulai mengembangan kegiatan usahanya untuk mencari minyak di Aceh yang kini dikenal sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam khususnya di Rantau dan daerah sekitarnya.

BPM yang telah memperoleh konsesi untuk melaksanakan penambangan minyak di Aceh mulai melakukan penelitian kemungkinan adanya minyak di kawasan Peurlak (Perlak), Rantau Panjang, Panton, Idi Rayeuk, Langsa dan sekitarnya.

Dalam perjalanan sejarah penemuan minyak di Tanah Rencong tercatat nama putra Indonesia yang bekerja di BPM/Shell sebagai Asisten Geologi dan berkat kerja kerasnya sejak tahun 1926, akhirnya R. Suroso Notohadiprawiro dapat membuktikan bahwa di Tamiang Blok terdapat cadangan minyak, yang semula tidak diyakini oleh BPM. Suroso mempertaruhkan jabatannya jika perhitungannya keliru.

Pengeboran sumur minyak R-1 di Rantau pada tahun 1928 ternyata mampu memproduksikan minyak sebanyak 136 m3/hari dari kedalaman 340 meter pada Februari 1929. Kemudian disusul dengan pemboran sumur R- 2 yang ternyata juga menghasilkan minyak sebesar 105 m3/hari dari kedalaman 290 meter.

Sejak itu usaha pencarian minyak di Tamiang Blok terus dilanjutkan. Dan untuk tahun 1939 saja sudah tercatat sebanyak 173 sumur minyak yang berproduksi dengan rata-rata produksinya mencapai 1.700 ton/hari.

Minyak bumi Indonesia terus dikuras oleh bangsa asing dengan penghasilan yang cukup besar bagi perusahaan maupun negara mereka masing-masing. Sedangkan bangsa Indonesia yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda, tidak dapat berbuat banyak kecuali jadi "Penonton Budiman."

Menjelang Perang Dunia II, semua kegiatan peminyakan di Indonesia dikuasai sepenuhnya oleh Shell/BPM, kecuali Sumatera Tengah dan Selatan yang hak konsesinya berada di tangan Stanvac.
Pada masa itu dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan daerah penghasil minyak bumi terbesar di Timur Jauh yang rata-rata produksinya mencapai sekitar 62 juta barrel/tahun. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bila bumi Nusantara jadi incaran para pengusaha Multinasional untuk memburu minyak di Indonesia. Sebelumnya yang diincar bangsa Eropa adalah rempah-rempah yang memang sudah terkenal di manca negara sejak berabad-abad lampau.

Pecah Perang Dunia II

Mengingat bahwa minyak bumi merupakan bahan baku sumber energi yang sangat penting bagi penggerak roda perekonomian dan roda-roda mesin perang, maka ketika meletus perang dunia ke-II dan setelah Pearl Harbour diluluh-lantakan oleh ratusan pesawat tempur Zerro Kamikaze Kerajaan Dai Nippon, dalam sandi operasi "Tora Tora Tora" selama tiga jam pada tanggal 7 Desember 1941, Indonesia yang ketika itu masih dijajah oleh Belanda mendapat giliran diserang oleh Jepang, sebagai jembatan untuk penyerbuan selanjutnya ke Australia.

Karena merasa sudah tidak mampu lagi untuk menahan serbuan tentara Jepang yan sedemikian cepatnya, apalagi setelah mengetahui bahwa armada laut Belanda (Pimpinan Laksamana Muda Karel Boorman) dapat dilumpuhkan oleh Laksamana Takegi dalam pertempuran laut yang dahsyat di perairan Laut Jawa, maka Belanda melakukan taktik bumi hangus terhadap semua sarana dan fasilitas industri perminyakan di Indonesia termasuk di Pangkalan Berandan.

Akan tetapi karena pembumihangusan terhadap instalasi dan fasilitas industri perminyakan dilakukan secara tergesa-gesa oleh Vernielinkcorp (tentara Belanda) pada tanggal 9 Maret 1942, maka tidak semua instalansi tersebut dapat dihancurkan.

Penyerbuan balatentara Dai Nippon yang sangat cepat itu akhirnya berhasil menguasai industri perminyakan di Pangkalan Berandan dan sekitarnya termasuk yang terdapat di Aceh Timur, dan pengoperasiannya diserahkan di bawah pengawasan Komandan Militer setempat.

Untuk mengatasi kebutuhan BBM yang sangat mendesak demi kelancaran operasi militer Kerajaan Jepang yang ambisius menjadi penguasa tertinggi di Asia Timur Raya, maka segera dilakukan perbaikan lapangan dan kilang minyak dengan mempergunakan tenaga kerja Romusha dan para pekerja bekas BPM/Shell.

Berkat kerja keras para pekerja bangsa Indonesia di bawah pimpinan tenaga ahli berkebangsaan Jepang yang khusus dibawa dari negeri Sakura, dalam waktu yang relatif singkat Jepang telah berhasil memperbaiki kembali tambang minyak berikut kilang BBM peninggalan BPM di Pangkalan Berandan.

Untuk kepentingan militer dan industri di negerinya, Jepang telah pula berhasil meningkatkan produksi dan kapasitas kilang secara paksa. Contohnya, kilang BBM di Pangkalan Berandan yang berkapasitas produksi sebesar 300 ton/hari telah dipaksa produksinya menjadi 10.000 ton/hari.

Bukan hanya itu saja, pada tahun 1943 Jepang juga telah mendirikan kilang BBM yang berlokasi tersembunyi di kebun karet Paya Buyok agar tidak diketahui oleh pihak Sekutu yang sedang berseteru dengan Jepang. Kilang ini dipimpin oleh tiga orang pegawai berkebangsaan Jepang, yang dikepalai oleh seorang militer berpangkat Letda. dari Angkatan Darat Jepang dibantu tiga orang lulusan Nampo Sekyu Gakko (Sekolah Tambang Minyak), Pangkalan Berandan.

Peristiwa keberhasilan Jepang membangun kembali kilang BBM berikut fasilitas pendukungnya baik yang terdapat di Pangkalan Berandan maupun di Aceh, telah menjadi perhatian serius dan incaran penyerbuan Sekutu untuk membombardir industri perminyakan di Pangkalan Berandan dengan maksud agar kekuatan Jepang di Asia dapat dilumpuhkan.

Walaupun mendapat perlawanan yang sengit dari tentara Jepang, akan tetapi Sekutu terus berupaya menghancurkan pertahanan lawan dengan dukungan ratusan pesawat pembom. Peristiwa 4 januari 1945 ini tidak berhasil menaklukkan tentara Kerajaan Dai Nippon yang dikenal sebagai pasukan berani mati. Akan tetapi tidak demikian halnya ketika Jepang menerima bingkisan bom atom “Little Boy“ untuk Hiroshima pada tanggal 15 Agustus 1945, dan “Fat Man“ pada tanggal 9 Agustus1945 untuk Nagasaki yang dikirim melalui pesawat pembom B-29 “Enola Gray” milik Amerika Serikat. Akhirnya Jepang bertekuk-lutut setelah Kaisar Mikado Hirohito, menyatakan menyerah kalah tanpa syarat.

Perjuangan Merebut Tambang Minyak

Setelah balatentara Kerajaan Dai Nippon berhasil dilumpuhkan oleh Sekutu, orang Belanda yang telah memperoleh angin segar atas kemenangan Sekutu dalam pertempuran Asia-Pasifik, berusaha keras untuk menguasai kembali perusahaan tambang minyak di Pangkalan Berandan dan aceh Timur, tapi sayang niat Belanda tidak kesampaian karena secara defenitif Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah berkuasa di kawasan yang berada di luar daerah pendudukan tentara Sekutu.

Menyadari bahwa pihak Tentara Jepang tetap ngotot tidak mau menyerahkan tambang minyak Sayutai kepada Laskar Minyak ( eks. Pegawai BPM / Sayutai ) yang mendapat dukungan sepenuhnya dari Komite Nasional Indonesia Teluk Haru dari Barisan Pemuda Indonesia (BPI), pada tanggal 8 Oktober 1945 beberapa pemuda BPI secara mengendap-endap dikegelapan malam berhasil menerobos masuk ke kompleks tambang minyak Pangkalan Berandan.

Adalah Bedul yang memanjat menara Pretoping setinggi 50 meter untuk mengibarkan bendera Merah Putih di puncak Pretoping sebagai tanda bahwa tambang minyak Pangkalan Berandan telah dikuasai oleh Laskar Minyak Pangkalan Berandan.

Sejak itu para pegawai Sayutai berkebangsaan Indonesia tidak bersedia lagi menjalankan perintah atasannya yang berkebangsaan Jepang dan tetap meduduki tambang minyak tersebut dengan aksi mogok kerja. Dengan demikian sejak pertengahan Oktober 1945 secara praktis kegiatan produksi tambang minyak Sayutai terhenti total.

Tambang minyak Pangkalan Berandan yang telah dikuasai oleh para Laskar Minyak, namanya diganti dari Sayutai menjadi Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Penggantian nama ini dilakukan secara sepihak, sedangkan Tentara Jepang dan pegawai Sayutai yang berkebangsaan Jepang tidak dapat berbuat banyak karena memang posisi mereka sangat terjepit akibat kalah perang ditambah lagi dengan adanya penekanan dari pihak Laskar Minyak yang telah menduduki Sayutai dan penekanan dari Sekutu.

Sementara Pemerintah Republik Indonesia sendiri belum berhasil menguasai sepenuhnya perusahaan tambang minyak Sayutai eks BPM/Shell karena pihak Sekutu atas permintaan Kerajaan Belanda, menekan tentara Jepang yang masih berada di kompleks kilang minyak Pangkalan Berandan agar tetap mempertahankan status quo perusahaan tersebut.

Karena adanya perjuangan yang gigih dari para insan perminyakan dan dukungan dari pejuang Kemerdekaan R.I., akhirnya pihak Sekutu yang diwakili oleh tentara Inggeris, Mayor Fergusson atas nama Komando Tertinggi Tentara Sekutu di Sumatera, menyerahkan tambang minyak di Pangkalan Berandan dan Aceh Timur kepada Pemerintah NRI yang diterima oleh Residen Sumatera, Abdul Karim M.S. mewakili Gubernur Sumatera Utara, Mr. Teuku Mohammad Hasan dengan disaksikan oleh dua orang petugas dari Badan Komisi Dewan Keamanan, Residen Sumatera Timur, Mr. Luat Siregar, Bupati Langkat, Adnan Nur Lubis, Wedana Teluk Haru, Basir Nasution, Ketua Komite Nasional Indonesia Wilayah Teluk Haru merangkap anggota Dewan Sumatera, Amin Sutarjo, Sekretaris KNI Teluk Haru, Amiruddin Basir dan Komandan Keamanan Wilayah Teluk Haru, Letda. M. Hayar.

Seusai acara serah-terima itu, pada tanggal 20 Juni 1946 Gubernur Sumatera memberi mandat kepada Amin Sutarjo untuk mengatur dan menertibkan susunan organisasi serta mengangkat pengurus baru di perusahaan minyak eks Sayutai/BPM yang telah dirobah dan ditetapkan namanya menjadi Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia atau yang lebih dikenal dengan singkatan PTMRI, yang merupakan cikal bakal PT PERTAMINA (PERSERO) seperti yang dikenal saat ini.

Berdasarkan mandat tersebut, Amin Sutarjo mengangkat S.H. Sapardan yang mantan Ka. Adm. Sayutai menjadi pimpinan PTMRI dibantu Djohan sebagai Kabidtek dan Senen sebagai Kabid. Pemasakan minyak. Sedangkan Amin Sutarjo sendiri duduk di kepengurusan itu sebagai Penasehat.

Selain itu mandor Karsani dan Hamdani masing-masing diangkat menjadi pimpinan kelompok kerja Tambang Minyak Paluh Tabuhan (sekarang termasuk dalam wilayah Kecamatan Berandan Barat, sekitar 10 Km dari pusat kota Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat, Sumatera Utara) yang bertugas mengelola sumur-sumur migas di struktur Paluh Tabuhan khususnya Telaga 49. Sedangkan sebagai pengawas dari usaha itu dipercayakan kepada Amiruddin Nasir, Sekretaris KNI wilayah Teluk Haru.

Sedangkan kegiatan perminyakan di Rantau yang berpusat di Langsa dipimpin oleh M. Abbas (Ka. Dept. Prod.) dan Djohan yang telah ditarik ke Aceh sebagai Ka. Dept. Tek., Abdurrahman sebagai Ka. Dept. Umum dan Keuangan, Abdullah sebagai Sekretaris dan Teuku Usman Peudada sebagai Penasehat PTMRI Aceh Julouk.

Pada tahun 1949 telah dicapai kata sepakat antara PTMRI-SU (berkedudukan di Pangkalan Berandan) dengan PTMRI Aceh Julouk (berkedudukan di Langsa, Aceh) bahwa tugas PTMRI-SU adalah mencari sumber minyak bumi untuk kemudian diolah menjadi BBM. Sedangkan PTMRI Aceh Julouk bertindak selaku penjual (pemasaran) hasil produk BBM PTMRI-SU.

Sementara kantor pusat administrasi kedua perusahaaan tersebut berkedudukan di Langsa, Aceh Timur dibawah pimpinan Mayjend. Teuku Amir Husin Al Mudjahid dibantu oleh M. Abbas, Djohan, Abdul Rachman dan Abdullah dengan penasehatnya, Teuku Usman Peudada.
Karena terjadi pergolakan politik dan perselisihan paham, akhirnya PTMRI-SU memisahkan diri dari Aceh pada tahun 1950. Tambang Minyak Pangkalan Berandan bergabung dengan Tambang Minyak Pangkalan Susu untuk melaksanakan kegiatan industri perminyakan di Sumatera Utara dalam wadah PTMRI-SU.

Militerisasi Tambang Minyak

Setelah berhasil menguasai sepenuhnya instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu, Langsa termasuk Rantau dan sekitarnya, maka hasil produksi PTMRI lebih diutamakan untuk konsumsi masyarakat dan keperluan perjuangan pengisi kemerdekaan.

Pada waktu itu PTMRI setiap harinya hanya mampu memproduksi sekitar 1000 ton bensin dan minyak tanah ditambah sejumlah kecil solar, minyak diesel dan pelumas yang disalurkan sampai ke pelosok daerah di Sumatera Utara dan Aceh.

Penyaluran BBM tersebut pada awalnya berjalan cukup mulus dan lancar. Akan tetapi belakangan pendistribusiannya jadi tersendat-sendat akibat adanya pihak-pihak tertentu yang berebutan ingin mendapatkan jatah istimewa, sehingga hal itu menyulitkan pimpinan PTMRI untuk mengatur pelaksanaan penyaluran BBM sampai ke pedesaan.

Untuk mengatasi keruwetan itu, pimpinan PTMRI, S.H. Sapardan mengusulkan kepada Gubernur Sumatera dan Panglima Komandemen Tentara Sumatera agar PTMRI dimiliterisasi dalam waktu secepatnya.

Sebagai realisasi permohonan tersebut, pada bulan Oktober 1946, Mayjen. Suharjo Harjowardoyo selaku Panglima Komandemen Tentara Sumatera berkunjung ke Pangkalan Berandan untuk meresmikan militerisasi PTMRI dengan menabalkan pangkat Mayor Tituler kepada Pimpinan PTMRI, S.H. Sapardan. Sedangkan untuk para kepala bidang/departemen diberi pangkat Kapten dan kepada para staff ahli lainnya diberi pangkat Letnan.

Dengan terlaksananya militerisasi di PTMRI, maka pendistribusian BBM ke daerah-daerah yang tadinya terkendala, akhirnya dapat teratasi dengan baik dan lancar.

Aksi Bumi Hangus

Tanggal 21 Juli 1947 diterima informasi dari pihak intelijen bahwa tentara Kerajaan Belanda telah melancarkan agresi militer terhadap kedaulatan Negara Republik Indonesia termasuk niatnya untuk merebut kembali perusahaan pertambangan minyak di Pangkalan Berandan dan sekitarnya.

Sebelum menyerbu ke Pangkalan Berandan, pihak Kerajaan Orange dengan dukungan Brigade “Z“ telah mengerahkan Batalyon IV/VI KNIL dan Batalyon 4-2 RI.KL untuk melakukan ofensif ke kawasan sektor Barat dan Utara Medan Area, yang dikabarkan telah berhasil melumpuhkan kota Medan pada tanggal 29 Juli 1947.

Setelah mematahkan perlawanan para pejuang Kemerdekaan R.I. di kota Medan, Sunggal, Binjai, Stabat dan Tanjung Pura, Belanda yang telah mengingkari Perjanjian Linggarjati (8 Maret 1947), terus bergerak maju ke arah Barat dengan tujuan Pangkalan Berandan.

Pasukan yang dipimpin oleh Letkol. H. Kroes yang khusus ditugaskan untuk menduduki Langkat, telah mendapat perlawanan sengit dari para pejuang kita yang tergabung dalam Batalyon Istimewa Divisi X TRI pimpinan Kapten Agus Husin. Pasukan musuh yang telah memasuki Securai berhasil dipukul mundur sampai ke batas demarkasi Gebang. Untuk memperingati peristiwa tersebut, di Gebang telah didirikan Tugu Demarkasi.

Beberapa hari setelah dipukul mundur oleh para pejuang kita, diperoleh informasi bahwa pasukan Belanda akan melakukan serangan secara besar-besaran untuk merebut instalasi industri perminyakan di Pangkalan Berandan. Hal ini dapat diketahui dari mata-mata Belanda yang berhasil di tangkap, yaitu Tengku Karma bin Tengku Sulaiman, kontelir Belanda di Tanjung Pura.

Melihat situasi yang sudah tidak menguntungkan lagi bagi keamanan dan keselamatan instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan, maka perintah Panglima Komando Divisi X TRI, Kolonel Husin Yusuf kepada Komandan KSBO (Komando Sektor Barat dan Oetara) Medan Area, Letkol Hasballah Hadji untuk membumi hanguskan seluruh instalasi industri perminyakan berikut objek-objek vital lainnya baik yang terdapat di Pangkalan Berandan maupun di Pangkalan Susu harus segera dilaksanakan.

Surat Perintah yang sudah dipersiapkan oleh perwira operasi KSBO, Kapten Sudirman, Segera ditanda-tangani oleh Komandan KSBO pada tanggal 12 Agustus 1947. Surat tersebut diberikan kepada para komandan pioner pembumihangusan Pangkalan Berandan, yaitu Lettu. Usman Amir (mantan Ka. Djawatan Persendjataan Divisi Gajah I), Tengku Nurdin (mantan Danyon V RIMA/ Pesindo Divisi Rencong), Umar Husin (mantan perwira Pesindo Divisi Rencong) dan M. Yusuf Sukony (mantan perwira Divisi Rencong). Sedangkan tembusannya disampaikan kepada pemimpin PMC ( Plaatselijk Militair Commando ) Pangkalan Berandan, Mayor Nasaruddin yang bertanggungjawab penuh atas keamanan umum dan keselamatan penduduk kota itu.

Tepat pada pukul 03.00 dini hari tanggal 13 Agustus 1947, peristiwa pembumihangusan seluruh instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan dan sekitarnya telah tercatat dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sedangkan pembumihangusan kota Pangkalan Berandan berlangsung pada pukul 04.00.

Akibat dari aksi tersebut, secara praktis kota Pangkalan Berandan berikut kompleks industri perminyakan telah berubah wujud jadi lautan api dan gerak roda perekonomian jadi macet total. Itulah konsekuensi yang harus diterima oleh bangsa dan rakyat Indonesia ketika itu, khususnya yang berdomisili di kota Pangkalan Berandan dan sekitarnya,

Menurut catatan sejarah, bumi hangus di Pangkalan Berandan telah dilakukan sebanyak tiga kali. Pertama pada tanggal 9 Maret 1942 dilakukan oleh Vernielinkcorps (tentara Belanda) sebelum penyerbuan tentara Jepang, tetapi karena dilakukan secara tergesa-gesa, kerusakannya tidak separah bumi hangus yang kedua.

Bumi hangus kedua dilakukan pada tanggal 13 Agustus 1947 oleh pasukan PMC yang mengakibatkan seluruh instalasi dan fasilitas industri perminyakan di Pangkalan Berandan termasuk ruko dan rumah penduduk jadi porak-poranda.

Bumi hangus ketiga dilakukan oleh bangsa kita pada tanggal 19 Desember 1948 ketika Belanda yang masih penasaran, melakukan agresi militer kedua di bumi Indonesia. Akibatnya, seluruh pertambangan minyak di Pangkalan Berandan jadi puing-puing yang berserakan dan ditinggalkan begitu saja untuk beberapa waktu lamanya.

Sedangkan tambang minyak di Rantau dan Langsa, Aceh Timur dapat diselamatkan dari taktik bumi hangus karena pertahanannya diperkuat oleh pasukan Bateri II Arteleri dibawah pimpinan Kapten Nukun Sanany dibantu oleh TPR II Aceh Divisi Sumatera pimpinan Lettu. TN. Basyir Abdullah dan Letda. Syarif Agus.

Hari Jadi PERTAMINA

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh pada tanggal 27 Desember 1949 yang penandatangan penyerahannya dilakukan oleh Delegasi Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dipimpin oleh Perdana Menteri RIS, Mohammad Hatta dan dari pihak Belanda diwakili oleh Perdana Menteri, Dr. Williem Drees dan Menteri Seberang Lautan Belanda, A.M.J.A. Sassen di Ruang Taktha Ratu Juliana di Amsterdam, pertumbuhan dan perkembangan perusahaan perminyakan di Indonesia adalah sejalan dengan sejarah pencarian minyak itu sendiri.

Perusahaan minyak nasional pertama yang didirikan sesudah penyerahan kedaulatan ialah Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI) yang pada masa pergolakan (Agresi I dan II oleh Belanda) oleh para pejuang perminyakan disebut sebagai Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI). Perusahaan ini berasal dari bekas perusahaan Shell/BPM yang ditinggalkan mereka begitu saja oleh Belanda ketika tentara Jepang berhasil menduduki Sumatera Utara dalam Perang Dunia II. Dan oleh Jepang perusahaan bekas Shell/BPM itu diberi nama Sayutai (1942).

Pada tanggal 9 Maret 1951, Residen Teuku Mohammad Daudsyah atas nama Gubernur Sumatera mengeluarkan ketetapan sementara tentang pemecahan administrasi (restrukturisasi dimasa kini) PTMRI menjadi Langkat Kompleks (PTMRI-SU) berpusat di Pangkalan Berandan dan Aceh Kompleks (PTMRI Aceh Julouk) berkedudukan di Langsa.

Sebagai pimpinan PTMRI Aceh Julouk dipercayakan kepada Mayjend. Teuku Amir Husin Al Mudjahid, dan Djohan ditunjuk untuk memimpin PTMRI Sumatera Utara yang sebelumnya dijabat oleh S.H. Sapardan.

Dengan keputusan tersebut diharapkan usaha pertambangan minyak dapat diselenggarakan secara self-supporting, dan masing-masing daerah administrasi mendapat hak untuk mengurus rumah-tangganya sendiri serta saling berpacu untuk mencapai efisiensi dalam meningkatkan produksi di daerah masing-masing.

Akan tetapi masalah yang timbul kemudian sangat bertolak-belakang dengan harapan semula, baik ditinjau dari sudut finansial maupun kesejahteraan pekerja di semua lapangan. Keadaan itu dibebani oleh soal utama, yaitu masalah status tambang minyak belum ada kepastian hukumnya. Sementara para pekerja yang merasa dirinya bukan pegawai negeri terus mendesak pemerintah agar menasionalisasikan tambang minyak untuk kepentingan nasional yang pada gilirannya juga dapat memperbaiki nasib dan kesejahteraan pekerjanya.

Dalam keadaan yang tidak menyenangkan secara internal dan kacau secara nasional akibat timbulnya pemberontakan D.I., sabotase, staking, dll. yang mengakibatkan eksploitasi produksi jadi terganggu termasuk pembayaran gaji pekerjanya jadi tersendat-sendat, tetapi para pekerja tambang minyak Rantau tetap bekerja dengan segala konsekuensi dan kemampuan yang ada, sambil menunggu keputusan dari pemerintah pusat tentang status tambang minyak di Rantau.

Kabar yang dinantikan belum muncul, malah terdengar berita bahwa tambang minyak di daerah Sumatera Utara dan Aceh akan dikembalikan kepada BPM/Shell. Hal itu tentu saja menimbulkan reaksi yang cukup keras dari para insan perminyakan.

Menghadapi kenyataan yang sudah demikian ruwetnya dan demi untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan yang timbul dari reaksi keras para insan perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh serta mengingat bahwa kilang minyak di Langsa Aceh, (kapasitas produksi 40 ton/hari) sangat membantu perjuangan bangsa Indonesia, maka Mr. Teuku Mohammad Hasan selaku ketua komisi perdagangan dan industri di DPR, setelah menerima pengaduan dari para insan perminyakan segera mengajukan usul-mosi kepada Pemerintah, yang isinya antara lain mendesak pemerintah supaya menunda segala pemberian izin konsesi, eksploitasi maupun perpanjangan izin-izin yang sudah habis masa berlakunya, selama menunggu hasil pekerjaan Panitia Negara urusan Tambang.

Usulan / mosi tersebut ditanda-tangani oleh Mr. Teuku Mohammad Hasan, Mr. Burhanuddin, Siauw Giok Tjan, Saroso, Mr. A.Z. Abidin, Mochran bin Haji Ali, Maruto Nitimiharjo, Said Bachroisj, A.S. Bachmid, K.H. Tjikwan dan I.R. Lobo.

Pada tanggal 12 April 1954 Pemerintah mengumumkan bahwa Perusahaan Tambang Minyak Republik Indonesia (PTMRI) Sumatera Utara dan PTMRI Aceh Julouk yang berkedudukan di Langsa digabung dibawah satu perusahaan yang diberi nama Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) dengan kantor pusatnya di Pangkalan Berandan.

Setelah melalui berbagai gelombang perjuangan para insan perminyakan dibantu oleh para anggota Dewan khususnya Mr. Teuku Mohammad Hasan dan kawan-kawan, akhirnya, pada tanggal 22 Juli 1957 Pemerintah Republik Indonesia Serikat (sekarang Serikatnya dibuang) memutuskan untuk menyerahkan lapangan minyak Sumatera Utara dan Aceh kepada Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) yang pada masa itu dijabat oleh Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution. Sedangkan seluruh saham TMSU berada ditangan Pemerintah.

Sementara mengenai pengusahaannya diserahkan kepada KASAD yang kemudian megganti nama TMSU menjadi PT ETMSU (Perseroan Terbatas Ekploitasi Tambang Minyak Sumatera Utara). Dan oleh keputusan Menteri Perdagangan dan Industri, Prof. Dr. Sunaryo tertanggal 15 Oktober 1957 ditetapkan Kolonel dr. Ibnu Sutowo sebagai pimpinan PT ETMSU, kemudian pada tanggal 10 Desember 1957, PT ETSMU diganti namanya menjadi PT Perusahaan Minyak Nasional atau yang lebih dikenal dengan akronim PT PERMINA.

Pengganti nama tersebut selain dimaksudkan untuk lebih menegaskan bahwa minyak bumi adalah milik nasional (negara) juga dapat diartikan bahwa PERMINA bukan perusahaan daerah atau yang bersifat kedaerahan, melainkan perusahaan minyak milik negara. Hari bersejarah ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadinya PERTAMINA yang setiap tahunnya diperingati dengan penuh hikmat.















KRONOLOGI PERUSAHAAN TAMBANG MINYAK DI SUMATERA UTARA DAN ACEH
KESULITAN DANA

Langkah awal yang dilakukan oleh dr. Ibnu Sutowo dkk. adalah berupaya untuk menjual minyak mentah yang ada guna memenuhi kebutuhan dan yang sangat diperlukan untuk merehabilitasi atau membangun kembali sarana dan fasilitas industri perminyakan yang hancur akibat korban Perang Dunia II dan bumi hangus.

Subsidi sebesar Rp. 10 juta setahun yang diberikan oleh Pemerintah Pusat sejak tahun 1945 untuk merehabilitasi lapangan minyak di Sumatera Utara dan Aceh, masih dirasakan kurang. Oleh sebab itu Ibnu Sutowo berusaha mengadakan pendekatan dengan Harold Hutton dari Refining Associated of Canada Ltd. (Refican).

Upaya pimpinan Permina merangkul Refican telah membuahkan hasil, setelah dilangsungkannya kontrak jual-beli minyak mentah antara Pertamina dengan Refican terwujud pada bulan Desember 1957.

Akan tetapi usah pencarian dana itu tidak berjalan mulus, karena masih banyak permasalahan yang belum terpecahkan, khususnya tentang status kepemilikan minyak mentah yang akan dijual. Sebab menurut kalangan pakar hukum di Washington DC, Amerika, Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1956 hanya menyangkut masalah pengelolaan dan tidak menentukan tentang kepemilikan atas lapangan minyak yang bersangkutan.

Hal itu menjadi alasan bagi para pakar hukum Amerika untuk menyatakan bahwa lapangan minyak di Sumatera Utara dan Aceh, masih merupakan sebahagian dari daerah konsesi Shell/BPM. Maka atas dasar itu, minyak mentah yang telah dikapalkan dapat dituntut oleh Shell.

Menyadari kondisi yang serba sulit itu, ditambah lagi kebutuhan dana untuk merehabilitasi lapangan minyak di Langkat dan Aceh Timur sudah demikian mendesaknya, maka Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk mengeluarkan Surat Perintah Penguasa Perang No. Prt/PM/017/1957 guna membatalkan konsesi Shell di Sumatera Utara dan Aceh yang tembusannya disampaikan kepada pihak Shell.

Sebulan setelah dikeluarkannya surat tersebut, pihak Kedutaan Besar Inggeris di Jakarta menuntut kopensasi atas nama Shell. Akan tetapi akhirnya kemelut itu dapat diatasi dengan baik oleh kedua pihak yang bersengketa.

Setelah semua hambatan berhasil dilalui, pada tanggal 24 Mei 1958, minyak mentah sebanyak 1.700 ton dengan nilai sekitar US$ 30.000,- berhasil dimuat di kapal tanker Shozui Maru yang berbobot 3000 dwt. dari Pelabuhan Minyak Pangkalan Susu (anno 1892). Kapal tanker ukuran ini dipergunakan karena ketidakpastian mengenai keadaan alur pelayaran di perairan Teluk Haru yang diperkirakan masih banyak terpendam benda-benda reruntuhan sisa Perang Dunia II.

Melihat keterbatasan dana Permina untuk merehabilitasi lapangan industri perminyakan di Sumatera Utara (Langkat) dan Aceh, maka sekelompok investor asing dari Jepang yang dimotori oleh Nishijima dan rekannya A. Kobayashi melakukan kunjungan ke Jakarta untuk menjajaki kemungkinan kerjasama dibidang pengelolaan industri perminyakan dan gas bumi dengan Permina.

Setelah melalui meja perundingan, pada tanggal 7 April 1960 telah dicapai kesepakatan bahwa Kobayashi Group bersedia memberikan bantuan kredit sebesar US$ 53 juta dalam bentuk perlengkapan mesin-mesin industri perminyakan berikut suku cadang dan material lainnya serta bantuan teknik kepada Permina. Dan sebagai imbalannya, Permina akan membayar kembali kreditnya dalam bentuk minyak mentah kepada kreditor selama 10 tahun.
Pada kesempatan itu, Kobayashi Group yang telah membentuk badan usaha baru, yaitu North Sumatera Oil Development Cooperation Ltd. atau yang dikenal dengan singkatan NOSODECO telah menyetujui perjanjian kontrak Producing Sharing dengan ketentuan 60 % hasil minyak buminya untuk Pemerintah (Permina) dan 40 % adalah bagian NOSODECO.

Ketika bantuan tersebut sudah diterima, maka Kolonel. dr. Ibnu Sutowo segera membangun kembali sarana dan fasilitas industri perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh serta menunjuk Mayor CZI J.M. Pattiasina – selain sebagai Komandan Detasemen X batalyon Sriwijaya 34 Bukit, beliau juga pernah menduduki jabatan tehnisi senior operasi kilang di Plaju, Sumatera Selatan – untuk membangun dan mengamankan jalannya pelaksanaan pembangunan kembali industri perminyakan dari sisa puing-puing korban bumi hangus dan Perang Dunia II.

Kehadiran Batalyon Sriwijaya 34 Bukit di Langkat dan Aceh Timur sangat besar artinya mengingat selain para anggota Zeni itu handal dalam pelaksanaan konstruksi besi juga dimaksud untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya gangguan (sabotase) dari pihak-pihak yang anti Pemerintah R.I. apalagi pada masa itu sedang terjadi gelombang pemberontakan D.I. dan Sabang - Merauke.

Secara perlahan tapi pasti, dengan dibekali tekad kerja keras melalui motto “ Belajar sambil bekerja dan bekerja sambil belajar “, akhirnya PERMINA (Pertamina) mampu bangkit dari tumpukan besi tua yang terbengkalai menjadi suatu perusahaan pertambangan dan industri perminyakan Nasional (BUMN) yang terbesar di Asia serta menjadi andalan pemerintah dalam usahanya menyedot devisa untuk kepentingan dan kelangsungan pembangunan di Tanah Air tercinta, Indonesia.

Dari PTMNRI Sampai Ke DOH NAD - Sumbagut, Rantau.

Berawal dari dibentuknya Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI-1945) yang kemudian dirobah namanya menjadi Perusahaan Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU-1954) dan lagi - lagi diganti menjadi PT. ETMSU (15-10-1957) yang usianya tidak lebih dari dua bulan, kerena nama perusahaan tersebut masih besifat kedaerahan, maka pada tanggal 10 Desember 1957 nama PT. ETMSU telah diganti pula menjadi PT Permina untuk meninggalkan bau kedaerahan, meningkat jadi berstatus nasional. Akan tetapi itupun masih belum pas bila dikaji dari bunyi Pasal 33 ayat (3) yang dijabarkan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, maka PT. Permina diganti lagi menjadi PN. Permina (1961). BUMN ini terus berkembang mencari jati diri sampai ditemukan landasan yang kuat dari PN. Pertamina (1968) menjadi PERTAMINA (Perusahaan Pertambangan Minyak Nasional) sesuai Undang-Undang No. 8 tahun 1971.

Untuk mempertegas pembagian wilayah kerja, maka sejak diberlakukannya SK Menteri Migas No. 124/M/Migas/1996, wilayah kerja Pertamina (dulu PN Permina) telah dibagi jadi lima bagian (unit), yaitu Unit I membawahi Sumatera Utara dan Aceh. Unit II mencakup wilayah Bengkulu, jambi, Sumatera Selatan dan Lampung. Unit III menguasai daerah Pulau Jawa dan Madura. Unit IV wilayah kerjanya di Pulau Kalimantan termasuk tarakan dan Pulau Bunyu. Sedangkan Unit V bekerja di Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya.

Sesuai dengan tuntutan jaman, maka struktur organisasi Permina Unit I (Kemudian menjadi Pertamina Unit I) yang berkantor pusat di Pangkalan Berandan, telah diganti menjadi Pertamina Daerah Sumatera Bagian Utara seperti yang ditetapkan oleh KEPPRES No. 11 tahun 1990 tertanggal 31 Desember 1990. Dengan demikian, secara organisatoris Unit EP I tunduk kepada PUD (Pimpinan Umum Daerah) Sumbagut.

Bila pada tahun 1998 merupakan era reformasi, maka Pertamina sudah memulainya sejak tahun 1946, dari reformasi berkesinambungan mulai terbentuknya PTMNRI di tahun 1945 sampai ke PERTAMINA di tahun 1971. Dan kemudian disusul lagi dengan SK Direksi No. KPTS-070/C0000/94 - S0 tentang restrukturisasi.

Setelah diberlakukannya paket Restrukturisasi pada tahun 1994, maka secara otomatis struktur organisasi Pertamina Daerah Sumbagut dibubarkan demi tercapainya efisiensi yang lebih mantap dan lebih berdayaguna serta mempersingkat alur birokrasi.

Sejak itu Pertamina Unit EP I berobah struktur organisasinya menjadi Pertamina Operasi Eksplorasi dan Produksi Rantau atau disingkat menjadi Pertamina OP. EP. Rantau.

Sebagai salah satu wilayah kerja Direktorat EP, Pertamina OP. EP. Rantau semasa UEP-I yang memiliki daerah operasi seluas 18.369 Km2 di Provinsi Sumatera Utara dan Aceh telah melebar sampai ke Sumatera Barat dan Riau termasuk Kepulauan Natuna kecuali Lapangan Lirik. Sedangkan luas wilayah operasinya juga bertambah menjadi seluas 16.360.003 Km2.

Sementara wilayah kerja operasinya dibagi dalam dua kelompok, yaitu Operasi Eksploitasi meliputi kawasan Rantau (Aceh) seluas 1.848,39 Km2. Kawasan Aru (Sumut) seluas 4.135,10 Km2 dan kawasan Tebing Tinggi (Sumut) seluas 7.583.00 Km2. Sedangkan wilayah Operasi Eksploitasi Produksi/Penghasil minyak dan gas bumi adalah di ASSET –I Rantau (Dista Aceh) dan ASSET – II Pangkalan Susu (Sumut). Masing-Masing ASSET dipimpin oleh seorang Manajer ASSET yang biasa disebut sebagai MA. Manajer ASSET – I berkedudukan di Rantau, Aceh Timur dan Manajer ASSET II berkedudukan di Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara.

Pertamina Operasi Eksplorasi Produksi Rantau yang berkantor pusat di Rantau, Kecamatan Kejuruan Muda, Aceh Timur dipimpin oleh seorang Pimpinan Operasi (PO). P.O. pertama adalah Ir. H. Ambar Sudiono (1995 – 1998), dan P.O. kedua, Ir. H. Eteng Achmad Salam.

Area Operasi Rantau
Lapangan Eksploitasi dan Produksi Area Operasi Rantau yang ditemukan oleh Shell/BPM pada tahun 1928 setelah dibuktikan cadangan produksinya oleh Asisten Geologi Shell/BPM berkebangsaan Indonesia , yaitu R. Suroso Notohadiprawiro, yang telah melakukan penyelidikan sumber cadangan migas selama lebih dari 10 tahun di Pulau Sumatera, akhirnya mampu mengalihkan perhatian Shell/BPM untuk menggarap Lapangan Rantau secara intensif karena Lapangan Produksi (struktur) Telaga Said mulai menyusut produksinya.

Betapa tidak. Kalau hanya dari kedalaman 340 meter, sumur R-1 telah mempu memproduksi minyak mentah sebanyak 136M3/hari atau sekitar 855 BOPD. Sukses R-1 disusul sumur R-2 dengan produksi sebesar 660,45 BOPD atau sebanyak 105 M3/hari. Kedua sumur ini ditemukan pada tahun 1929 oleh Shell/BPM berkat kerja keras dan kegigihan putra Indonesia yang bernama R. Suroso Hadiprawiro.

Sejak penemuan tersebut, dominasi produksi yang semula berada di Lapangan Telaga Said telah diambil alih oleh Lapangan Rantau yang berada dalam areal konsesi Shell/BPM di Tamiang Blok dengan tingkat produksi di tahun 1939 mencapai sebesar 13.272 BOPD yang dihasilkan dari 173 sumur.

Dengan tingkat produksi yang cukup menggembirakan itu tentunya telah mendatangkan keuntungan yang besar bagi pihak Shell setelah menemukan lapangan minyak paling produktif di seluruh Kepulauan Indonesia pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh pada tahun 1949, Lapangan Rantau yang luput dari taktik bumi hangus karena mendapat pengawalan yang cukup ketat oleh pasukan Bateri II Arteleri pimpinan Kapten Nukun Sanany dibantu oleh TPR II Aceh divisi Sumatera yang dipimpin oleh Lettu. Tubagus Basyir Abdullah dan Letda. Syarif Agus telah tercatat sebagai lapangan minyak yang terpenting di Indonesia khususnya dalam hal penyediaan dana bagi kelanjutan pembangunan kembali sarana dan fasilitas industri perminyakan di Sumatera Utara (Pangkalan Berandan, Pangkalan Susu dan sekitarnya) dan Aceh Timur.

Pada masa itu pusat Administrasi Lapangan Rantau berada di Langsa dan di pimpin Mayjend. Amir Husin Al Mudjahid dibantu oleh M. Abbas (Ka. Dept. Teknik) Djohan (Ka. Tek.),Abdul Rahman (Ka. Dept. Umum/Keu.), Abdullah (Sekretaris) dan Teuku Usman Peudada menjabat sebagai penasehat di Perusahaan Tambang Minyak Aceh Julouk.

Lagi getolnya para insan perminyakan di Aceh Timur berupaya meningkatkan hasil produksinya, tiba-tiba terbetik berita bahwa pihak Shell/BPM telah melakukan tuntutan atas keberadaan lapangan industri minyak di Aceh melalui saluran resmi di Kutaraja (sekarang Banda Aceh) yang diteruskan kepada Gubernur Militer Aceh dan pejabat di Langkat serta Tanah karo.

Untuk mengantisipasi kemungkinan dikembalikannya Lapangan Rantau kepada Shell, maka pada tanggal 19 Desember 1949 Pimpinan Teras PTMRI Aceh Julouk, Amir Husin Al Mudjahid, H. Hasan Abbas dan Teuku Usman Peudada telah melakukan rapat rahasia di hotel de Boer Medan, yang menghasilkan keputusan untuk tetap mempertahankan Perusahaan Tambang Minyak Aceh Julouk jangan sampai jatuh kembali ke tangan Shell/BPM.

Berkat perjuangan yang gigih dari para pejuang perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh, akhirnya Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution selaku penguasa Militer Angkatan Darat, atas persetujuan Perdana Menteri, Djuanda pada tanggal 1 Februari 1957 melalui Surat Keputusan Penguasa Perang No. Prt./PM/017/1957, konsesi Shell dibatalkan secara sepihak.

Setelah keadaan kembali normal (sengketa dengan Shell ditutup, pemberontakan D.I. dan PPRI sudah berhasil diredam), pada tahun 1965 di Lapangan EP. Rantau juga telah dibangun pabrik pengolahan gas untuk dijadikan LPG (Liquefied Petroleum Gas).

Pada masa awal, produksi kilang tersebut hanya sekitar 30 juta kaki kubik perhari dengan penyesuaian pemasaran setempat yang masih rendah. Tetapi setelah adanya kontrak penjualan dengan Phillipine National Oil Company berkisar antara 33.000 sampai 40.000 ton pertahun, maka produksi kilang elpiji yang terdiri dari 30 % Propane dan 70 % Butana terus ditingkatkan.

Selain kilang LPG, di Rantau pada masa itu juga terdapat kilang Karbon Black (yang pertama di Indonesia) dengan kapasitas produksi sebesar 20 ton/hari yang bahan bakunya diperoleh dari sisa gas kilang LPG. Tetapi usia pabrik ini hanya sampai tahun 1975.

Sementara di bidang perminyakan, Permina (Pertamina) yang telah melakukan kerja sama dengan beberapa kontraktor asing seperti Nosodeco, Refican dan Asamera, jumlah sumur produktif di Lapangan Rantau yang semula berjumlah 60 sumur di tahun 1960 telah meningkat menjadi 174 sumur di tahun 1968.

Dengan bertambahnya jumlah sumur produktif di Rantau, maka tingkat produksi minyak mentahnya juga terus meningkat dari 678.997 M3/hari (tahun 1960) menjadi 1.343.954 M3/hari di tahun 1966.

Sedangkan top production yang pernah dicapai di Lapangan EP. Rantau (sekarang Area Operasi Rantau) terjadi pada tahun 1972 setelah mendapat suntikan produksi dari Struktur Serang Jaya dan Peurlak dengan tingkat produksi sebesar 2.036.405 M3/hari. Akan tetapi karena sifat alami minyak bumi yang tidak dapat diperbaharui, ditambah pengurasan secara terus menerus. Sementara cadangan baru belum ditemukan, maka produksi minyak mentah di WKP (Wilayah Kerja Pertamina) ASSET I Rantau terus anjlok menjadi sekitar 997 M3 dalam tahun fiskal 1997/1998 (status September 1997). Sedangkan produksi gasnya hanya sebanyak 4,1 Milyar Kaki Kubik dalam TF yang sama.

Penurunan produksi setelah mencapai puncak di tahun 1972 umumnya bersifat alamiah, sehingga upaya peningkatan produksi tahap I merupakan tantangan yang paling berat. Berbeda dengan upaya peningkatan produksi gas yang relatif lebih mudah untuk dilaksanakan ketimbang menangani sumur-sumur yang telah berproduksi lebih dari 10 tahun. Sebab, sewaktu-waktu dapat mengakibatkan low production pada sumur yang digarap akibat keadaan depleted dan faktor-faktor lainnya seperti, kenaikan kadar air yang relatif cepat pada sumur existing dan KUPL. Ditambah lagi bahwa pada umumnya sumur-sumur KUPL sudah dekat pada batas air minyak.

Penurunan produksi minyak di WKP Area Operasi Rantau yang mulai dirasakan pada tahun 1973, sebenarnya sudah diantisipasi melalui usaha pengembangan baru melalui sistem pengurasan dari reservoir. Sedangkan untuk menambah daya pengurasan minyak dari reservoir yang tidak terjangkau dengan cara primary recovery telah pula dilaksanakan melalui cara secondary recovery atau penyerapan tahap kedua.

Pilot Proyect Secondary Recovery ini pernah dilakukan pada lapisan pasir 560/Al terhadap 7 sumur di Lapangan Rantau yang ternyata mampu menghasilkan minyak sekunder rata-rata sebanyak 138 m3/hari. Kegiatan Own Secondary Recovery dengan cara menginjeksi air laut dinilai masih kurang ekonomis bila dibandingkan dengan biaya operasi dan penghasilan produksi yang diperoleh, sehingga akhirnya proyek tersebut terpaksa dihentikan sejak 1 November 1988.

Disamping kerjasama dengan Nesodeco Ltd., sejak 20 September 1972 juga telah dilakukan hal yang sama dengan Japex Rantau Ltd. dalam Proyect Secondary Recovery untuk mengangkat minyak mentah dari sumur-sumur lama yang sudah dianggap kurang produktif. Pelaksanaannya dilakukan pada lapisan 600, 640 dan 660 terhadap 57 sumur atau 63 string.

Berdasarkan perhitungan, dari Proyect Secondary Recovery ini akan dihasilkan sekitar 400 sampai 450 m3 perhari pada awal produksi dan puncaknya akan tercapai setelah lima tahun dengan hasil produksi sebesar 520 m3 perhari. Dan pada tahun 1988 telah berhasil diproduksi minyak mentah dari proyek tersebut sebesar 151.157,7 m3. Ini berarti 22 persen dari keseluruhan produksi Lapangan Rantau dihasilkan dari proyek penyerapan tahap kedua (Secondary Recovery).

Sejak tanggal 31 Maret 1992 pengelolaan kegiatan Secondary Recovery yang semula dilaksanakan oleh Japex Rantau Ltd. telah diserahkan kepada Pertamina dan untuk selanjutnya dioperasikan sendiri oleh Lapangan Rantau.

Usaha untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak di Rantau dan sekitarnya yang telah dilaksanakan melalui berbagai kegiatan utama maupun jangka panjang, tetap mengacu kepada penekanan biaya produksi serendah mungkin dan pelaksanaan Waskat (pengawasan melekat) dibidang administrasi, keuangan dan tatalaksana operasi.

Sejak tahun 1988, hasil pengembangan produksi melalui pengeboran baru dan KUPL ikut mempertahankan tingkat produksi.

Selain pelaksanaan pengeboran baru di 13 struktur produktif yang ada di Area Operasi Rantau (status 1998), telah pula dilakukan pengembangan struktur baru pada tahun 1992 di Perapen yang menghasilkan satu lagi sumur produktif. Sedangkan struktur di Bukit Tiram (1992), Paluh Sipat (1993) dan sekitar struktur Paya Bujuk (1995) tidak memberikan cadangan potensial seperti yang diharapkan. Ketiga struktur itu masih perlu pengkajian lebih lanjut.

Dalam era tahun 1997 di Area Operasi Rantau terdapat sebanyak 7 struktur aktif dan dua struktur non aktif yang keseluruhannya berada di Kabupaten Aceh Tamiang. Sedangkan sumur yang tercatat sampai September 1997 berjumlah sebanyak 111 sumur masing-masing terdiri dari 88 sumur minyak dan 23 sumur gas. Sedangkan 654 sumur sudah dinyatakan tidak berproduksi lagi.

Namun demikian bukan berarti lantas masa depan Area Operasi Rantau jadi suram. Sebab keberadaan dan prospek cadangan migas di kawasan itu masih menjanjikan masa depan yang lebih baik, karena cadangan itu diperkirakan mencapai angka 72,1 juta barrel minyak dan 683,1 milyar kaki kubik untuk gas yang masih terpendam di bumi Tamiang.

Sebagai informasi tambahan dapat dijelaskan bahwa sejak diberlakukannya penggabungan Tambang Minyak Aceh dan Sumut menjadi Unit EP-I, Lapangan Rantau telah dipimpin oleh 12 orang Ka. Lapangan yang secara berturut-turut pernah dipimpin oleh Amir Hamzah, Hassan Abbas, Ben Husin, Ir. HJ. Tupamahu, Ir. Idrus Syahrial, Hadrani, H. Suparman KS, Toerido Brodjo Loekito, Ir. H. Sofyan A. Siregar, Ir. H. Luqman Hakim, Ir. H. M. Assegaf, Ir. H. T. Rustam dan Ir. H. Achmad Arifin. Sedangkan pada masa sebutan ASSET I, Manajer Asetnya adalah Ir. IDK. Sunarda. Akan tetapi sayang, Ir. Sunarda tidak dapat meneruskan tugasnya karena keburu menghadap kehadirad Allah S.W.T. Jabatan yang kosong itu kini dirangkap oleh KOORTEK

Area Operasi Pangkalan Susu

Sebagai salah satu lapangan eksploitasi dan produksi yang bernaung dibawah panji Pertamina Operasi EP. Rantau, Lapangan EP. Pangkalan Susu yang telah berganti nama menjadi daerah administrasi ASSET II Pangkalan Susu dan sekarang dikenal dengan sebutan Area Operasi Pangkalan Susu, sejak ditemukan pada pengujung abad XIX oleh Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company, setelah rangkaian penemuan sumur minyak di Telaga Said, memang sangat minim catatan agendanya di arena industri perminyakan baik semasa Kolonial Belanda maupun dimasa perjuangan perminyakan. Namun demikian bukan berarti bahwa Pangkalan Susu tidak punya andil dalam menumbuhkembangkan Pertamina dari puing-puing besi tua di Pangkalan Berandan hingga menjadi BUMN yang terbesar di Asean.

Sebagai gambaran dapat dijelaskan disini, ada dua hal yang patut diingat oleh para generasi muda Indonesia, yaitu : Apa bila pada tahun 1958 di Pangkalan Susu tidak ada pelabuhan minyak yang pertama di Indonesia, mana mungkin Permina dapat mengekspor minyak mentah ke Jepang dengan mempergunakan tanker Shozui Maru dalam upaya mencari dana (devisa) untuk membangun kembali industri perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh.

Dengan keberhasilan tersebut Permina telah memperoleh masukan dana sebesar US$ 30.000,- dan itu merupakan catatan bersejarah kedua yang terjadi di Pelabuhan khusus Pangkalan Susu setelah pada tahun 1918 BPM untuk pertama kalinya berhasil mengekspor minyak mentah senilai 35,4 juta Gulden dari Pelabuhan minyak Pangkalan Susu.

Pada hal waktu itu kondisi pelabuhan minyak Pangkalan Susu yang dibangun oleh Belanda pada tahun 1898 lengkap dengan segala fasilitas pendukungnya, masih berada dalam keadaan yang memprihatinkan akibat dibombardir oleh puluhan pesawat pembom “Mustang” milik angkatan udara Sekutu untuk melumpuhkan basis logistik BBM eks BPM yang telah dikuasai oleh Jepang. Peristiwa pemboman ini terjadi pada tanggal 4 Januari 1945. Itu satu


Kedua. Disaat Permina membutuhkan minyak mentah baik untuk diekspor maupun untuk keperluan kilang BBM di Pangkalan Berandan, Lapangan EP Pangkalan Susu juga ikut ambil bagian sebagai pemasok minyak mentah walau hanya sekitar 27 ribu meter kubik di tahun 1958 yang dihasilkan dari struktur Paluh Tabuhan Timur dan Arubai.

Satu hal yang menggembirakan pada masa revolusi fisik bahwa dari sekian banyak sumur minyak di struktur Paluh Tabuhan Timur, tercatat sumur Telaga 49 yang mampu menghasilkan minyak mentah berkualitas tinggi. Selain itu minyak yang dihasilkan juga tidak perlu diolah lagi karena sudah siap pakai dan dapat dipergunakan untuk bahan bakar kenderaan bermotor serta keperluan lainnya. Itulah keistimewaan sumur Telaga 49 di struktur Paluh Tabuhan Timur yang sekarang berada di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Pada tahun 1997 dari 15 struktur yang ada di wilayah kerja Area Operasi Pangkalan Susu tercatat sebanyak 4 struktur yang sudah tidak berproduksi, yaitu, Besitang, Wampu, Batu Mandi dan Pulau Sembilan. Sedangkan struktur yang paling produktif pada tahun itu adalah Pulau Panjang dengan tingkat produksi minyak mentah sebesar 20.185 m3. Menyusul di belakangnya adalah struktur Gebang (20.172 m3), Paluh Tabuhan Timur (15.289 m3), Paluh Tabuhan Barat (11.046 m3) dan struktur Pantai Pakam Timur (10.121 m3).

Produksi puncak yang pernah dicapai di Area Operasi. Pangkalan Susu terjadi pada tahun 1978 dengan jumlah produksi sebesar 437.480 m3 atau 2.751.749 barrel. Pada tahun 1997 jumlah produksinya anjlok sebesar 355.468 m3 menjadi hanya 82.012 m3.

Sementara produksi gas di Area Operasi Pangkalan Susu terjadi pasang-surut sejak tahun 1961 sampai tahun 1997. Produksi awal yang dihasilkan dari struktur Paluh Tabuhan Timur tercatat sebesar 24.371 Mm3 sedangkan struktur lainnya belum terjamah.

Sampai dengan tahun 2004 (data Mei) di wilayah Area Pangkalan Susu terdapat sebanyak 995 sumur yang tersebar di 37 struktur. Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 113 sumur yang berproduksi, 155 sumur ditangguhkan dan 727 sumur berstatus ditinggalkan.

Sementara wilayah kerja Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu di Provinsi Sumatera Utara tercatat seluas sekitar 14.211,74 Km2, termasuk di dalamnya wilayah Kabupaten Langkat yang dikuasai oleh Pertamina ada seluas 8.377.586,37 m2 sisanya berada di Kabupaten Deli Serdang dan Kota Madya Binjai.

Cadangan migas Area Operasi Pangkalan Susu berada di dalam cekungan Sumatera Utara. Cekungan ini merupakan cekungan Tersier yang di belahan Timur Laut dibatasi Paparan Sunda, di sebelah Selatan dibatasi Busur Asahan dan di sebelah Barat Daya dibatasi Pegunungan Bukit Barisan.

Di cekungan Sumatera Utara terdapat akumulasi minyak dan gas bumi seperti yang telah diproduksi di Area Operasi Pangkalan Susu, Area Operasi Rantau, Lapangan Arun dan sebagainya.

Proses pembentukan cekungan Sumatera Utara terjadi setelah terjadinya gerakan tektonik pada akhir jaman Misosoikum atau sebelum berlangsungnya pengendapan sedimen Tersier.

Gerakan-gerakan konvergern terjadi pada akhir tersier dan menghasilkan bentuk cekungan bulat memanjang dan berarah ke Barat Laut Tenggara.

Pengendapan sedimen yang terjadi selama Tersier, secara umum dimulai dengan transgresi dan disusul regresi setelah berada pada kedalaman maksimum tercapai. Kemudian disusul pula dengan adanya gerakan - gerakan tektonik berupa gerakan konvergern serong pada akhir tersier sebagai bagian dari gerakan tektonik regional pada masa itu.

Pada cekungan Sumatera Utara terdapat dua pola struktur, yaitu jaman Pra Tersier dan Tersier Atas (Plio Plestosen), pola strukturnya sama dengan pola struktur umum yang terdapat pada cekungan-cekungan di sepanjang back arc Pulau Sumatera.

Dalam cekungan Sumatera Utara terdapat pula sedimen - sedimen dari endapan darat, transisi dan laut dalam yang terjadi melalui proses transgresi.

Proses transgresi telah membentuk endapan-endapan batuan klastik berbutir kasar dan halus, batuan lempung hitam, napal, batuan lempung, gamping dan serpih, semuanya diendapkan dan terletak tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier.

1. Stratigrafi

Berbicara mengenai stratigrafi dapat dijelaskan sebagai berikut :

Terjadi endapan cekungan Sumatera Utara dimulai pada Oligosen-Awal, berupa batuan sedimen klastik kasar di atas batuan pratesier yang disebut juga sebagai formasi Prapat. Sedangkan di atas formasi Prapat mengendap batuan lempung hitam yang yang kemudian disebut sebagai formasi Bampo.

Sementara ketika trasgresi laut mencapai puncak dan berhenti pada Miosen Awal, pengendapan batuan napal yang banyak mengandung foraminitera planktonik disebut sebagai formasi Peutu.

Sedangkan di bagian Timur cekungan formasi Peutu terdapat endapan formasi Belumai yang berkembang menjadi dua facies sedimen klasik dan karbonat.

Proses pengendapan itu terus berlangsung sampai masa Miosen Tengah dengan pengendapan serpih dari formasi Baong yang di atasnya diendapan formasi Keutapang, Seureula dan formasi Julok Rayeuk yang merupakan type regresi.

Pada posisi tidak selaras, di atasnya diendapkan Tufa Toba dan Aluvial seperti yang tergambar dalam diagram Stratigraphi cekungan Sumatera Utara.

Dapat ditambahkan di sini bahwa minyak dan gas bumi yang terdapat di wilayah kerja Asset Pangkalan Susu dihasilkan dari lapisan batu pasir bagian tengah formasi Baong (MBS) dan lapisan pasir bagian bawah formasi Keutapang.

Sebagai gambaran dapat dijelaskan di sini bahwa formasi Baong pada umumnya berbutir pasir halus, masif, mengandung mineral glankonit, bersih dengan porositas sedang sampai baik. Sementara pada lapisan tipis, umumnya berbutir, lempungan, porositas jelek dan serpih.

Kelompok dari lapisan batu pasir bagian tengah formasi Baong di struktur Besitang dan Paluh Tabuhan Barat disebut sebagai Besitang River yang mampu menghasilkan minyak dan gas bumi.

Sementara formasi Keutapang diendapkan pada kondisi neritik dalam hingga marin dan merupakan zone produktif di struktur Gebang, Paluh Tabuhan Timur dan struktur Pulau Panjang.

2. Struktur Geologi

Setelah disampaikan secara selintas mengenai Stratigrafi, maka kini akan dipaparkan mengenai struktur geologi yang ada di wilayah kerja Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu. Struktur geologi di daerah ini dicirikan oleh struktur antiklin dengan arah Barat Laut Tenggara. Sedangkan pada bagian Timur Laut berupa antiklin dengan sumbu terletak di pantai Selat Malaka dengan puncak di struktur Gebang dan Paluh Tabuhan Timur.

Sementara antiklin yang lain, ke arah Barat Daya, yaitu antiklin panjang dengan puncak di struktur Securai dan Pulau Panjang. Sedangkan yang mengarah di atas Barat Daya adalah antiklin Tabuhan Barat dengan puncaknya di struktur Paluh Tabuhan Barat dan antiklin dengan puncak di struktur Besitang.

Sesar berupa sesar normal dan sesar naik di daerah ini. Sesar normal biasanya sejajar dengan sumbu lipatan tetapi ada beberapa mengarah Timur Barat dan Utara Selatan. Sesar naik seperti pada bagian Timur Laut Besitang diperkirakan berasosiasi dengan serpih diapir.

Intrusi serpih merupakan hal yang biasa dalam cekungan Sumatera Utara. Serpih dari formasi keutapang. Sering antiklin berasosiasi intrusi dan serpih tersebut diperkirakan merupakan media migrasi dari hidrokarbon dari batuan asal dalam serpih formasi Baong ke dalam formasi Keutapang.

Adanya lipatan-lipatan dan diapir seperti tersebut di atas kemungkinan ada kaitannya dengan Block Faulting di batuan dasar yang dapat diidentifikasikan sebagai mekanisme utama cekungan Sumatera Utara.

Seperti telah dijelaskan pada lembaran sebelumnya bahwa sejak tahun 1884 sampai tahun 1998 untuk wilayah kerja Area Operasi Pangkalan Susu sudah dikerjakan sebanyak 37 struktur didrokarbon yang berserak di Kabupaten Langkat dan Deli Serdang serta di sekitar kawasan kota Madya Medan (struktur Polonia ).

Dari jumlah tersebut tercatat sebanyak 7 struktur yang dinilai komersial, yaitu masing-masing adalah .

1. Struktur Paluh Tabuhan Timur (Langkat).

Struktur ini terletak pada antiklin yang berarah Barat Laut Timur Tenggara. Dua sesar normal berarah Barat Laut Tenggara, memotong bagian tengah antiklin dan membentuk pola yang sejajar. Bagian tengah relatif turun terhadap sayap Timur Barat dan miring ke Utara dan ke Timur Laut Barat Daya miring ke Barat Laut.

Lapisan atau zona penghasil hidrokarbon dari struktur ini terdapat pada batu pasir formasi Keutapang di zone 1080, 1030, 1000-B, 1000-A, 990, 950-B, 950-A, 910 dan 850. Gas dominan berada pada daerah sekitar Tenggara struktur Paluh Tabuhan Timur, yaitu zone 950-B, 950-A, 910 dan 860-B, yang merupakan pemasok utama gas ke konsumen di samping struktur Gebang.

Kumulatif produksi minyak dan kondensat sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar 21.522 Mstb ( 79,95 % Rec.Res. ). Perkiraan sisa cadangan minyak dan kondensat per 01 Januari 2000 adalah pasti 5396,6 Mstb. Withdrawl Rate sebesar 0,94 persen. Sedangkan untuk tahun 2000 jumlah produksi minyak mentah yang dihasilkan adalah sebanyak 33.307,330 m3. Untuk tahun 2001 tercatat sebesar 17.625,269 m3. Tahun 2002 produksinya sebesar 13.026,439 m3. Sedang untuk Tahun 2003 tercatat sebesar 11.592,21m3. Untuk tahun 2004 (Jan-Mei) terdata produksinya sebesar 5.815,45m3.

Sementara kumulatif produksi gas (asosiasi dan non asosiasi) pada akhir tahun 1999 tercatat sebanyak 167.580,4 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2000 produksi gas dari struktur ini tercatat sebesar 10.798,37 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2001 produksinya terdata sebesar 8.826,07 MMSCF. Untuk tahun 2002 produksinya menurun menjadi sebesar 7.688,86 MMSCF. Untuk tahun 2003 produksinya tercatat sebesar 7.620,93 MMSCF. Tahun 2004 (Jan-Mei) adalah sebesar 3.321,32 MMSCF.

Semua migas tersebut dihasilkan melalui 37 sumur dari 131 sumur yang ada di struktur Paluh Tabuhan Timur sedangkan sisanya, 94 sumur dinyatakan sudah tidak berproduksi lagi. Dari 94 sumur, 13 sumur diketahui sebagai sumur kering (data Mei 2004).

Dapat ditambahkan di sini bahwa struktur Paluh Tabuhan Timur mempunyai WDR yang rendah karena sebagian besar sumur - sumur berproduksi pada lapisan atas yang mengandung gas.

2. Struktur Gebang (Langkat).

Struktur Gebang sebagai penghasil minyak dan gas dari formasi Keutapang bawah merupakan antiklin yang berarah Timur Barat dengan dua kulminasi yang masing - masing menyerupai dome. Kedua kulminasi pada zone 860-A1, 860-A2, 860-B2 dan 900 dipisahkan oleh sesar normal berarah Barat Laut Tenggara. Untuk memudahkan pembahasan zone tersebut dibagi dalam 2 segment, yaitu segment Barat dan segment Timur yang dibatasi oleh sesar normal.

Pada zone 950, 1000-A1, 1000-A2,1000-B, 1030-A, 1030-B1 dan 1030-B2 ditandai oleh sepasang sesar normal yang berarah Barat Laut Tenggara di mana bagian tengahnya relatif turun terhadap kedua ujung-ujungnya.

Kumulatif produksi minyak dan kondensat dari struktur Gebang sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar 6.858 Mstb (80,7 Rec.Res.). Sedangkan produksi minyak pada tahun 2000 tercatat sebesar 14.110,74m3. Untuk tahun 2001 tercatat 13.823,48 m3. Sedang dalam tahun 2002 produksinya mencapai sebesar 13.086,95 m3. Untuk tahun 2003 jumlah produksinya terdata sebesar 10.781,72 m3. Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya adalah sebesar 5.774,15 m3.

Sedangkan produksi gas tahun 2000 tercatat sebesar 8.477,34 MMSCF. Tahun 2001 naik menjadi sebesar 9.100 MMSCF. Tahun 2002 produksinya meningkat lagi menjadi sebesar 9.848,70 MMSCF. Sementara untuk tahun 2003 tercatat sebesar 9.416,61 MMSCF. Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya tercatat sebesar 4.336,39 MMSCF.

Sementara jumlah sumur di struktur Gebang ada sebanyak 56 sumur dan dari jumlah itu tercatat sebanyak 47 sumur yang masih aktif dan 9 sumur sudah tidask berproduksi lagi. (data Mei 2004).

Dalam upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan produksi minyak dan gas bumi di struktur Gebang serta untuk meningkatkan laju pengurasan cadangan, pengembangan sumur akan terus dilakukan di daerah Timur dan Tenggara, disamping upaya KUPL dan reparasi sumur.

4. Struktur Paluh Tabuhan Barat (Langkat).

Struktur Paluh Tabuhan Barat adalah merupakan kumulasi dari antiklin yang memanjang dalam arah Barat Laut Tenggara. Struktur ini dipotong oleh dua sesar normal yang searah dengan antiklin membagi struktur ini menjadi tiga segment, yaitu segment Barat Daya, segmen Tengah dan segment Timur Laut.

Sedangkan batuan reservoir di struktur Paluh Tabuhan Barat termasuk dalam katagori Middle Baong Sand atau juga disebut sebagai Besitang River Sand.

Struktur Paluh Tabuhan Barat sebagai penghasil minyak dari formasi Baong Tengah meliputi lapisan-lapisan BRS-1, BRS-2, BRS-3 dan BRS-4 yang mempunyai permeabilitas sangat kecil.

Dari struktur Paluh Tabuhan Barat telah diperoleh kumulatif produksi minyak dan kondensart sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar 7.811,20 Mstb. (67.15 persen Rec. Res.). Perkiraan sisa cadangan minyak dan kondensat per awal Januari 2000 adalah pasti 3.820,78 Mstb. Mungkin 628,16 Mstb dan harapan tidak ada. Withdrawl Rate sebesar 0,87 persen.

Sedangkan produksi di tahun 2000 tercatat sebesar 4.268,78 m3. Tahun 2001 tercatat sebesar 6.203,49 m3. Tahun 2002 sebesar 6.838,49 m3, dan pada tahun 2003 produksinya turun menjadi 5.569,81m3. Sedangkan untuk Januari-Mei 2004 produksinya adalah sebesar 2.717,848 m3

Sementara produksi gas yang berasal dari struktur Paluh Tabuhan Barat pada tahun 2000 adalah sebesar 2.258,90. Tahun 2001 tercatat sebesar 2.594,13 MMSCF. Tahun 2002 produksinya meningkat menjadi 3.125,13 MMSCF. Sedangkan produksi untuk tahun 2003 juga ikutan turun seperti minyak mentah menjadi 2.569,26 MMSCF. Untuk Tahun 2004 (data Jan-Mei) produksi tercatat sebesar 912,4575 MMSCF

Sementara jumlah sumur yang sudah dibor di struktur Paluh Tabuhan Barat terdata sebanyak 45 sumur, 9 sumur masih diproduksikan sebagai sumur minyak dan sisanya 36 sumur sudah tidak berproduksi lagi (data Mei 2004).

Untuk meningkatkan penambahan produksi gas di struktur Paluh Tabuhan Barat yang mempunyai WDR rendah karena permeabilitas batuan sangat kecil.

5. Struktur Pulau Panjang (Langkat).

Sebagai penghasil minyak dan gas bumi dari formasi Keutapang melalui lapisan atau zone 680, 660, 640, 620, 580, 560, 535, 480-OB, 480-BB dan 460. Kesepuluh zona itu adalah merupakan zona penghasil minyak yang kumulatif produksinya hingga akhir tahun 1999 tercatat sebesar 15.300,98 Mstb (77,3 persen Rec. Res.) Sedangkan produksi pada tahun 2000 tercatat sebesar 7.919,447 m3. Tahun 2001 sebesar 12.234,576 m3. Tahun 2002 tercatat berjumlah 9.298,178 m3. Untuk tahun 2003 tercatat sebesar 4.564,553 m3. Tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya tercatat sebesar 1.521,483 m3

Perkiraan sisa cadang minyak di struktur yang ditemukan pada tahun 1928 sampai akhir tahun 1999 adalah pasti 4.490,27 Mstb, Mungkin dan Harapan tidak ada. Withdrawl Rate sebesar l,39 % Struktur Pulau Panjang mempunyai WDR rendah karena sedikitnya jumlah sumur yang diproduksikan disebabkan faktor mekanis dan kondisi permukaan tidak memungkinkan untuk melaksanakan pekerjaan sumur (lokasi sulit dan berat).

Kumulatif produksi gas (assosiasi dan non assosiasi) sampai dengan akhir Desember l999 tercatat sebesar 2.327,05 MMSCF. Tahun 2000 sebesar 96,31 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2001 produksinya merosot menjadi sebesar 51,12 MMSCF. Untuk tahun 2002 produksi gas dari struktur ini naik lagi menjadi sebesar 65,68 MMSCF. Sementara untuk tahun 2003 produksinya tercatat sebesar 51,56 MMSCF. Sedangkan untuk Tahun 2004 tercatat sebesar 18,3952 MMSCF (data Jan-Mei)

Sementara jumlah sumur yang ada di struktur Pulau Panjang tercatat sebanyak 66 sumur (termasuk sumur peninggalan BPM). Dari jumlah itu tercatat sebanyak 55 sumur yang sudah tidak produksi. Ini berarti yang produktif hanya 11 sumur. (data Mei 2004).

6. Struktur Arubay (Langkat).

Struktur Arubay sebagai penghasil minyak dan gas bumi melalui zone 580, 535 dan 480 dari formasi Keutapang , kumulatif produksi minyak sampai akhir tahun 1999 adalah sebesar 487,67 Mstb (56,l % Rec . Res ). Sedangkan perkiraan sisa cadangan minyak per awal Januari 2000 adalah Pasti 380,93 Mstb. Dan yang berhasil diproduksi pada tahun 2000 adalah sebesar 1.112,06 m3. Tahun 2001 produksinya tercatat sebesar 435,18 m3. Untuk tahun 2002 sebesar 168,75 m3, dan di tahun 2003 anjlok menjadi 52,50 m3.

Sementara untuk gas bumi, kumulatif produksinya sampai akhir 2000 adalah sebesar 133,68 MMSCF. Tahun 2001 tercatat sebesar 111,17 MMSCF. Tahun 2002 sebesar 75,91 MMSCF. Sedangkan untuk 2003 produksinya tercatat sebesar 60 MMSCF

Sedangkan jumlah sumur yang sudah dikembangkan di struktur Arubay adalah sebanyak 135 sumur. Dari jumlah itu tercatat 3 sumur aktiv diproduksikan, 4 sumur ditanggungkan dan sisanya ditinggalkan sementara.

7. Struktur Wampu (Kodya Binjai).

Struktur Wampu merupakan struktur penghasil gas dan kondensat dari formasi Belumai di zone BLM-1 dan BLM-2 pada kedalaman sekitar 2400 meter dari permukaan laut.

Struktur yang diaktifkan kembali pada tahun 1999 melalui sumur WP-02 dan WP-06 telah memproduksi gas sekitar 5 MMSCF, dan kondensat sekitar 50m3 per hari. Sedangkan sisa cadangan minyak yang pasti adalah sebesar 5,5 MMSCF dan gas bumi sekitar 40,446 MMSCF.

Untuk tahun 2000 dari struktur ini telah berhasil produksi minyak mentah sebanyak 20.961,98 m3. Tahun 2001 produksinya menurun menjadi sebesar 16.377,80 m3 dan anjlok secara drastis menjadi tinggal sebanyak 3.207,51m3. Untuk tahun 2003 produksinya terus menurun menjadi sebesar 2.063 m3 akibat sejak bulan Februari 2003 sumurnya tidak berproduksi lagi.

Sedangkan produksi gas alam pada tahun 2000 tercatat sebesar 1.847,80 MMSCF. Tahun 2001 sebesar 1.364,82 MMSCF. Untuk tahun 2002 sebesar 263,06 MMSCF. Sedangkan untuk tahun 2003 truktur Wampu sudah tidak memproduksi gas lagi.

Akan tetapi syukur alhamdulillah, berkat kegigihan insan permigasan di Area Operasi Pangkalan Susu, struktur Wampu dapat diaktifkan kembali sejak tanggal 30 Mei 2004 melalui sumur Wampu-02 dan produksinya terus meningkat dari 47,952 m3 (gross-tgl.30/5/2004) naik menjadi 65,683 m3 (gross) atau nett 52,668 m3 (nett-tgl.13/6'2004) untuk minyak mentah. Sedangkan pada tanggal yang sama, produksi gas alam dari sumur yang sama tercatat sebesar 4.1917 MMSCFD.

8. Struktur Pantai Pakam Timur (Deli Serdang).

Struktur Pantai Pakam Timur sebagai penghasil gas dari formasi Belumai di lapisan 2400, 2385 dan dari formasi Keutapang pada zone 1275 melalui 7 sumur pengembangan telah berhasil memproduksi kondensat sebesar 159 Mstb (7,2 persen Rec.Res.) dan kumulatif produksi gas non asosiasi sampai akhir tahun 1999 tercatat sebesar 14.962 MMSCF. Sedangkan untuk 2000 telah diproduksi gas sebesar 4.184 MMSCF.Tahun 2001 meningkat menjadi 4.284,7 MMSCF. Tahun 2002 meningkat lagi menjadi 4.305 MMSCF. Sementara untuk tahun 2003 produksinya tercatat sebesar 4.255,02 MMSCF, dan pada tahun 2004 (Jan-Mei) produksinya tercatat sebesar 2.050,21 MMSCF.

Mengingat bahwa mekanisme pendorong di struktur Pantai Pakam Timur berupa depletion drive, water drive dan kombinasi keduanya, potensi reservoir penghasil gas di struktur ini dapat dikatakan masih cukup baik, walaupun dewasa ini hanya dua sumur yang diproduksikan, dua sumur ditangguhkan, tiga sumur pengamatan dan satu status ditinggalkan.

Di samping memproduksikan gas, struktur Pantai Pakam Timur juga ada memproduksi minyak mentah sebanyak 45,46 m3 pada tahun 2000 (Januari dan Maret). Tahun 2001 nol, dan pada tahun 2002 (Mei, Oktober, November & Desember) produksinya tercatat sebesar 350,86 m3. Sedangkan untuk tahun 2003 produksinya kembali turun menjadi sebesar 272,28 m3. Untuk tahun 2004 (data Maret-Mei) produksinya tercatat sebesar 66,22 m3.

Dari 7 sumur yang ada di struktur Pantai Pakam Timur tercatat sebanyak 4 sumur yang sudah tidak berproduksi lagi.

Sementara itu selain yang dikelola sendiri oleh Pertamina, masih ada beberapa struktur yang dikelola oleh mitra usaha Pertamina, yaitu masing-masing adalah Struktur Diski dan Basilam Selatan dikerjakan oleh TAC PT. Putra Kencana Basilam Petrogas sejak Juli 2002 sudah tidak berproduksi.

Struktur Batu Mandi dikelola oleh TAC PT. Putra Batu Mandi Petroleum, tapi sejak tahun 2001 sudah tidak berproduksi lagi.

Struktur Pulau Sembilan, Arbey, ARO dan Secanggang yang berada di lepas pantai Teluk Haru dan Stabat dikelola oleh JOB Pertamina-COSTA IG Ltd., dulu dikelola oleh JOB Pertamina-Japex North Sumatera Ltd.

Sebagai salah satu lapangan eksplorasi dan produksi di wilayah operasional Pertamina DOH NAD- Sumbagut, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu mempunyai andil yang besar dalam mempertahankan keberadaan Pertamina di Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara, khususnya dalam hal pengadaan minyak dan gas bumi, teristimewa mengenai masukan PAD bagi Pemkab Langkat dan Sumatera Utara.

Setelah mengalami masa suram selama lebih kurang 18 tahun, ketika produksi puncaknya di tahun 1978 (437.480 m3) anjlok menjadi hanya sekitar 91.486 m3 di tahun 1996, dan pada tahun 2000 produksi minyak mentah di wilayah kerja Area Operasi Hulu Pangkalan Susu telah menunjukkan suatu peningkatan produksi yang cukup menggembirakan, yaitu sudah dapat mencapai angka sebesar 128.038,999 m3 yang terdiri dari produksi Pertamina sendiri (own production) sebesar 90.427,499 m3 dan plus mitra usaha sebesar 37.611,500 m3.

Upaya yang dilakukan hingga dapat meningkatkan jumlah produksi di lingkungan Area Pangkalan Susu pada Tahun 2000 antara lain adalah melalui cara membuka zone 850 di struktur Paluh Tabuhan Timur. Reparasi dan perawatan sumur POL-01 dan WP-02. Optimasi sumur-sumur gas lift dan peningkatan perolehan kondensat dengan cara memasang coller di SP/SK yang ada di Area Operasi Pangkalan Susu.

Dengan diterapkannya sistem tersebut di atas, maka tingkat produksi minyak mentah di Area Operasi Pangkalan Susu berhasil melampaui target sekitar 133 persen pada Tahun Anggaran 1999/2000.

Namun mengingat bahwa struktur migas yang ada di WKP Area Operasi Pangkalan Susu rata-rata sudah berumur di atas 20 tahun, maka sesuai dengan sifat energi forsil yang tidak dapat diperbaharui, produksi minyak mentah dari daerah ini menurun menjadi sebesar 72.510,874 m3 di tahun 2002, dan pada tahun 2003 produksinya meningkat dalam jumlah yang cukup signifikan yaitu sebesar 126.702,066 m3.

Sementara untuk produksi gas sejak tahun 2000 ada sedikit mengalami fluktuasi karena menurunnya tingkat pemakaian di konsumen PLN Paya Pasir, Medan dan kilang LPG Unit Pengolahan I Pangkalan Berandan. Namun demikian untuk mengantisipasi kemungkinan meningkatnya konsumsi gas di masa mendatang, maka akan diupayakan sumber-sumber gas dari hasil temuan baru atau pengemban struktur – struktur marginal.

Dalam kaitan itu, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu telah melakukan pengkajian kemampuan penyaluran gas yang berdasarkan hasil uji produksi sumur dari beberapa struktur produktif dapat diketahui bahwa kemampuan pasokan gas dari daerah ini adalah sekitar 92 MMSCFD. Jumlah ini belum termasuk produksi gas yang dihasilkan oleh JOB Pertamina Japex North Sumatera Ltd. Sebesar 16,3 MMSCFD dan TAC Basilam sebanyak 4,1 MMSCFD yang bila ditotalkan secara menyeluruh produksi gas dari Area Operasi Pangkalan Susu pada tahun 2000 tercatat sebesar 27.796,3980 MMSCF. Sedangkan pada tahun 2001 produksinya turun menjadi 26.339,4725 MMSCF dan pada tahun 2002 turun lagi menjadi sebesar 25.372,2770 MMSCF. Produksi pada tahun 2003 tercatat sebesar 23.973,3978 MMSCF.

Dari uraian di atas jelas terbaca bahwa produksi gas di Area Operasi Pangkalan Susu sejak tahun 2001 terus mengalami penurunan rata-rata di atas 1000 MMSCF per tahun.

Sementara untuk kelancaran pengiriman minyak dan gas bumi dari sumur – sumur migas yang bertebaran di struktur-struktur produktif sampai ke Tank Meter dan tempat penampungan di Tank Yard, Bukit Khayangan, Pangkalan Susu yang nantinya akan disalurkan ke kilang BBM UP-I Pangkalan Berandan dan kilang lainnya, termasuk pengiriman gas untuk PLN, PGN dan sebagainya, di Area Operasi Pangkalan Susu terdapat sebanyak 6 (enam) Stasiun Pengumpul / Stasiun Kompressor (SP/SK) yang dilengkapi dengan 39 unit kompressor dari berbagai jenis dan ukuran. Kompressor-kompressor tersebut dipergunakan untuk melayani pasokan migas dari struktur-struktur yang ada di Area Operasi Rantau, Aceh Tamiang dan dari struktur di Area Operasi Pangkalan Susu untuk disimpan di Tank Yard, Bukit Khayangan, Pangkalan Susu atau langsung dikirim ke kilang BBM di Pangkalan Berandan atau dikapalkan ke kilang BBM di Cilacap / Lawi-lawi.

Sedangkan pengiriman minyak mentah untuk kilang BBM di luar Pulau Sumatera ataupun untuk ekspor, dilakukan dengan mempergunakan kapal tanker melalui SBM ( Single Bouy Mooring ) yang berada sekitar 31 km di lepas pantai Teluk Haru, Pangkalan Susu dekat perairan Selat Malaka.

Sebab perairan di pelabuhan pengekspor minyak tertua di Indonesia itu tidak dapat dimasuki oleh ocean tanker (tanker berukuran besar), maka dibangun Single Bouy Mooring di lepas pantai Teluk Haru, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang miniaturnya dapat anda lihat dalam bentuk Tugu di tepi jalan raya lintas Sumatera, tepatnya di Simpang Tiga Pangkalan Susu .Desa Lubuk Kasih, Kecamatan Berandan Barat,Kabupaten Langkat, Sumatera Utara yang merupakan satu-satunya jalan masuk ke kota Pangkalan Susu (Pusat Perkantoran Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu).

Berbicara mengenai lindungan lingkungan, tetap menjadi prioritas utama Pertamina untuk menanganinya secara serius, dan ini memang sudah menjadi komitmen Pertamina sejak dibentuknya Badan Koordinator Lindungan Lingkungan (BKLL) pada tanggal 7 Juni 1973. Pembentukan BKLL dapat juga diartikan sebagai deklarasi komitmen kegiatan industri perminyakan nasional.

Sedangkan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman para pekerja dan pekarya termasuk mitra kerja dan mitra usaha tentang arti pentingnya lindungan lingkungan, maka secara berkala Pertamina memberi kesempatan kepada insan perminyakan untuk mengikuti program pelatihan dan kursus termasuk yang menyangkut dengan masalah kesehatan dan keselamatan kerja serta pelatihan teknik untuk memadamkan api kebakaran (Fire Fighting Technique), exploisidemo dan sebagainya. Selain itu juga disediakan tempat praktek dan pelatihan usaha penanggulangan dan pemadaman api kebakaran di Fire Training Ground, Pangkalan Susu.

Tegasnya, masalah lindungan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja sudah sejak dulu diterapkan di semua fungsi operasional Pertamina.

Sebagai contoh telah diterapkannya upaya penyelamatan lindungan lingkungan serta keselamatan kerja di setiap lokasi pengeboran sumur minyak dan gas bumi juga tersedia tempat penampungan khusus untuk lumpur limbah pengeboran dan sisa-sisa tumpahan minyak dari peralatan bor dan sebagainya. Selain itu juga dilengkapi dengan peralatan pemadam api kebakaran dan alat pendeteksi kebocoran gas.

Sementara untuk mengantisipasi bahaya kebakaran di kompleks perkantoran dan perumahan karyawan termasuk kebakaran di lokasi sumur-sumur migas serta kebakaran di lingkungan pemukiman warga masyarakat, Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu juga menyediakan beberapa unit mobil pemadam kebakaran yang bermarkas di Kantor KK/LL Pangkalan Susu. “Tidak bekerja lebih baik dari pada bekerja” Itulah semboyan petugas Pemadam Api Kebakaran di Area Operasi Pangkalan Susu.

Pertamina dalam melaksanakan kegiatan eksplorasi sumber daya migas pada umumnya dilakukan di daerah rawa-rawa pasang surut, sehingga mau tidak mau, peran kendaraan alat-alat berat seperti bulldozer, payloader, grader, dump truck, beko, trado, scanner dan scammel memang sangat di butuhkan ketika membuka lokasi pengeboran baru.

Selain angkutan berat seperti tersebut di atas juga terdapat 4 unit bus karyawan dan belasanan kenderaan angkutan ringan jenis station wagon, Jeep dan pick-up.

Untuk merawat alat-alat berat dan kendaraan tersebut termasuk perawatan serta perbaikan mesin-mesin lainnya, di Area Operasi Pangkalan Susu juga tersedia bengkel mekanik yang juga dilengkapi dengan mesin bubut dan sebagainya.

Sedangkan untuk melaksanakan pengeboran sumur migas yang berada di seberang daratan Pangkalan Susu seperti di Pulau Panjang dan sekitarnya, di Area Operasi Pangkalan Susu juga tersedia satu unit kapal pendarat LC Lumba-lumba, tug boat dan beberapa unit speed boat.

Sementara untuk mendukung kelancaran operasional dan komunikasi antar fungsi antar daerah operasi, antar pekerja / pekarya yang bertugas di lokasi pengeboran maupun di SP/SK, di Area Operasi Pangkalan Susu juga ada sarana dan fasilitas telekomunikasi misalnya, Radio Multi & Single Channel, Base Repeater, Handy Talky, Two Way Radio, Central PABX, Perangkat jaringan internal, Saluran telepon PT Telkom, dan Satelit/SKSP (2 port voice & 3 port data).

Selain itu di areal kompleks Pelabuhan Minyak Pangkalan Susu juga terdapat fasilitas docking repair yang dikelola oleh Pertamina DOK PB/PS. Galangan kapal DOK Pangkalan Susu merupakan docking repair yang terlengkap di Sumatera Utara.

Sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kecerdasan sumber daya manusia Indonesia seutuhnya yang beriman dan taqwa, selain disediakan sarana dan fasilitas pendidikan mulai tingkat sekolah Taman Kanak-kanak, SD, SLTP, SMU dan Madrasah, di areal kompleks perumahan karyawan Pertamina Pangkalan Susu juga terdapat aset Perusahaan yang berbentuk rumah ibadah, yaitu Masjid Al Muhajirin di Bukit Kunci, Masjid Bitrul Ainan di Paluh Tabuhan dan Gereja.

Sebagai perusahaan vital milik Negara yang sampai saat ini masih diandalkan sebagai tulang punggung pengadaan PAD (Pendapatan Asli Daerah) dan masukan devisa bagi Negara termasuk sebagai pemasok BBM dan gas bagi masyarakat, maka stamina dan kebugaran para pekerja serta pekarya di lingkungan Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu harus tetap berada dalam kondisi prima.

Untuk tujuan dimaksud selain Poliklinik yang juga terbuka untuk umum, di Area Operasi Pangkalan Susu juga terdapat Stadion Olahraga (anno 1974) di Bukit Kunci yang terlengkap di Sumatera Utara dan bahkan stadion ini pernah beberapa kali dimanfaatkan untuk kompetisi sepak bola tingkat daerah dan nasional.

Selain lapangan sepak bola dan atletik, di sekitar Stadion Olahraga Bukit Kunci juga terdapat beberapa lapangan Tennis, Bola basket, Volly, Bulu Tangkis dan lapangan Golf mini juga terdapat satu gedung Pertemuan Petro Ria Bukit Kunci dan Gedung Petro Plaza atau Guest House di Bukit Khayangan, Pangkalan Susu.

Sejalan dengan adanya kebijakan restrukturisasi yang implementasinya telah melahirkanSurat Keputusan Direksi No.: KPTS-070/C0000/94 – S8 tanggal 11 Maret 1994, maka terhitung mulai 1 April 1995 struktur organisasi Pertamina DOH Rantau Asset Pangkalan Susu yang sebelumnya dipimpin oleh seorang Kepala Lapangan, dan sebutan Kepala Lapangan kemudian diganti sebutannya menjadi Manager Asset yang tugas operasionalnya membawahi wilayah kerja Pertamina Asset Hulu Pangkalan Susu di Sumatera Utara dan berkantor di Pangkalan Susu.

Sedangkan kantor induknya berada di Rantau, Aceh Tamiang yang dikenal dengan sebutan Pertamina Daerah Operasi Hulu Rantau atau biasanya disingkat dengan PERTAMINA DOH RANTAU.

Ketika struktur baru terbentuk berdasarkan SK Dirut Pertamina No.Kpts-004/C00000/2001-SO tanggal 11 Januari 2002, maka sebutan Manager Asset diganti menjadi Manager Area Operasi, dan sebagai Top Manajemen di Area Operasi Pangkalan Susu yang membawahi fungsi Perencanaan Operasi, Operasi Produksi, Work Over & Well Service dan Pemeliharaan. Sedangkan fungsi – fungsi lainnya seperti, Pml Top / Sip, KK/LL, Utilities, Infokom, Pergudangan, SDM, Keuangan, Sekuriti dan Hupmas secara administrasi tunduk kepada Manager masing-masing baik yang berkedudukan di Rantau, Kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam maupun di Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara.

Sementara puncuk pimpinan Pertamina yang pernah bertugas di Pangkalan Susu sejak terbentuknya struktur organinasi permanen pada tahun 1960-an tercatat sebagai berikut :

01. Ir. Soekadir : Menejer Lapangan 1965 – 1973
02. Ir. Pradipto : Menejer Lapangan 1973 – 1976
03. R.J. Soemardjo : Kepala Lapangan 1976 – 1979
04. Syafawi Azim : Kepala Lapangan 1979 – 1983
05. Syarief Komaruddin : Kepala Lapangan 1983 – 1987
06. Soeyoto : Kepala Lapangan 1987 – 1989
07. Ir. Iskandar Kasim : Kepala Lapangan 1989 – 1991
08. H. Utama Rasyid : Kepala Lapangan 1991 – 1995
09. Ir. H. Widjiono : Manager Asset 1995 – 1998
10. Ir. H. T. Syahrul : Manager Asset 1998 – 1999
11. Ir. H. Slamet Wibisono : Manager Asset 1999 – 2000
12. Ir. H. Bambang Sugiyanto : Manager Asset 2000 – 2002
13. Ir. H. Bambang Sugiyanto : Manager Asset 2000 – 2002.
14. Ir. H. Fauzan Helmi : Manager Area Operasi 2002 -……

Note : Sejak diberlakukannya SK Direktur Hulu No.Kptsp-005/D00000/2002-S8 tanggal 30 Januari 2002, maka sebutan Manager Asset telah diubah menjadi Menejer Area Operasi dengan akronim MAO.

Sedangkan kekuatan SDM pekerja/pegawai Pertamina (data akhir tahun 2005) yang ada di Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu tercatat sebanyak 76 orang yang masing-masing terdiri dari 43 pekerja Staf dan 33 pekerja non staf serta didukung oleh 575 orang pekarya yang diperbantukan di seluruh fungsi sebagai tenaga kerja kontrak. Bila ditambah dengan tenaga kerja 8 orang di Badan Dakwa Islam (BDI), 1 orang di Badan Kordinator Umat Kristiani (Bakor Umkris), maka jumlah keseluruhan tenaga penggerak dan pendukung operasional Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu tercatat sebanyak 660 orang.

Sementara untuk mengamankan kelancaran kegiatan operasional Pertamina, di Area Operasi Pangkalan Susu saat ini tercatat ada sebanyak 54 tenaga kerja TKPP alias Sekuriti yang dibantu oleh 73 tenaga PAM Lokal dan sekitar 14 orang tenaga Siskamling yang bertugas jaga malam di kompleks perumahan karyawan masing-masing di Puraka I (68 pintu) Kelurahan Bukit Jengkol, Puraka II (49 pintu), Puraka III-A (137 pintu), Puraka III-B (136 pintu) di Desa Alur Cempedak, Kecamatan Pangkalan Susu dan Puraka IV (41 pintu) di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Berandan Barat.

Sejalan dengan diterbitkannya Undang-undang No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi tanggal 23 November 2001 dan diberlakukannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Pertamina Menjadi Perusahaan Perseroan (PERSERO) pada tanggal 18 Juni 2003, maka melalui Akta Notaris Lenny Janis Ishak, SH tanggal 17 September 2003, Pertamina telah resmi berubah statusnya dari BUMN menjadi Perusahaan Perseroan PT PERTAMINA (PERSERO).

Keberadaan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau.

Ketika masih dikenal dengan sebutan Pertamina Operasi EP. Rantau, dan sejak diberlakukannya SK. Direksi No. Kpts-070/C0000/94 – S0 tentang restrukturisasi, saat kepemimpinannya dijabat oleh Ir. H. Ambar Sudiono sampai ke Ir. H. Eteng Achmad Salam (PO ke II), memang telah terjadi perubahan yang cukup menggembirakan, khususnya dalam hal penekanan biaya produksi (production cost) dari 19 DAS (Dolar Amerika Serikat) per barrel menjadi 7 DAS/bbl, termasuk suksesnya penciutan jumlah karyawan berdasarkan azas sukarela melalui program Pensiun APS atau yang lebih dikenal di manca negara sebagai program “ Golden Shake-Hand “ dengan kompensasi pesangon yang jumlahnya cukup untuk mandiri di luar wadah Pertamina.

Dengan terlaksananya dengan program Pensiun APS secara bergelombang, yang sebagian besar diikuti oleh “ unskilled labour “ berpendidikan SLTP kebawah, maka jumlah pegawai di lingkungan Pertamina Operasi EP. Rantau (Pertamina masa itu) yang semula berjumlah 1004 orang pada tahun 1994 telah menyusut menjadi 795 orang pada Tahun Fiskal 1997/1998. Dan jumlah tersebut masih terus berkurang secara alami karena generasi senior pasti akan memasuki pintu gerbang pensiun, jumlah pegawai Pertamina di Area Operasi Pangkalan Susu sampai akhir tahun 2005 (bila tidak ada penambahan pegawai baru) akan menyusut menjadi hanya tinggal 76 orang.

Sementara dalam upaya menyongsong kehadiran (cepat atau lambat) Strategic Business Unit (SBU) di Pertamina Operasi EP. Rantau, BUMN yang berkantor Pusat di Rantau, Kecamatan Kejuruan Muda, Kabupaten Aceh Timur, telah melakukan berbagai persiapan dan pembenahan, selain yang telah disebutkan terdahulu, juga telah memberi peluang kepada para pegawainya untuk mengikuti pelatihan berbagai disiplin ilmu, diantaranya melalui program Kursus Prinsip-Prinsip Dasar dan Lanjutan ( KPPD – KPPL ), Management Development Program, Suspi-Migas, Managerial / Supervisory, Bahasa Inggeris dan Komputer serta menyinambungkan program PMT / GKM, pemantapan IPTEK termasuk IMTAQ yang menjadi modal dasar menjauhkan praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme.

Semua program pembinaan tersebut didasari oleh etikad untuk mencapai tujuan organisasi se-efektif mungkin, yaitu menggunakan tenaga kerja dalam jumlah yang tepat dengan kualifikasi yang tepat pula. Karena pengetahuan dan keterampilan dibidang teknologi dan managerial masih dirasakan belum memadai akibat perusahaan terus berkembang dalam era yang serba global apalagi dalam menghadapi era perdagangan bebas, maka peranan dan pemanfaatan Pembinaan Sumber Daya Manusia PT Pertamina (Persero) khususnya DOH NAD-Sumbagut sangat besar artinya demi terjaminnya tenaga kerja yang tepat guna dan terampil dibidangnya masing-masing.

Dengan demikian diharapkan para junioren dapat diarahkan melalui pola perusahaan dari integrated operation of cost centres menuju ke tata kerja berpola Strategis Holding yang mandiri. Dan apabila para insan perminyakan di lingkungan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau telah mampu berpola pikir, pola sikap dan berpola tindak yang mengacu pada formula organisasi perusahaan modern, maka Pertamina yang semula berciri Unit Biaya (cost centre) dapat diubah menjadi Unit Laba (profit centre) dengan cara mendayagunakan semua sumber daya yang ada (Sumber Daya Manusia dan Alam) seoptimal mungkin.

Menyinggung tentang keberadaan dan prospek minyak dan gas bumi di Wilayah Kerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dapat dikatakan cukup baik apabila dilihat dari prakiraan atas cadangan sumber daya alam berupa minyak yang berjumlah sekitar 103,1 juta barrel dan gas bumi sebesar 1.239,4 Milyar Kaki Kubik, status 1 Oktober 1997, dengan perincian untuk WKP ASSET I (sekarang Area Operasi Rantau) : Minyak sebesar 72,1 MMBO dan gas bumi berjumlah sebesar 683,1 BSCF. Sedangkan di ASSET II (sekarang Area Operasi Pangkalan Susu) untuk minyak tercatat sebesar 31 MMBO dan gas bumi sebesar 556,3 BSCF.

Sementara produksi minyak yang berhasil dicapai dalam TF 1997/1998 (status September 1997) tercatat sebesar 937.760 bbl yang dihasilkan dari ASSET I Rantau (626.812 bbl.) dan ASSET II Pangkalan Susu (310.968 bbl.). Sedangkan produksi gas telah menunjukkan suatu peningkatan dari 100 MMSCFD dalam TF 1996/1997 menjadi 129 MMSCFD dalam TF 1997/1998.

Jumlah produksi tersebut masing-masing dihasilkan dari 122 sumur minyak dan 82 sumur gas, dengan perincian : ASSET I Rantau 88 Sumur minyak dan 23 sumur gas. Sedangkan untuk ASSET II Pangkalan Susu 34 sumur minyak dan 59 sumur gas. Jadi total keseluruhan sumur minyak dan gas bumi yang terdapat di Wilayah Kerja Pertamina Operasi EP. Rantau pada September 1997 tercatat sebanyak 204 sumur produktif. Sementara yang sudah tidak berproduksi (termasuk sumur peninggalan Shell/BPM) terlacak sebanyak 1.550 sumur.

Untuk menggarap areal seluas 16.360.003 Km2 tentu saja Pertamina Operasi EP. Rantau tidak dapat bekerja sendirian, jadi dukungan mitra usaha sangat diperlukan dalam kegiatan penambangan minyak dan gas bumi baik yang berada di daratan maupun lepas pantai. Sampai dengan September 1997 tercatat sebanyak 38 perusahaan swasta nasional dan asing sebagai mitra usaha Pertamina Operasi EP. Rantau. Dari jumlah itu tercatat sebanyak 16 perusahaan berstatus produksi dan 22 perusahaan status Eksplorasi.

Ke 38 Mitra Usaha Pertamina Operasi EP. Rantau yang beroperasi mulai dari Lhokseumawe (Barat) sampai ke Riau (Timur) dan Natuna (Utara) terikat dengan berbagai jenis kontrak, seperti KPS, TAC, LOAN, JOP sampai kesistem JOB.

Menyinggung tentang Lindungan Lingkungan, tetap menjadi prioritas utama Pertamina Operasi EP. Rantau untuk menanganinya secara serius, dan ini memang sudah menjadi komitmen Pertamina sejak dibentuknya Badan Koordinasi Lindungan Lingkungan (BKKL) pada tanggal 7 Juni 1973. Pembentukan BKKL dapat juga diartikan sebagai deklarasi komitmen industri perminyakan nasional dalam pembangunan Indonesia seutuhnya. Jadi sejak dini Pertamina sudah memperhatikan secara serius tentang masalah pengelolaan lingkungan hidup (ennvironmental management).

Tegasnya sejak berdirinya industri perminyakan nasional di Indoensia, masalah lindungan lingkungan sudah ditangani oleh semua fungsi operasional mulai dari eksplorasi, eksploitasi, produksi, angkutan, pengolahan sampai kepembekalan dalam negeri. Sebagai contoh bahwa disetiap lokasi pengeboran telah disediakan tempat penampungan khusus untuk lumpur pengeboran dan sisa-sisa tumpahan minyak dari peralatan Bor dan sebagainya agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya, demikian juga ditempat-tempat/pusat pengumpulan minyak mentah (SPM), air formasi dibuang secara bertahap (setelah melalui proses penelitian) agar salinitasnya tidak mencemarkan air sungai yang dipakai penduduk setempat ataupun pencemaran air laut (untuk kegiatan dekat pantai) melalui muara sungai. Dan kalaupun sampai lolos ke sungai ataupun laut, Pertamina sudah menyiapkan peralatan seperti Oil Boom, Oil Skimmer, Oil Sorbent dan Oil Dispersant.

Sedangkan untuk menunjang peningkatan usaha lindungan lingkungan, melalui SK No.390 / Kpts/DR/DU/1974 tertanggal 6 maret 1974, Pertamina telah menerbitkan buku tentang “ Peraturan Umum Pencegahan Pencemaran “.

Agent of Community Development
PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut, Rantau selain mengemban tugas pokok untuk membangun dan melaksanakan pengusahaan pertambangan minyak dan gas bumi serta eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi dalam arti seluas-luasnya untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan Negara serta memperkokoh ketahanan nasional, Pertamina secara moral juga terlibat dalam program pengembangan pembangunan fisik dan non fisik disekitar wilayah operasi kerjanya.

Sebagai contoh atas peran serta Pertamina dalam pembangunan fisik khususnya mengenai fasilitas angkutan darat, pada sekitar 25 tahun yang lalu, Pertamina telah melakukan pengaspalan kembali jalan-jalan yang terdapat di kota Kuala Simpang dan sekitar, Pangkalan Susu dan Pangkalan Berandan dengan mempergunakan aspal hotmix, sehingga mengakibatkan jalan-jalan yang ada di ketiga kota itu, termulus di Sumatera Utara dan Aceh.

Dampak positif lainnya, ketika akan membuka lokasi baru di pedalaman, Pertamina juga telah membuka jalur jalan baru yang pada gilirannya dapat dipergunakan oleh penduduk setempat untuk memperlancar gerak roda perekonomian dari pedesaan ke kota, dan dikedua sisi jalan tersebut juga telah didirikan tempat-tempat hunian baru oleh penduduk setempat.

Selain membantu pembangunan fasilitas umum seperti jalan-jalan, jembatan dan gedung sekolah mulai dari tingkat SD sampai SMA, Pertamina juga membantu rehabilitasi dan pembangunan baru rumah-rumah ibadah, pengadaan air bersih dan MCK untuk masyarakat, Pertamina (jauh sebelum pemerintah mencanangkan program pengentasan kemiskinan melalui bantuan PUKK) telah memberikan bantuan/suntikan dana bagi pengusaha ekonomi lemah dan koperasi melalui program PPELK (Pembinaan Pengusaha Ekonomi Lemah dan Koperasi) yang kemudian berlanjut ke program PUKK (Pemberdayaan Usaha Kecil dan Koperasi), dan kini berubah lagi menjadi Program Kemitraan dan Bina Lingkungan. Untuk program ini - sejak tahun 1994 sampai 2003 - PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau telah menyalurkan dana sebesar Rp. 12.890.200.000,- kepada mitra binaan di Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Pemko Langsa dan Kabupaten Langkat (Kecamatan Pangkalan Susu dan Besitang).

Disamping bantuan tersebut diatas termasuk menyukseskan pelaksanaan Program IDT atas nama PT Pertamina (Persero) DOH NAD-sumbagut, Rantau, isteri para pekerja Pertamina setempat yang berada dalam wadah PWP juga telah melakukan serangkaian kegiatan sosial seperti membantu pembangunan POSYANDU, melaksanakan kegiatan GN-OTA, khitanan massal dan sebagainya.

Untuk bidang pelayanan kesehatan dan pendidikan baik untuk kalangan sendiri maupun masyarakat, PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau menyediakan Rumah Sakit di Rantau dan di Pangkalan Susu yang dilengkapi dengan beberapa dokter spesialis dan Bidan. Sedangkan untuk membekali ilmu pengetahuan bagi generasi muda Indonesia, juga telah disediakan gedung sekolah mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (dikelola oleh PWP) sampai ke jenjang SMU. Dunia pendidikan ini (SD, SLTP & SMU) dikelola oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai Pertamina (YKPP) Dharma Patra PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau kecuali untuk TK dikelola oleh PWP (Persatuan Wanita Patra) Tingkat Wilayah DOH NAD-Sumbagut.

Untuk menunjang motto “Di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat“ dan “Karyawan Sehat, Produksi Meningkat,“ maka bagi Pekerja, Pekarya dan keluarganya serta masyarakat umum yang gemar berolah raga, PT Pertamina (Persero) DOH NAD- Sumbagut, Rantau baik di Area Operasi Rantau maupun Pangkalan Susu telah menyediakan fasilitas berbagai cabang olahraga, mulai dari Lapangan Bulu tangkis, Voli, Tennis Lapangan, Tenis Meja, Lapangan Golf, Basket, Stadion Olahraga, dan Kolam Renang (hanya ada di Area Operasi Rantau).

Sedangkan untuk tempat relaks juga tersedia tempat anti stress, yaitu kolam tempat memancing dan Taman Rekreasi yang dilengkapi dengan monumen alat-alat berat dan peralatan penambangan minyak tempoe doeloe yang bertujuan agar generasi muda yang telah memasuki era teknologi tinggi dapat mengetahui bahwa begitulah sarana penunjang kegiatan industri perminyakan “tempo doeloe” yang pernah dipakai di daerah ini.

Kendala dan Tantangan

Keberadaan PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau sejak Era Revolusi sampai ke Era Reformasi telah memberikan sumbangan yang besar untuk masyarakat dan Negara. Oleh sebab itu Pertamina di daerah Aceh dan Sumatera Utara harus mampu berproduksi pada tingkat ekonomi yang menguntungkan agar tetap survive dan eksis dimasa mendatang, karena mengingat kebutuhan masyarakat terhadap BBM dan gas (elpiji) akan terus meningkat. Hal inilah yang mengharuskan Pertamina untuk memacu produksinya dengan membangun kilang-kilang baru serta berupaya mengembangkan temuan sumber minyak dan gas bumi yang baru di jajaran PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau.

Untuk melaksanakan kegiatan tersebut terkadang terbentur kendala, baik yang menyangkut dengan masalah biaya operasi maupun biaya rehabilitasi dan pemeliharaan sarana-sarana penunjang yang makin menuntut efisiensi dan efektivitas.

Disamping persaingan internasional yang terus bertambah ketat, maka Pertamina harus mampu bersaing saat berada dalam lingkaran Era Globalisasi dan perdagangan bebas, mengingat bahwa misinya adalah sebagai pemasok devisa bagi Negara yang pada giliran akhir, hasilnya adalah untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.

Keberhasilan PT Pertamina (Persero) DOH NAD – Sumbagut, Rantau dalam perkembangannya untuk tetap produktif merupakan tantangan tersendiri, karena bobot sehat sangat tergantung dari optimalisasi unsur kinerja yang antara lain menyangkut kemampuan unsur dana. Dengan pengertian agar perkembangan suatu perusahaan dapat diharapkan di masa mendatang, maka perlu disusun suatu anggaran biaya operasional, anggaran biaya investasi dan anggaran biaya produksi.

Terhadap kenaikan 11 % dari tahun sebelumnya adalah akibat kenaikan nilai dollar Amerika Serikat terhadap mata uang rupiah sebesar 21 %. Anggaran TF. 1998/1999 berpatok pada nilai tukar US$ = Rp. 3.000,- terhadap tambahan biaya yang pada tahun sebelumnya tidak dianggarkan, yaitu untuk kontrak pipa PGN; KKA dan AAF sebesar Rp. 13,5 milyar.

Adapun anggaran biaya investasi seperti yang terlihat pada lampiran. Usulan anggaran ini secara total mengalami penurunan dari tahun sebelumnya (TF. 1997/1998) sebesar satu persen. Sedangkan biaya produksi untuk TF. 1998/1999 diperkirakan lebih rendah dari tahun sebelumnya karena sebagian Rencana Kerja Penunjang telah diselesaikan pada tahun sebelumnya.

Sementara biaya produksi gas mencapai 103 % bila dibandingkan dengan rencana-rencana tahun sebelumnya karena adanya tambahan biaya kontrak pipa PGN, KKA dan AAF dalam TF. 1998/1999 yang sebelumnya dianggarkan di Pusat. Penyebab lainnya adalah perbedaan sasaran dari 47.312 MMSCF menjadi 40.606 MMSCF atau lebih rendah dari tahun sebelumnya.

Kalau dilihat dari besarnya biaya produksi minyak yang mencapai angka US$ 6,97/barrel dan gas bumi sekitar US$ 0,74/MSCF (data tahun 2002), maka di masa mendatang ada kemungkinan terbuka peluang untuk kerjasama dengan kontraktor asing maupun swasta nasional, akan diusahakan biaya pengambilan minyak dan gas bumi sepenuhnya ditanggung oleh pihak kontraktor. Dengan demikian resiko kegagalan tidak jadi beban Pertamina. Dan apabila kegiatan itu berhasil, maka hasilnya dibagi sesuai dengan perjanjian kontrak yang saling menguntungkan.

Setelah kendala yang menyangkut dengan masalah dana seperti disebut diatas, aspek penunjang (fisik dan non fisik) bagi aktivitas produksi adalah tersedianya sarana dan prasarana terpasang. Pelaksanaan awal dari langkah produksi minyak dan gas bumi adalah tersedianya perabot pemboran dan sarana vital lainnya sebagai pendukung keberhasilan mendapat minyak dan gas bumi.

Keadaan perabot bor KUPL dan perawatan sumur pada umumnya dinilai masih layak pakai dan mampu melaksanakan Rencana Kerja untuk tiga tahun ke depan, walaupun kondisinya 60-70 % adalah baik. Terlebih setelah adanya penggantian Mask (menara bor) yang sebelumnya dinilai tidak layak dengan mempergunakan anggaran TF. 1996/1997.

Adapun perabot tersebut terdiri dari National, Ideco, Cardwell, Freed Cooper, N 80 UE, E 900, H-40-D, KT-210-B, LTO-350, F-126-DDU, AB-100 dan BIR 100. (Sumber : Memori Serah Terima Jabatan Pimpinan OP. EP. Rantau, 09 Februari 1998).

Sementara kekurangan alat penunjang pokok seperti Mud Tank (tangki lumpur), Shale Sahker dan unit BOP, sarana Hadling dan Tabular goods serta solis control memerlukan adanya penggantian atau penambahan agar tingkat keberhasilan pelaksanaan pemboran dapat berjalan ideal.

Dalam usaha pengembangan operasi yang dirasakan kurang mendukung saat ini adalah Armada Angkutan Berat (HTE) yang kondisi fisiknya sudah memperihatinkan. Dengan keadaan demikian dikhawatirkan setiap saat dapat mempengaruhi gerakan Rig ketika akan moving. Namun begitu, dari keseluruhan sarana umumnya rencana kerja BOR/KUPL pada setiap tahun fisikal dapat dilaksanakan keseluruhannya dengan baik, bahkan dapat membantu operasi JOB Pertamina Peurlak.

Selain alat utama pengambilan minyak dan gas bumi (alat pemboran), juga diperlukan fasilitas pengumpul minyak mentah, yaitu Stasiun Pengumpul Minyak (SPM). Bila dibandingkan pada kondisi tahun 1993, untuk Area Operasi Rantau ada sebanyak 13 SPM, tapi jumlah tersebut telah berkurang menjadi sebanyak 11 SPM. Sedangkan di daerah operasi Area Operasi Pangkalan Susu juga telah terjadi pengurangan sebanyak tiga SPM. Keadaan tersebut selain dikarenakan idle juga sebagian assetnya telah dialihkan ke SP lainnya termasuk ke Tets Unit Pulau Panjang.

Sementara fisik lain yang mendukung proses BBM dan Gas adalah Compressor dan Pipa Transmisi Gas. Keberadaan sarana penunjang tersebut antara lain adalah Stasiun Kompressor Gas/Boster di Pangkalan Berandan (dalam areal operasi UP-I), Stasiun Ukur Gas di Wampu dan Jaringan Jalur Pipa Gas dari Pangkalan Berandan ke Wampu (dua jalur : (a). mempegunakan pipa ukuran 12” X 52 Km. (b). 18” X 52 Km, PT. Arun – PT. PIM 14” X 6 Km. PT. PTM – PT. AAF 14” X 2 Km, dan jalur PT. AAT ke PT. KKA 8” X 13,5 Km.

Sedangkan Master Custudy untuk PT. PGN di Wampu 2 unit. PPT 1 unit, PLN Paya Pasir 2 unit, Sicanang 4 unit, CDU UP-I Pangkalan Berandan 1 unit dan PT. PIM, PT. AAF, PT. KKA Lhokseumawe masing-masing satu unit. Kompresor gas 96 unit dan Turbin gas Secondary Recovery 5 unit.

Kembali kemasalah dan permasalahan yang merupakan kendala pada sektor eksternal yang sering dialami oleh Pertamina Operasi EP. Rantau ada empat point yang dapat menghambat kelancaran operasi penambangan minyak dan gas bumi, yaitu :

1. Untuk pembuatan lokasi pemboran, Pemda setempat minta agar Pertamina harus mempunyai/memiliki surat Izin Pertambangan Daerah (SIPD) atas penggunaan tanah timbun (bahan galian C).
2. Masalah retribusi izin Undang-Undang Gangguan SK Gubsu No. 188-342-111/tahun 1994 tanggal 28 November 1994.
3. Gangguan Keamanan/Pencurian dalam TF. 1996/1997 terjadi sebanyak 27 kali terhadap asset perusahaan seperti pipa-pipa minyak, kerangan, kabel listrik dan kondensat.
4. Masalah pembebasan tanah/lahan untuk tapak lokasi pemboran membutuhkan waktu penyelesaian yang cukup lama, yaitu sekitar tiga bulan baru rampung. Hal ini tentunya merupakan salah satu faktor penghambat yang mengakibatkan timbulnya keterlambatan jadual pekerjaan pemboran pada sumur migas yang akan dikerjakan.

Visi dan Misi PERTAMINA
Dalam memasuki Era Globalisasi dan Perdagangan Bebas, maka pada kesempatan ini perlu dijelaskan mengenai landasan dan pengertian tentang Visi dan Misi Pertamina. Hal ini sangat penting untuk diketahui oleh seluruh lapisan pegawai Pertamina agar kita tidak kehilangan arah dan acuan dalam pelaksanaan tugas masing-masing.

Sebagai Landasan Idil, Pancasila mencanangkan Visi Negara Republik Indonesia yang ingin mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Visi ini diturunkan menjadi Landasan Konstitusional kedalam Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 33 ayat (2) dan (3) memberikan dasar untuk melaksanakan pembangunan nasional, dimana dijelaskan bahwa perekonomian kita disusun berdasarkan atas demokrasi ekonomi dan kemakmuran bagi semua orang. Oleh sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak, harus dikuasai oleh negara. Pasal ini juga menegaskan bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Oleh karenanya harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Dari penataran P4 kita semua mengetahui bahwa Pancasila dan UUD 1945 merupakan nilai dasar yang tidak dapat dirobah.

Pasal 33 ayat (2) dan (3) diturunkan menjadi Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 untuk memberikan landasan di bidang pertambangan minyak dan gas bumi. UU ini mengakhiri sistem konsesi perusahaan migas asing di Indonesia dan menegaskan bahwa usaha pertambangan migas dilaksanakan oleh Perusahaan Negara. Selanjutnya UU ini dijabarkan ke dalam UU No. 8 Tahun 1971 untuk memberikan landasan pendirian perusahaan negara dimaksud, yaitu PERTAMINA. Undang Undang ini memberikan tugas ganda kepada PERTAMINA :

Pertama, adalah untuk melaksanakan pengusahaan migas dengan memperoleh hasil yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan negara;

Kedua, adalah untuk menyediakan dan melayani kebutuhan bahan bakar minyak dan gas bumi untuk dalam negeri sesuai dengan peraturan pemerintah. Tugas kedua ini menegaskan bahwa kegiatan penyediaan dan pelayanan BBM dalam negeri tidak dapat diselenggarakan semata-mata atas dasar untuk mencari keuntungan. Peraturan perundangan ini dalam penataran P4 disebut sebagai nilai instrumental yang dapat kita robah sesuai perkembangan zaman.

Garis-Garis Besar Haluan Negara memberikan arahan pembangunan nasional dengan tujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat adil makmur berdasarkan visi dan amanat UUD 1945. Sasaran untuk bidang ekonomi adalah terciptanya ekonomi yang mandiri dan handal yang bertumpu pada Trilogi Pembangunan : peningkatan kemakmuran rakyat yang makin merata, pertumbuhan yang cukup tinggi dan stabilitas nasional yang mantap. Pertumbuhan ekonomi harus didukung oleh peningkatan produktivitas, efisiensi serta sumber daya manusia yang berkualitas. Khusus mengenai pengusahaan dan pemanfaatan energi, harus dilaksanakan secara hemat dan efisien agar dapat menjamin pemenuhan kebuthan serta aman, adil dan terjangkau. Seperti diketahui GBHN dan Trilogi Pembangunan dapat dirobah setiap lima-tahunan, sesuai dengan kebutuhan.

Kebijaksanaan Energi nasional diarahkan untuk mendorong kegiatan pembangunan yang berkelanjutan, mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi dengan menjamin tersedianya energi yang cukup jumlahnya, tepat waktunya, baik mutunya dan terjangkau harganya. Kebijaksanaan ini berintikan tiga hal :

1. Intensifikasi, yaitu upaya untuk menemukan dan atau menambah cadangan energi baru. Intensifikasi, termasuk ekstensifikasi, dilaksanakan melalui survai dan eksplorasi sumber-sumber energi secara berkelanjutan.
2. Diversifikasi, yaitu upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap satu atau beberapa sumber energi (khususnya minyak). Diversifikasi dilaksanakan melalui peningkatan produksi dan pemakaian energi baru atau yang terbarukan.
3. Konservasi, yaitu upaya untuk meningkatkan efisiensi dan rasionalisasi pengusahaan dan pemakaian energi. Konservasi dilaksanakan di kegiatan Hulu (misalnya no-flare gas policy) dan Hilir (misalnya pemakaian peralatan yang hemat energi).

Berdasarkan atas landasan-landasan tersebut diatas dan dengan memperhitungkan berbagai kecenderungan lingkungan usaha di masa mendatang, maka PERTAMINA telah mencanangkan visinya sebagai berikut :

“ Menjadi perusahaan minyak dan gas bumi yang efisien, unggul, maju dan mandiri “.

PERTAMINA ( Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara ) yang didirikan melalui UU No. 8 Tahun 1971 adalah merupakan Perusahaan Negara atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dibidang minyak dan gas bumi. Inilah yang selalu menjadi bisnis utama (core business) PERTAMINA. Oleh sebab itu marilah kita tinjau satu persatu apa yang menjadi dambaan dalam visi tersebut :

1. EFISIEN – Kunci keberhasilan suatu perusahaan adalah peningkatan efisiensi disegala bidang. Hanya dengan upaya peningkatan efisiensi secara terus-menerus kita akan dapat berhasil dalam mengemban amanat UUD 1945 untuk mengusahakan sumber daya migas sebesar-besar kemakmuran rakyat.

2. UNGGUL – Disamping efisiensi kita juga dituntut harus menjadi perusahaan yang unggul dan terkemuka diantara perusahaan sejenis. Tanpa keunggulan kompetitif kita tidak mungkin dapat mempertahankan diri, apalagi memang dalam era keterbukaan yang ditandai dengan persaingan yang semakin ketat.

3. MAJU – Kita harus maju bersama bahkan harus mendahului perkembangan lingkungan usaha bilamana kita ingin tetap survive and grow. Untuk dapat berperan dan berhasil dalam melenium ketiga, kita perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berimtaq dan beriptek tinggi.

4. MANDIRI – Kita tidak dapat lagi mengandalkan proteksi dan minta subsidi dari pemerintah dalam era persaingan dan perdagangan bebas di tahun 2003. Untuk dapat lepas landas kita harus dapat melepaskan diri baik dari ketergantungan pihak luar maupun dari keterkaitan birokrasi pemerintah. Untuk mencapai visi tersebut telah dirumuskan misi PERTAMINA sebagai berikut :

Bergerak dalam kegiatan eksplorasi, produksi, pengolahan, pemasaran, niaga di Indonesia dan secara selektif di dunia internasional.

Dengan tujuan untuk menjadi perusahaan yang :

a. Kuat dan sehat.
b. Memenuhi kepentingan kosumen dan menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
c. Berprestasi setaraf dengan perusahaan terbaik di bidang minyak dan gas bumi.

Dalam melaksanakan usaha selalu berdasarkan pada tata nilai unggul yang :

a. Berstandar internasional.
b. Berwawasan lingkungan.
c. Menumbuhkan kembanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan.
d. Menumbuhkan kembanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan.
e. Mendukung program Pemerintah.

Seperti dikemukakan sebelumnya, rumus misi perusahaan yang baik harus mendukung tiga unsur yaitu : Batasan Bidang Usaha, Tujuan Utama Perusahaan dan Nilai-Nilai Yang Dianut, yang intinya adalah sebagai berikut :

1. Batasan bidang usaha PERTAMINA yaitu bergerak pada kegiatan hulu sampai hilir baik di Indonesia maupun di luar negeri secara selektif, digambarkan secara rinci dalam kalimat pertama. Dengan demikian PERTAMINA secara bertahap akan melepaskan semua kegiatan diluar bidang usaha yang berada diluar rumusan ini, dan sebaliknya secara selektif akan mengembangkan usaha bisnis internasional bilamana prospeknya dinilai baik.

2. Tujuan utama PERTAMINA ditegaskan dalam kalimat kedua, yaitu :

a. Kuat daya saingnya sehingga dapat unggul dan maju serta sehat tingkat kerjanya sehingga dapat mandiri dalam melaksanakan tugas berdasarkan prinsip perusahaan yang umum berlaku.
b. Memenuhi kepentingan konsumen baik dalam segi mutu maupun dalam segi pelayanan kepada masyarakat serta menghasilkan keuntungan bagi perusahaan secara berkelanjutan.
c. Berprestasi setaraf dengan perusahaan terbaik di bidang migas sehingga mampu memenangkan persaingan baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

3. Tata nilai yang dianut PERTAMINA ditegaskan dalam kalimat ketiga, yaitu dalam menjalankan usahanya selalu :

a. Berstandar internasional melalui berbagai program competitive internal dan external benchmarking serta melaksanakan continuous improvement.
b. Berwawasan lingkungan melalui berbagai program kepedulian sosial, environmental, health and safety dalam semua langkah kegiatannya.
c. Menumbuhkan kebanggaan dan mengembangkan profesionalisme karyawan melalui berbagai program pembinaan dan pemberdayaan SDM.
d. Mendukung program pemerintah melalui beberapa program pengentasan kemiskinan dan pembinaan pengusaha kecil, menengah dan koperasi.

Sementara budaya kerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut telah digariskan dalam visi dan misi yang selengkapnya sebagai berikut : Menjadi salah satu Daerah Operasi Hulu yang Unggul, Maju dan Terpandang. Sedangkan Misinya adalah menjadi entitas bisnis di bidang minyak dan gas bumi di daerah Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara yang dikelola secara profesional, kompetitif dan berdasarkan tata nilai unggulan. Memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja dan masyarakat sekitarnya dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

Untuk mengimplementasikan tujuan utama tersebut, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut berupaya untuk mengelola cadang minyak dan gas bumi yang produktif secara optimal serta penambahan usaha cadangan Migas baru yang ekonomis untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Tata nilai budaya baru unggulan yang telah diprogramkan oleh Direksi PT Pertamina (Persero) melalui Five (5) - M adalah sebagai berikut :

1. F = Focus.
Memusatkan penggunaan secara optimal berbagai kompetensi Perusahaan untuk meningkatkan nilai tambah Perusahaan.
2. I = Integrity.
Mampu untuk mewujudkan dan menyatupadukan komitmen ke dalam tindakan nyata.
3. V = Visionary.
Mengantisipasi lingkungan usaha yang berkembang saat ini maupun yang akan datang untuk dapat tumbuh dan berkembang.
4. E = Excellence.
Menampilkan yang terbaik dalam semua aspek pengelolaan usaha.
5. M = Menempatkan seluruh pihak dalam semua aspek pengelolaan usaha.

Untuk menjabarkan dan sekaligus mengiplementasikan nilai-nilai budaya baru yang dituangkan dalam Visi dan Misi tersebut di atas, GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut , Ir. H. Lukman Umar berupaya keras untuk mengarahkan perilaku setiap pekerja agar mampu mengimplementasikan nilai-nilai budaya baru dengan keteladanan dari pimpinan di seluruh strata yang dimulai dari Pimpinan Senior sampai Pimpinan langsung pekerja (Pengawas).

Selaku General Manager, Ir.H. Lukman Umar telah bertekad untuk memantapkan pelaksanaan kepemimpinan dengan menyebarluaskan prinsip - prinsip kepemimpinan sebagai berikut :

 Menjadi teladan yang baik.
 Menjadi agen perubahan.
 Memberdayakan pekerja sebagai mitra kerja.
 Menerapkan reward dan punishment secara konsisten.

Sedangkan untuk mengarahkan budaya Perusahaan, DOH NAD-Sumbagut menerapkannya sesuai dengan arahan Pertamina Korporat sebagai berikut :

1. Pelaksanaan Program Leadership Development Program yang khusus diperuntukkan bagi pekerja setingkat Kepala Fungsi.
2. Program Pertamina Transformations Membership yang diperuntukkan bagi Pekerja Pimpinan.
3. Program Corporate Days diperuntukkan bagi seluruh Pekerja.
4. Kebijakan Mutu DOH NAD-Sumbagut sebagai acuan pelaksanaan prinsip perbaikan secara berkesinambungan sejalan dengan peta perjalanan Sistem Manajemen Mutu Pertamina tahun 2002-2010.

Sementara dalam upaya mencapai misinya, DOH NAD-Sumbagut menuangkan strategi bisnisnya menjadi dua tahapan sasaran bisnis, yaitu :

1. Rencana jangka pendek diupayakan untuk memperoleh laba.
2. Rencana kerja jangka panjang berupa Business Plan yang bersifat dinamis.

Selain itu Ir. H. Lukman Umar juga berupaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang mampu mendorong pemberdayaan, inovasi dan ejiliti perusahaan melalui :

• Komunikasi yang efektif.
• Pendelegasian wewenang sesuai jabatan.
• Sistem manajemen kinerja bagi setiap pekerja.
• Peningkatan kompetensi pekerja dan pekarya melalui pendidikan dan pelatihan, penyediaan sarana pembelajaran.

• Pemberian reward kepada pekerja dan pekarya yang berprestasi.
• Kesempatan untuk melakukan inovasi dan improvement bagi setiap pekerja dan pekarya.

Kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut

Sebagai perusahaan perseroan terbesar dalam menangani penambangan minyak dan gas bumi di Indonesia, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut telah menerapkan prinsip good corporate governance dengan cara :

1. Melakukan pertanggungjawaban kinerja tahunan kepada Direktur Hulu.
2. Melakukan general audit baik secara internal oleh Inspektorat Daerah maupun eksternal oleh BPKP.

Untuk itu Tim Manajemen PT Pertamina (Persero) DOH NAD- Sumbagut secara berkala melakukan kontrol dan evaluasi atas kinerja dan kapabilitas organisasi. Apabila terdapat berbagai kelemahan, maka dilakukan upaya menyempurnaan sistem dan prosedur kerja melalui :

1. Program penyempurnaan sistem dan prosedur kerja.
• Program penyempurnaan Sistem Tata Kerja (STK) yang terdiri dari ; Pedoman, TKO,TKI,TKPA dan Formulir Kerja, secara menyeluruh akan dilaksanakan sambil menunggu terbitnya Pedoman Penyempurnaan STK dari korporat.
• Program penyederhanaan prosedur pengadaan barang dan jasa serta prosedur keuangan.

2. Program pembinaan Sumber daya Manusia.

• Program perubahan Budaya Kerja.
• Program pelatihan.
• Program pengembangan kinerja.

Untuk mengukur hasil kinerja seluruh fungsi, General Manager PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Ir. H.Lukman Umar bersama Tim Manajemen membuat, menyepakati dan menetapkan Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) sesuai dengan fungsi masing-masing.

Selanjutnya UKT yang disepakati di atas menjadi Key Performance Indicator (KPI) bagi Tim Manajemen yang dijabarkan kepada seluruh pekerja dalam bentuk Sistem Manajemen Kinerja (SMK) yang digunakan sebagai pedoman sasaran individu.

Pelaksanaan analisa/evaluasi terhadap KPI/PMS dilaksanakan setiap tiga bulan sekali dan SMK dilaksanakan setiap enam bulan berdasarkan kondisi terkini dan kebutuhan yang terjadi atau masukan dari stakeholder.

Pimpinan mempertimbangkan nilai-nilai yang diharapkan oleh para pelanggan dan stakeholder dengan senantiasa berupaya memenuhi seluruh komitmen yang dibuat dan disepakati, yang berorientasi kepada kepuasan pelangan serta menghasilkan keuntungan yang optimal bagi Perusahaan.

Guna mengetahui tingkat pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai organisasi khususnya tentang kuantitas dan kualitas produksi minyak mentah dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mempunyai komitmen sebagai berikut :

• Resevoir reassessment.
• Penambahan cadangan migas baru melalui pemboran eksplorasi.
• Pelaksanaan Rencana Kerja pemboran, KUPL dan reparasi sesuai jadual yang telah ditetapkan.
• Optimasi sumur produksi existing yang dilaksanakan secara berkelanjutan.
• Penekanan losses minyak mentah dan gas bumi pada setiap tingkatan pemrosesan

• Pemeriksaan kualitas produk minyak mentah dan gas bumi sesuai standar yang diminta pelanggan.

Setelah melalui beberapa tahapan tersebut, Tim Manajemen meninjau kesuksesan atau kegagalan organisasi dalam mewujudnyatakan berbagai program melalui analisa dan kajian yang bersumber dari Laporan Bulanan, Triwulan dan Laporan Tahunan Kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut yang dibuat dan disampaikan oleh masing-masing Fungsi berdasarkan :

• Ukuran Kinerja Terpilih yang tercantum pada KPI masing-masing Fungsi.
• Analisa biaya produksi.
• Realisasi Rencana Kerja dan Anggaran.
• Realisasi Pengiriman minyak mentah dan penjualan gas bumi.

Kajian-kajian yang dilakukan oleh Tim Manajemen meliputi tentang :

• Aspek Struktur Organisasi melalui restrukturisasi.
• Aspek Budaya Kerja melalui Audit Budaya Kerja.
• Aspek lingkungan melalui Audit Internal maupun rencana penerapan SML ISO 14000 (Sistem Manajemen Lingkungan).
• Aspek Mutu melalui ISO 9001 : 2000 pada Fungsi Transmisi Gas yang sertfikatnya diperoleh pada tanggal 18 Desember 2002 lalu, untuk fungsi lain direncanakan mulai tahun 2004.
• Aspek Keuangan melalui audit internal (IAD) dan eksternal (BPK/BPKP).

Kemudian Tim Manajemen menyikapi hasil temuan/ketidaksesuaian dari tinjauan kinerja organisasi melalui identifikasi dan tindaklanjut dalam bentuk :

1. Aspek organisasi.

• Pendelegasian wewenang melalui pelimpahan otorisasi.
• Pemutakhiran STK (Pedoman, TKO, TKI, TKPA dan Formulir Kerja).

2. Aspek keuangan.

• Rapat dengan auditor (Internal & Eksternal) untuk membahas dan menyelesaikan temuan dimaksud.

• Temuan yang bersifat penyimpangan prinsip akuntansi, regulasi/peraturan dan Pedoman Keuangan Pertamina dilakukan koreksi dan perbaikan, sedangkan yang mengandung unsur pidana diteruskan kepada pihak Kejaksaan.
3. Aspek kehandalan operasi.

• Program inspeksi, kalibrasi dan sertifikasi peralatan/fasilitas.
• Program preventif maintenance.
• Program pigging pipa gas.

4. Aspek kepuasan pelanggan.

• Program peningkatan kepuasan pelanggan.
• Melakukan peninjauan kepuasan pelanggan.
• Mengadakan pertemuan berkala dengan pelanggan.
• Menangani komplain pelanggan.
• Menerapkan prinsip fair payment (jika terjadi penyimpangan dalam pengiriman, pembayaran dilakukan sesuai kualitas dan kuantitas yang dikirim).

Perencanaan strategis

Sesuai dengan penugasan pemerintah dan analisis permasalahan yang tengah dan akan dihadapi oleh PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, maka disusunlah pengembangan strategi yang berdasarkan visi, misi dan sasaran.

Rencana bisnis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut disusun dengan sasaran sebagai berikut :

a. Peningkatan kepuasan langganan.
b. Peningkatan kinerja finansial.
c. Pencapaian target produksi minyak mentah dan gas bumi per tahun.
d. Penguasaan pangsa pasar gas bumi di Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam.

Dalam menyusun visi, misi dan sasaran tersebut, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut melibatkan seluruh pekerja untuk dapat memberikan partisipasi ke arah sempurnanya program jangka pendek (1 tahun) dan jangka panjang (5 tahun). Business Plan ini selalu ditinjau ulang sesuai perubahan lingkungan bisnis, tantangan dan peluang yang berkembang setiap tahunnya.
Dalam menyusun perencanaan strategis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut melakukan analisis mengenai :

• Kebutuhan/harapan/peluang pelanggan dan pasar. Jaminan continuous supply, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu dan harga kompetitif.

Penetapan harga gas oleh Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral. Sedangkan untuk harga minyak mentah ditentukan berdasarkan ICP.

• Lingkup persaingan dan kemampuan relatif terhadap pesaing,

Untuk gas bumi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mendapat pesaing dari Conoco Phillips yang sudah membuat MOU dengan PGN untuk wilayah Sumatera Utara. Sedangkan untuk wilayah Nanggroe Aceh Darussalam terdapat pesaing yaitu Exxon Mobil Oil Indonesia.

• Teknologi dan perubahan utama yang berdampak pada produksi minyak mentah dan gas bumi.

Guna meningkatkan perolehan laba melalui pencapaian produksi minyak mentah dan gas bumi serta memenuhi tuntutan pelanggan gas, maka PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut menerapkan teknologi baru yang sudah terbukti dapat meningkatkan produksi minyak dan gas di daerah lain.

Kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.

Dalam penyusunan strategi, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut melakukan analisis kekuatan, kelemahan dan peluang sebagai berikut :

Kekuatan

1. Pengalaman dalam mengelola produksi migas di daerah Nanggore Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.
2. Memiliki instalasi fasilitas produksi dan transmisi.
3. Memiliki potensi migas yang tinggi.

Kelemahan

1. Kualitas dan kuantitas SDM belum memadai.
2. Budaya kerja masih birokratis.
3. Pemanfaatan dan penguasaan teknologi secara umum masih kurang.
4. Keterbatasan modal untuk pengembangan usaha.
5. Belum optimalnya pengelolaan migas dan usaha pencarian cadangan migas baru.

Peluang

1. Demand terhadap sumber energi migas yang terus meningkat.
2. Potensi pasar yang belum sepenuhnya terpenuhi.
3. Masih adanya struktur migas yang belum dikembangkan secara komersial.
4. Harga jual produk migas yang kompetitif dibandingkan sumber energi lainnya.
5. Perkembangan teknologi yang dapat dimanfaatkan untuk optimalisasi pengelolaan migas.

Ancaman

1. Kondisi sosial, politik dan keamanan.
2. Masuknya pesaing baru dalam era perdagangan bebas.
3. Regulasi dan ekses akibat implementasi Otonomi Daerah yang kurang tepat.

Sementara dalam penyusunan rencana strategi PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut selalu mempertimbangkan beberapa faktor, yaitu :

• Analisis keekonomian, yaitu analisa sensitivitas terhadap berbagai parameter.
• Resiko lingkungan sosial, pencemaran, kesadaran konsumen/masyarakat terhadap keamanan, keselamatan dan nilai manfaat/kontribusi yang bisa diperoleh.

Sasaran strategis

Sasaran strategis utama PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut disesuaikan dengan visi dan misi Pertamina Korporat dan strategi Direktorat Hulu, yaitu mengelola cadangan migas baru yang ekonomis untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Implementasi dari pencapaian sasaran strategis di atas tercermin dalam Hard Target dari KPI General Manager dan proyeksi di masa yang akan datang, yaitu :

• Pencapaian dan proyeksi target produksi.
• Proyeksi rugi laba (Net Profit Margin).
• Biaya persatuan produk (Cost per barrel).
• Supply commited gas ratio.
• Turn Over Ratio material.
• Number of Incident.

Strategis menghadapi tantangan.

Dalam rangkan untuk mengatasi tantangan yang direspon dalam profil organisasi, disusun program strategis yang terdiri dari :

1. Meningkatkan produksi migas.
2. Meningkatkan efisiensi biaya melalui kajian tekno ekonomi.
3. Meningkatkan kualitas operasi.
4. Meningkatkan kualitas proses penunjang.
5. Mengembangkan sistem pengendalian manajemen.
6. Menjalankan operasi yang berwawasan lingkungan.
7. Mentaati ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
8. Membantu Pemerintah Daerah untuk memberdayakan masyarakat di wilayah operasi dengan program Community development).

Program di atas akan memberikan hasil yang berkaitan dengan kepentingan stakeholder berupa :

1. Pekerja : mendapatkan peningkatan kesejahteraan.
2. DKPP : mendapat profit yang optimum.
3. Rekanan : pola kemitraan yang saling menguntungkan.
4. Masyarakat : meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat.
5. Pemerintah Pusat & Daerah : pajak dan retribusi.

Metoda pembuatan strategi selalu dievaluasi setiap 6 (enam) bulan dan diperbaiki bila ditemukan kekurangan.

Penjabaran strategi

Pengembangan dan penjabaran rencana kerja untuk mencapai sararan strategis dilakukan berdasarkan strategi utama dan program strategis yaitu :

• Meningkatkan kegiatan eksplorasi di dalam wilayah kerja existing.
• Mengaktifkan kembali struktur migas dalam kategori suspended.
• Optimasi produksi sumur-sumur existing.
• Penerapan teknologi baru.
• Peningkatan utilisasi dan availability asset.
• Pemanfaatan over capasity asset.
• Penerapan prinsip cost effectiveness.

Program tersebut di atas diterjemahkan secara berjenjang ke dalam rencana kerja individu.

Perubahan utama yang mempengaruhi.

Perubahan-perubahan utama yang berpengaruh terhadap produksi mencakup :

• Aturan Pemerintah.
• Harga minyak dunia.

Sasaran utama rencana jangka panjang PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah :

• Menjadi produsen gas yang utama.
• Meningkatkan produksi minyak.
• Menurunkan ongkos produksi.

Sasaran jangka panjang tersebut direfleksikan dengan upaya reaktifikasi struktur gas yang termasuk kategori suspended maupun usaha pengkajian struktur gas di wilayah kerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut yang masih dalam kategori potensial. Apabila struktur-struktur gas tersebut dinilai layak dan ekonomis untuk dikomersialkan, maka upaya pengembangan lebih lanjut dari struktur-struktur tersebut akan segera dilakukan dalam skala penuh.

Adapun struktur-struktur gas yang termasuk dalam kategori suspended maupun potensial adalah Struktur Serang, Sembilan, Paluh Sipat, Paluh Sani, Besitang, Pantai Pakam Timur, Paya Bujuk, Securai, Polonia, Susu Deep, Sembilan Tenggara, Gebang Deep dan EKS-08A (off shore) di Sumatera Utara, dan Seruway di Aceh Tamiang - NAD.

Sementara untuk menaikkan produksi minyak mentah yang termasuk dalam rencana jangka panjang adalah melaksanakan resevoir reassessment untuk mengetahui sisa cadangan minyak dari struktur penghasil existing. Alasan yang mendasari ressessment tersebut adalah :

• Sisa cadangan tertulis yang sangat besar.
• Angka laju pengurasan (withdrawal rate) yang rendah.
• Sukses rasio hasil pengeboran maupun KUPL yang rendah.
• Peta bawah tanah yang out of date.

Dari hasil reservoir reassessment akan diketahui potensi dari struktur tersebut, dan kemudian akan ditentukan metoda pengelolaan reservoir yang tepat, yaitu :

• Kategori propek : penambahan titik serap secara efektif.
• Kategori tidak/kurang prospek : Optimasi produksi sumur eksisting.
• Secondary recovery (jika memungkinkan).

Adapun struktur-struktur produktif eksisting yang akan dilakukan reassessment adalah struktur Rantau, Kuala Simpang Barat, Pematang Panjang, Bukit Tiram, Kuala Dalam, Sungai Buluh dan Pulau Panjang.

Jumlah sumur minyak dan gas yang akan dibor maupun KUPL dalam rencana jangka panjang sesuai dengan Business Plan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut pada tahun 2004 sd. 2013 tercatat sebanyak 75 sumur gas dan 38 sumur minyak. Sedangkan yang KUPL sebanyak 39 sumur minyak dan 42 sumur gas.

Dari data di atas, maka dapat diketahui bahwa rencana PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut menjadi “Respected Gas Produser” di masa mendatang.

Sedangkan rencana kerja jangka pendek PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dituangkan dalam bentuk RKPL tahunan yang utamanya berisi :

• Target produksi yang akan dicapai.
• Jumlah sumur bor/KUPL/reparasi.
• Rencana kerja fungsi-fungsi pendukung.
• Analisa keekonomian proyek.
• Proyeksi perolehan laba secara keseluruhan.

RKPL disusun dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama, yaitu :

• Sisa cadangan migas di struktur-struktur yang akan dibor, KUPL dan reparasi.
• Permintaan pelanggan akan produk yang dihasilkan.
• Realisasi produksi migas tahun sebelumnya.
• Ketersediaan serta kemampuan sarana dan fasilitas pendukung operasi.
• Problema yang mungkin timbul dalam merealisasikan RKPL serta kemampuan untuk mengatasinya.

Apabila RKPL tersebut disetujui oleh Direktur Direktorat Hulu, maka dituangkan dalam bentuk program kerja pada tahun berikutnya.

SUMBER DAYA MANUSIA

1. Pengelolaan Pekerjaan :

Sistem manajemen kerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut tercantum dalam Peraturan Perusahaan Bidang Sumber Daya Manusia yang telah ditetapkan melalui SK Dirut No.Kpts-48/C0000/99-S0 tanggal 08 Maret 1999 yang mencakup masalah Pendelegasian Wewenang; Perencanaan dan Pembinaan SDM; Norma dan Syarat-Syarat Kerja.

Untuk mencapai tujuan sesuai dengan Visi dan Misi PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, maka ditetapkanlah Struktur Organisasi baru berdasarkan SK Dir. Hulu No.Kpts-002/D00000/2002-S0 tanggal 25 Januari 2002, yang mengacu kepada SK Direksi No.Kpts-004/C00000/2002-S0.

Ruang lingkup kegiatan dan sistem Manajemen Sumber Daya Manusia di PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut, dibagi menjadi beberapa kegiatan, seperti ; Perencanaan dan Pengembangan Pekerja. Hubungan Industrial dan Kesejahteraan Pekerja; dan Kesehatan Pekerja.

Ketiga butir lingkup kegiatan di atas dilakukan oleh Fungsi SDM DOH NAD-Sumbagut berkoordinasi dengan SDM Direktorat Hulu.

Sementara untuk mewujudkan iklim kerja yang harmonis antar pegawai, pekerjaan dirancang secara korporat oleh Tim Gabungan dari berbagai Fungsi guna terciptanya budaya kerjasama.
Tegasnya, pelaksanaan pekerjaan sehari-hari di lingkungan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mempunyai Sistem Tata Kerja (STK) sebagai berikut :

• Pedoman yang berisi kebijakan operasional perusahaan secara umum.
• Tata Kerja Organisasi (TKO) yang mengatur hubungan kerja antar fungsi atau antar bagian.
• Tata Kerja Individu (TKI) yang mengatur tata kerja individu pekerja untuk setiap pekerjaan..
• Tata Kerja Penggunaan Alat (TKPA) yang mengatur cara pengoperasian alat.

Sedangkan untuk melaksanakan pekerjaan yang tidak memerlukan pendidikan khusus, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut menempuh kebijakan kontrak pemborongan pekerjaan pada pihak rekanan penyedia jasa tenaga kerja. Penentuan jumlah tenaga bantu atau biasa disebut sebagai Pekarya yang dibutuhkan oleh setiap fungsi/bagian ditentukan berdasarkan volume/jenis pekerjaan, bukan berdasarkan pada formasi jabatan vacant. Rekruitment Pekarya dilaksanakan setelah mendapat ijin prinsip dari General Manager, dan dilaksanakan melalui mekanisme yang diatur dalam TKO Fungsi Organisasi dan Tatalaksana No.B-011 & B-012/F6160/97, tanggal 15 Juli 1997.

2. Mengakomodasikan Keragaman Ide :

Proeses mengakomodasikan perbedaan ide, budaya dan cara berfikir pekerja dilakukan dengan :

• Rapat Kerja yang dilakukan secara berkala.
• Morning Meeting pada fungsi tertentu.
• Penerapan Sistem Manajemen Mutu pada semua level.
• Kegiatan Corporate Days.

Sedangkan untuk masyarakat sekitar daerah operasional Pertamina dilakukan kegiatan sebagai berikut :

• Pendekatan dari segi keagamaan.
• Kegiatan sosial dan olahraga.
• Community Development.

3. Menjaga Efektivitas Komunikasi.

Untuk menjaga efektivitas komunikasi dilakukan dengan cara :

• Rapat Koordinasi Tim Manajemen yang dilakukan secara berkala.
• Komunikasi antar fungsi dengan menggunakan memo, nota dinas dan surat edaran.

Metoda yang dilakukan dalam mentransfer keterampilan antar unit kerja dilakukan dengan cara sebagai berikut :

• Mutasi Pekerja.
• Pembentukan Kelompok Kerja pada kegiatan tertentu.
• In-House Training yang dilaksanakan oleh Diklat.

Sistem Manajemen Kinerja.

Sistem Manajemen Kinerja (SMK) adalah suatu proses yang menciptakan pemahaman bersama antara pekerja dengan atasan tentang apa yang akan dicapai danm bagaimana cara mencapainya. Pelaksanaan SMK diatur dalam Tata Kerja Organisasi dan Petunjuk Pelaksanaan Sistem Manajemen Kinerja yang berlaku sejak tanggal 1 April 1999.

Tujuan SMK yaitu mengelola kinerja pekerja untuk menunjang pencapaian tujuan perusahaan. Sedangkan ruang lingkupnya meliputi penetapan sasaran kerja, bimbingan pencapaian sasaran kerja serta evaluasi kinerja yang dicapai oleh pekerja.

Untuk pekerja dengan level General Manager (L1D) dan Manajer (L2D), Sistem Manajemen Kinerja yang digunakan adalah KPI yang ditetapkan oleh Direktorat Hulu. Sedangkan untuk level di bawahnya, penilaian dilaksanakan dengan SMK yang dikoordinirkan oleh fungsi SDM.
Tujuan Pengelolaan Kinerja adalah :

• Sebagai umpan balik bagi pekerja untuk mengembangkan diri dan karir.
• Sebagai dasar pertimbangan promosi, mutasi, demosi dan tindakan perbaikan.
• Sebagai alat untuk memperoleh data program pendidikan, pelatihan dan pengembangan.
• Sebagai alat pengalokasian kompensasi dan sistem imbalan.

Sirklus kegiatan SMK setiap tahun penilaian, meliputi tahapan sebagai berikut :

1. Penyusunan/penetapan sasaran kerja individu dengan mengacu pada :

• UKT dan uraian jabatan.
• Kompetensi Pekerja dan Kompeten Jabatan.
• Partisipasi atasan bawahan.
• Komitmen bersama.

2. Bimbingan/Coaching.
Sebagai sarana monitoring, komunikasi, umpan balik, perbaikan dan peningkatan kerja.

3. Evaluasi Kinerja.
Dilakukan untuk membandingkan prestasi dengan sasaran kerja yang telah disepakati beserta umpan balik yang relevan.

Adapun feed back (umpan balik) terhadap sistem manajemen kinerja yang berisi sasaran kerja, dilaksanakan langsung oleh manajer/kepala fungsi terkait melalui bimbingan formal pada pertengahan tahun dan bimbingan informal sepanjang tahun.

Sebagai hasil dari sistem manajemen kinerja adalah diberikannya merit increase yang berbeda untuk setiap pekerja sesuai dengan klasifikasi kinerja.

Sistem Penerimaan dan Karir Pekerja.

1. Identifikasi Karateristik.
Guna mengidentifikasi karakteristik dan keahlian yang diperlukan oleh pekerja potensial yang direncanakan untuk menduduki jabatan pada level L3D dilakukan melalui uji pemenuhan persyaratan, yaitu :
• Kompetensi Tenaga Ahli.
• Pertimbangan DPKP

Yang dikenal dengan sebutan Professional Development Program (PDP).
Sedangkan untuk L2D harus melalui Assessment Test yang dilakukan oleh Pertamina Korporat dan untuk L4D ke bawah dilakukan oleh Manajer terkait di bawah koordinir Manajer SDM.

Sementara itu untuk menentukan kebutuhan keahlian pekerja baru, Pertamina Puisat memiliki proses perencanaan pekerja yang didasarkan pada masukan dari Unit Kerja/Daerah Operasi.

2. Sistem Penerimaan Pekerja.

Perencanaan tenaga kerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut dilaksanakan oleh Pertamina Korporat dengan mempertimbangkan usulan dari PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut. Fungsi SDM menyusun rencana kebutuhan tenaga kerja secara berkala dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu jumlah pekerja yang akan pensiun, pindah tugas maupun meninggal dunia.

Proses penerimaan pekerja di PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut terdiri dari
1. Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PWTT)

Rekrutmen Pekerja Waktu Tidak Tertentu dengan jenjang pendidikan S1, S2 dan S3 dilakukan oleh Pertamina Direktorat Pengembangan dengan memperhatikan usulan dari PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut. Untuk tenaga kerja dengan pendidikan setara program Diploma dan SLTA menjadi kewenangan fungsi SDM DOH NAD-Sumbagut dengan ijin prinsip pejabat pusat yang berwenang. Namun, sampai saat ini belum disusun tata aturan dan kebijakannya.

2. Pekerja Waktu Tertentu (PWT).

Rekruitmen Tenaga Kerja Waktu Tertentu (TKWT) dilakukan oleh PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut setelah mendapat ijin prinsip pejabat yang berwenang di Kantor Pusat. Kegiatan rekruitmen dimulai dengan menginformasikan kebutuhan tenaga kerja sesuai dengan kriteria yang ditentukan melalui papan pengumuman dan seleksi surat lamaran yang masuk ke perusahaan.

Pengangkatan pekerja diambil dari hasil seleksi serta penempatannya disesuaikan dengan kontrak dan formasi jabatan.

Sementara proses pengangkatan Pekerja Waktu Tidak Tertentu (PWTT) adalah sebagai berikut :

1. Pelamar yang diputuskan untuk diterima bekerja tanpa melalui program Pendidikan Khusus, diangkat menjadi pekerja, melalui masa percobaan paling lama 3 (tiga) bulan dengan diberikan 80% upah.
2. Selama masa percobaan, baik perusahaan maupun pekerja yang bersangkutan dapat memutuskan hubungan kerja tanpa kewajiban untuk memberitahukan alasannya, dan Perusahaan tidak berkewajiban membayar pesangon dan atau kerugian apapun.
3. Pekerja yang dinyatakan tidak memenuhi persyaratan dalam masa percobaan dan harus diakhiri hubungan kerjanya, maka selanjutnya dikembalikan ke Fungsi SDM untuk proses pengakhirannya.
4. Hubungan kerja pada masa percobaan dengan Surat Perjanjian Kerja dan setelah berakhirnya masa percobaan akan ditetapkan dengan Surat Keputusan Pengangkatan Pekerja Waktu Tidak Tertentu.
5. Pelamar yang memenuhi persyaratan diputuskan untuk diterima bekerja melalui program pendidikan khususndiangkat menjadi pekerja tanpa melalui masa percobaan terhitung sejak tanggal Wisuda Pendidikan.

Penentuan golongan upah disesuaikan dengan golongan jabatan yang akan diisi oleh pekerja tersebut. Upah yang akan diterima disesuaikan dengan skala upah tetap pada masing-masing golongan upah serta pendapatan lainnya yang terkait.

Penempatan pekerja baru pembagiannya dilakukan oleh SDM Kantor Pusat, berdasarkan kebutuhan operasional dan formasi jabatan DOH NAD-Sumbagut. Segala ketentuan yang berhubungan dengan status, hubungan kerja, perawatan dan pembinaan diatur dalam norma dan syarat-syarat kerja yang berlaku.

Dasar pengembangan karir pekerja Pertamina adalah :

Pada awal Tahun 2003 PT Pertamina (Persero) Direktorat Hulu telah menyusun kompetensi individu sebagai dasar perencanaan, pembinaan dan pengembangan karir pekerja dengan standard pertimbangan yang objektif.

Usaha-usaha yang mulai dilakukan adalah :

1. Membangun Compency Based, menyusun kompetensi jabatan dan menyesuaikan profil kompetensi pekerja dengan profil kompetansi jabatan yang dipersyaratkan. PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut sudah menyusun kompetensi jabatan sampai ke level L3D.
2. Mengacu hasil assessment center yang menggambarkan profil kompetensi (kelebihan/ kekurangan) dan potensi pekerja secara individual, sampai saat ini masih difokuskan sampai pejabat L2D.
3. Menggunakan metoda pengembangan kompetensi seperti :

• Pendidikan formal (secara selektif/sesuai kebutuhan).
• Pelatihan (mandotory, required and elective program).
• On the Job/Developmental Assignment (intern & extern).

4. Menyusun perencanaan suksesi.

• Menyusun rencana suksesi pada setiap jabatan dan menyiapkan kandidat melalui assessment (masih terfokus untuk jabatan strategis dan L3D ke atas).
• Penetapan dilakukan secara transparan dan objektif.
• Pembinaan yang terprogram diarahkan untuk mengurangi gap antara kompetensi pekerja dengan kompetensi jabatan yang dipersyaratkan.

5. Membuat klasifikasi kerja berdasarkan kategori tertentu, seperti : kader, pendidikan /pelatihan, pengalaman, kinerja dan keahlian.

• Eks program kader/non kader (BPS atau non BPS).
• Berpendidikan S1 - S2, D3, dan SLTA ke bawah.

6. Menentukan jabatan yang akan diisi.

• Besar kecilnya Unit kerja (Besar, Sedang, Kecil).
• Tingkat kompleksitas tugas ; misalnya, urutan dari yang terkompleks sampai yang simple.
• Peran dan fungsi : conceptor, fasilitator, executor/implementor/decision maker.

Langkah-langkah Pelaksanaan Pengembangan Karir adalah sebagai berikut :

1. Identifikasi kandidat.

- Menyusun data base jabatan dan pekerja masing-masing fungsi (golongan, status dan lokasi) yang mutakhir.
- Melakukan Assessment untuk inventarisasi kompetensi atau menggunakan data hasil assessment yang up to date (masih terbatas dan sesuai kebutuhan).

2. Menetapkan kurang lebih 3 (tiga) suksesor untuk setiap jabatan yang telah dikoordinasikan dan disetujui oleh fungsi terkait.
3. Melaksanakan proses pengembangan karir.
4. Memantau pelaksanaan pengembangan karir.
5. Melakukan evaluasi pelaksanaan dan penyempurnaan program pengembangan karir.

Untuk memantau pelaksanaan pengembangan karir pekerja dibentuk Komite Pembinaan yang disebut DPKP (Dewan Pembinaan Karir Pekerja).

Ketua : General Manager PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut, Rantau.
Anggota : Tim Manajemen.

Motivasi Pekerja.

Upaya-upaya yang dilakukan dalam rangka memotivasi pekerja antara lain :

a. Motivasi yang langsung dapat dirasakan pekerja.

• Formal :
Promosi jabatan, delegasi wewenang, merit increase, insentif, Haji atas biaya perusahaan, pelatihan, penghargaan atas prestasi dan pemberlakuan sanksi secara konsisten (reward & punishment).

• Informal :
Kunjungan Tim Manajemen ke lokasi kerja pekerja, memberikan pujian atas prestasi
yang telah dicapai, ramah tamah, kegiatan sosial dan olahraga.

b. Motivasi berupa dorongan moril.

Upaya Manajemen dalam membantu pekerja mencapai Jabatan dan Karir yang Relevan serta Sasaran yang diharapkan dalam bentuk dorongan moril, yaitu :

• Formal :
Pendidikan Perusahaan melalui penanaman Visi, Misi dan Tata Nilai, Orientasi pekerjaan dan Identifikasi minat serta kemampuan bidang kerja.

• Informal :
Mengadakan kunjungan kerja ke lokasi-lokasi, kegiatan olahraga bersama, kegiatan PWP dan UTD pekerja.

Secara khusus PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut telah membentuk Tim Penghargaan dan Perbaikan berdasarkan Surat Keputusan General Manager DOH NAD-Sumbagut No. Kpts-003/D10000/2002-B1 tanggal 21 Januari 2002.

Kesejahteraan dan Kepuasan Pekerja.

Perusahaan di dalam melaksanakan kegiatan sangat memperhatikan kesejahteraan dan kepuasan pekerja yang meliputi :

Lingkup Kerja

Dalam upaya untuk menjadikan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut telah menyusun program antara lain sebagai berikut :

1. Aspek Keselamatan, meliputi : Safety inspection, safety talk, safety promotion, safety training, safety equitment dan zero incident.
2. Aspek Lindungan Lingkungan, meliputi : Penanganan limbah B3, inspeksi lingkungan, pemeriksaan air limbah (pH, kandungan minyak dalam air) dan good house keeping.
3. Aspek Kesehatan Lingkungan Kerja, meliputi : Kebisingan, bahaya gas beracun.
4. Aspek Kesehatan Manusia, meliputi : Jaminan Kesehatan, medical check up, extra food bagi pekerja di lokasi tertentu.

Partisipasi pekerja dalam meningkatkan kualitas LK3 dilaksanakan dengan cara :

1. Mematuhi ketentuan-ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja.
2. Melaksanakan safety talk sebelum pekerjaan dimulai.
3. Menyelenggarakan bulan K3 (setiap tahun), dan pemasangan bendera simbol peduli lingkungan dan keselamatan kerja.
4. Memeriksa secara berkala peralatan LK3 agar siap pakai setiap.

Meningkatkan kesiagaan keadaan darurat.

Selain hal tersebut di atas, PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut juga senantiasa siap siaga untuk menghadapi kondisi darurat dan bencana alam dengan cara :

1. Membentuk satuan tugas penanggulangan keadaan darurat (OKD).
2. Melaksanakan simulasi OKD.
3. Menyiapkan peralatanm keselamatan kerja.

PROSES PENCIPTAAN NILAI

1. Bisnis Utama.

Seperti telah dijelaskan bahwa tugas pokok PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah untuk mengelola cadangan minyak dan gas bumi existing secara optimal dan usaha penambahan cadangan minyak dan gas bumi baru yang ekonomis untuk diproduksikan agar dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.

Produk yang dihasilkan oleh PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut adalah berupa minyak mentah (API Spec 45-57’, Viscositas 0,5-0,85 CP, BS&W < 0,5%, Water Content < 0,5%), dan gas bumi yang mengandung kompenen : Methane 80% min. d/vol ; Ethane max. 15% d/vol ; Propane max. 5% d/vo; Buthane max. 5% d/vol ; C5+ max. 1% d/vol ; N2 max. 0,8% d/vol ; CO2 max. 10% d/vol ; S2 max. 0,15 gram/MMBTU; H2S max. 4 ppm ; H2O max. 10 lbs/MMSCF ; Temperatur 18’ F - 120’ F ; Nilai kalori 1000 - 1365 BTU/SCF ; Tekanan 19,5 - 27 Ksc.
Sementara untuk jasa pelayanan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut memperoleh pendapatan dari pengenaan Toll Fee transportasi gas bumi di daerah Lhokseumawe (PT Exxon Mobil Oil) yang menggunakan pipa Pertamina.

Kontribusi hasil produksi terhadap pencapaian kinerja keuangan dalam hal ini Net Profit Margin pada tahun 2002 sebesar Rp 702.516.663.240,- dengan komposisi dari minyak mentah sebesar 30%, gas bumi sebesar 68% dan lain-lain sebesar 2%.

Sedangkan untuk menjamin konsisten pencapaian proses bisnis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut menerapkan pendekatan manajemen dengan menggunakan Sistem Manajemen Mutu Pertamina pada semua Fungsi/Bagian, dan ISO 9001 : 2000 pada Fungsi Transmisi Gas.

2. Metoda untuk mengakomodasikan masukan pelanggan.

Untuk memenuhi kebutuhan pasar/pelanggan, dilakukan penyesuaian, perubahan, penggembangan dan peningkatan sistem, serta modifikasi skala kecil dan besar dengan tetap mengacu pada strategi bisnis PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

Proses penyesuaian tersebut dilakukan berdasarkan :

a. Survey kebutuhan pasar, berdasarkan permintaan kebutuhan pelanggan melalui proses surat- menyurat, sebagai contoh adalah :

• Surat Direktur Hulu Pertamina kepada Direktur Operasi PT PLN No. 738 /D00000/2001-S1 tanggal 30 November 2001 mengenai perpanjangan jual-beli gas untuk pembangkit listrik PLTG di Medan.
• Surat Direktur Utama PT PLN kepada Dirut Pertamina No. 889/180/DIRUT/2001, tanggal 05 Oktober 2001 mengenai Perpanjangan jual-beli gas untuk PLTG di Medan dengan lampiran data kebutuhan gas.

b. Masukan dari pelanggan baik formal maupun informal sebagai contoh adalah hasil rapat koordinasi antara PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dengan para pelanggan gas yang terdiri dari PT PGN, PT PLN, Kilang LPG UP-I, Kilang LPG PT Maruta Bumi Putra dan PT Kilang Aspal Sumatera.
c. Melakukan analisa terhadap realisasi produksi minyak dan gas bumi masa lalu.
d. Proyeksi kemampuan produksi minyak dan gas bumi.
e. Kebutuhan dari pelanggan disampaikan melalui Direktorat Hulu untuk gas atau langsung kepada PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut untuk minyak mentah.

Sebagai informasi dapat dijelaskan bahwa produksi migas sejak tahun 2000 terus mengalami penurunan. Contohnya, produksi rata-rata minyak mentah PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut mengalami fluktuasi dapat terbaca pada produksi untuk tahun 2000 yang tercatat sebesar 4.687 barrel/hari (BOPD = barrel oil per day) turun menjadi 3.595 BOPD di tahun 2001, dan naik lagi di tahun 2002 menjadi sebesar 3.841 BOPD. Untuk tahun 2003 (Jan-Sept.) produksi minyak mentahnya naik satu point dari 3.841 BOPD menjadi 3.842 BOPD, pada bulan berikutnya produksinya diproyeksikan menjadi 3.886 BOPD. Sedangkan produksi gas bumi rata-rata per harinya terus mengalami penurunan dan ini terdeteksi mulai tahun 2000 yang produksinya sebesar 93 MMSCFD turun menjadi 81 MMSCFD di tahun 2001, tahun 2002 turun lagi menjadi sebesar 78 MMSCFD, dan turun lagi 2 point di tahun 2003 (Jan-Sept.) menjadi 76 MMSCFD. Untuk bulan berikutnya produksinya diproyeksikan akan mencapai angka sebesar 85 MMSCFD.

Untuk mengantisipasi terus menurunnya produksi gas, maka kini sedang diupayakan untuk menggarap struktur Serang yang produksinya diperkirakan akan mampu memenuhi kebutuhan gas bagi konsumen di Aceh dan Sumatera Utara.

Mengingat bahwa peluang pasar gas alam yang masih terbuka lebar di wilayah Sumatera Bagian Utara, maka kini PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut sedang mempersiapkan untuk mempercepat pengembangan prospek gas alam di struktur Serang, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara dengan melakukan pemboran penilaian 3 sumur dan secara simultan membangun fasilitas produksi tahap-I tahun 2003, serta melakukan Seismik tiga dimensi dan pemboran 4 sumur lagi pada tahun 2004. Selanjutnya melakukan pemboran pengembangan dan pembangunan fasilitas produksi tahap-II yang diharapkan seluruhnya dapat dilaksanakan pada tahun 2005.

Selanjutnya pihak PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut juga akan melakukan pemboran infill pada struktur gas existing antara lain struktur Wampu (4 sumur) dan struktur Paluh Sipat (2 sumur) pada tahun 2004. Dan upaya menemukan cadangan gas baru melalui pemboron eksplorasi masing-masing 1 sumur di struktur Sembilan (SEM), Susu Selatan Deep (SSD) dan Susu Tenggara Deep (STD) pada tahun 2004.

Namun apabila PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut tidak mampu memenuhi kebutuhan pelanggan sesuai permintaan, maka untuk pemenuhannya dapat meminta bantuan dari Mitra Kerja seperti dari JOB atau TAC melalui kesepakatan bersama.

Program kerja diterjemahkan dalam proses kerja yang menghasilkan produk siap jual/kirim ke pelanggan.

Proyeksi kebutuhan gas bumi bagi pelanggan pada tahun 2004 sebesar 176,05 MMSCFD; tahun 2005 sebesar 208,85 MMSCFD; tahun 2006 sebesar 219,35 MMSCFD; dan tahun 2007 akan terjadi loncatan menjadi sebesar 236,85 MMSCFD; tahun 2008 sebesar 249,25 MMSCFD; tahun 2009 dan 2010 sebesar 249,45 MMSCFD.

Berdasarkan data tersebut di atas, maka proses bisnis utama PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut akan diperioritaskan kepada bisnis gas bumi dengan tidak mengenyampingkan bisnis minyak mentah.

Kebutuhan pasar/pelanggan yang berkaitan dengan proses bisnis utama dikelola sebagai masukan awal, untuk kemudian dikaji dan bila dianggap menguntungkan, diusulkan sebagai usulan Rencana Kerja.

3. Indikator Kinerja.

Agar sasaran/target kinerja PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut yang telah disepakati bersama Pertamina Direktorat Hulu dapat dicapai, maka perlu ditetapkan suatu indikator untuk melihat kondisi perusahaan pada peride tertentu, sehingga manajemen dapat segera menentukan langkah yang tepat untuk mengoreksi penyimpangan dari sasaran yang telah direncanakan.

Ukuran kinerja tersebut dapat diubah dari yang telah disepakati berdasarkan kondisi terkini. Indikator kinerja utama tercermin dalam KPI GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

4. Meminimalkan Biaya Operasi.

Metoda ataupun usaha yang dilakukan oleh Tim Manajemen PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut dalam rangka memenimalkan biaya operasi yang berkaitan dengan pemeriksanaan, uji produk dan audit kinerja termasuk mencegah cacat produk dilakukan dengan cara :

a. Pretreatment terhadap produk sebelum dikirim ke pelanggan/konsumen, sebagai contoh :

• Produk minyak, mengurangi kadar BS & W dengan cara settling dan pemberian demusifier di Pusat Penampungan Produksi dan Terminal Loading.

• Produk gas, mengurangi kadar air dalam gas dengan cara pengoperasian dehydration unit.

b. Reevaluasi asset yang diasuransikan.
c. Menerapkan kajian tekno ekonomi pada setiap kegiatan.
d. Analisis biaya persatuan produk (minyak dan gas).
e. Memanfaatkan over capacity asset.
f. Memanfaatkan material dead stock sebagai substitusi.

5. Sistem Operasi Bisnis Utama.

Sementara upaya untuk meningkatkan operasi bisnis utama dilakukan dengan beberapa cara, misalnya :
• Program optimasi produksi pada sumur existing.
• Penambahan titik serap minyak dan gas pada struktur existing.
• Stimulasi sumur dengan metoda hydraulic fracturing.
• Pemanfaatan over capasity asset dan material.
• Optimasi gathering system.
• Rekondisi material bekas.
• Stockless policy dengan Master Agreement.

6. Fungsi Penunjang Bisnis Utama.

Untuk mendukung kelancaran bisnis utama terdapat aktivitas penunjang yang dilakukan oleh beberapa Fungsi penunjang seperti :

1. Fungsi Perencana dan Manajemen Usaha.

a. Melakukan koordinasi dengan seluruh Fungsi untuk proses perencanaan, pengajuan, pengawasan dan evaluasi RKPL PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.
b. Melakukan pengawasan kinerja Mitra Kerja (TAC, JOB dan Aliansi).
c. Meningkatkan kinerja mutu perusahaan dengan cara :
- Pemutakhiran Sistem Tata Kerja.
- Evaluasi proses operasi dan kinerja.

2. Fungsi Jasa dan Sarana.

Mengelola jasa penunjang operasional perusahaan berupa :
- Teknik sipil dan survey pemetaan.
- Teknologi Informasi dan Komunikasi.
- Utilitis dan Instrumentasi.
- Inventory.

3. Fungsi Keuangan.

Mengelola keuangan perusahaan secara accountable dan auditable, guna mendukung kelancaran operasi perusahaan sehingga diharapkan dapat tercapai kondisi liquiditas, rentabilitas dan solvabilitas yang optimal.

4. Fungsi Sumber Daya Manusia.

a. Pembinaan SDM yang berorientasi kepada proses bisnis utama.
b. Melakukan pengembangan kinerja dan profesionalitas pekerja melalui pengembangan karir, pendidikan dan pelatihan.
c. Penerapan sistem reward & punishment.
d. Memberikan tingkat kesejahteraan pekerja yang baik secara menyeluruh.

5. Fungsi Umum.

Mengelola kegiatan yang menunjang operasional perusahaan meliputi :
- Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lindungan Lingkungan.
- Inspeksi.
- Hukum dan Pertanahan.
- Hupmas dan Sekuriti.

6. Fungsi Pengadaan.

Menunjang operasional perusahaan dalam proses pengadaan barang dan jasa. Artinya, Fungsi inilah yang senantiasa berhubungan dengan pihak rekanan PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut.

Dalam hal pengadaan barang dan jasa, Fungsi ini sering mengalami “pressure” dari kelompok tertentu yang memaksa kehendak. Misalnya, mereka berkeinginan agar PT Pertamina (Persero) DOH NAD - Sumbagut, jangan memberi pekerjaan atau proyek kepada pengusaha atau rekanan yang berdomisili di luar Kabupaten Aceh Tamiang. Itu sah-sah saja sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang telah ditentukan dalam Petunjuk Teknis Pelaksanaan Keppres Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2000. Pada hal dalam BAB II tentang Pengumuman dan Pendataran Peserta Lelang, butir 4 huruf (f) secara tegas dinyatakan “Calon peserta lelang dari provinsi/kabupaten/kota lain tidak dilarang untuk mengikuti proses lelang di provinsi/kabupaten/kota lain di mana pelelangan dilakukan.

Menyinggung tentang adanya keinginan dari para asosiasi maupun Kadinda Aceh Tamiang agar dalam setiap pengumuman lelang PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau, jangan hanya mencatumkan klasifikasi M saja, tapi harus lebih spesifik. Misalnya mencantumkan klasifikasi M1 atau M2 seperti yang lazim berlaku di kalangan asosiasi rekanan/kontraktor/leveransir.

Menanggapi hal itu, GM PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Ir.H.Lukman Umar berpendapat, sepanjang tidak bertentangan dengan isi kandungan dari Keppres No.18 Tahun 2000 dapat disetujui. Namun dalam kondisi harus menyimpang dari Keppres No.18 Tahun 2000 dan SK Direksi Pertamina No. Kpts-077/c0000/2000-SO, pihak Asosiasi Rekanan/Kadinda Aceh Tamiang harus dapat mengupayakan pernyataan tertulis dari BPKP Naggroe Aceh Darussalam sebagai auditor resmi PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau yang intinya menyebutkan bahwa PT Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut, Rantau dapat melaksanakan kegiatan pengadaan barang dan jasa tanpa mengindahkan kaidah-kaidah yang terkandung di dalam Keppres No.18 Tahun 2000 dan SK Direksi PT Pertamina (Persero) Holding.

Sejak diberlakukannya perubahan Pertamina dari BUMN menjadi Perusahaan Perseroan, maka jangankan Keppres No.18 tahun 2000, Keppres No.80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa juga sudah tidak ada relevansi dengan PT Pertamina (Persero) yang pendanaannya tidak dibebankan dari APBN apa lagi APBD.

7. Minimisasi Biaya.

Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, Pertamina (Persero) DOH NAD-Sumbagut berupaya untuk melakukan minimisasi biaya dari Inspeksi, pengujian, audit proses dan kinerja serta mencegah kegagalan dan biaya kehandalan dengan :

- Melaksanakan ispeksi sesuai kebutuhan minimal namun masih memenuhi standar yang ada (metoda sampling pada pengecekan jalur pipa, subtitusi material untuk pelaksanaan inspeksi).
- Melakukan audit internal Sistem Manajemen Mutu sebelum dilakukan audit oleh pihak internal.

8. Peningkatan Proses Penunjang.

Upaya untuk meningkatkan proses penunjang dilakukan melalui standarisasi, Otomasi, Integrasi, Learning Process, Simplifikasi dan Eliminasi proses kerja seperti :

- Melaksanakan Stockless Policy Material dengan Price Agreement.
- Mengganti sistem komunikasi satelit perminyakan menjadi radio link.
- Melakukan kerjasama dengan pabrikasi guna mendapatkan harga yang kompetitif dan jaminan kualitas.
- Memanfaatkan gas bakaran sebagai bahan bakar pembangkit listrik.
- Memperbaharui Peraturan Perusahaan Bidang Sumber Daya Manusia (dilaksanakan oleh Pertamina Korporat).
- Memanfaatkan tenaga aparat keamanan untuk membantu kinerja sekuriti.

Sementara dalam upaya mewujudkan Visi & Misi, PT Pertamina (Persero) secara nasional telah bertekad untuk melakukan perubahan dengan komitmen sebagai berikut:

1. Secara berkelanjutan melaksanakan perubahan budaya korporat dari birokratis menjadi entrepreneur berdasarkan prinsip Good Corporate Governance.
2. Meningkatkan citra korporat dalam setiap aspek kegiatan perusahaan sebagai bagian dari upaya peningkatan reputasi perusahaan.
3. Mengembangkan pola bisnis yang memberikan nilai tambah lebih dan akrab lingkungan dengan menerapkan Management Information System.

Sementara dari rumusan hasil Rapat Pimpinan (Rapim) PT Pertamina (Persero) pada tanggal 18-19 Maret 2004 yang berlangsung di Lantai M Kantor Pusat Pertamina Jalan Perwira No.6 Jakarta Pusat dengan tema " Akselerasi Transformasi Dalam Rangka Menghadapi Kompetisi" telah menghasilkan sejumlah butir perubahan dalam program utama BUMN Pertamina yang berubah menjadi perusahaan perseroan sejak tanggal 17 September 2003 lalu, yang rangkumannya sbb.:

Perubahan kebijakan di tingkat nasional, dalam hal ini mengenai pengaturan kegiatan migas dan panas bumi, terjadi seiring dengan terbitnya UU Migas No. 22 Tahun 2001 dan pengukuhan Pertamina menjadi perusahaan perseroan pada tanggal 17 September 2003 lalu. Perubahan tersebut meliputi kegiatan usaha, pola usaha, kontrak kerjasama dan penerimaan negara di bidang hulu/hilir, pembagian keuangan pusat dan daerah, pembinaan dan pengawasan, tanggungjawab dan pelaporan serta penanganan masalah panas bumi. Perubahan regulasi yang cukup signifikan ini memberikan dampak langsung pada dinamika dan perubahan di dalam tubuh Pertamina.

Pertamina yang pada mulanya diamanatkan untuk mengurus sumber daya alam minyak, gas dan panas bumi, kini dituntut untuk dapat tampil sebagai entitas bisnis murni.

Dalam pengarahannya, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), Laksamana Sukardi menegaskan bahwa untuk mengelola sumber daya alam yang strategis ini perlu ditunjang dengan penguasaan manajemen yang profesional serta modal. Lebih lanjut Komisaris Utama menegaskan bahwa manajemen perusahaan sebagai pucuk kepemimpinan harus bertanggungjawab atas kondisi perusahaan. Sehingga diharapkan tidak terjadi pemisahan antara manajemen dan problema perusahaan (decoupling).

Selain perubahan dalam hal regulasi, sejumlah perubahan yang terjadi secara signifikan pada tataran ekonomi makro serta iklim reformasi tentunya turut memberikan dampak terhadap perkembangan perusahaan. Pertamina yang kini berbentuk persero, akan berhadapan dengan sejumlah tantangan yang perlu disikapi dengan seksama. Oleh karena itu sejumlag penyesuaian perlu dilakukan oleh Pertamina. Dewan Komisaris memberikan arahan untuk mengakselerasikan transformasi perusahaan menjadi persero sesuai roadmap yang telah ditentukan, upaya serius untuk melaksanakan business development serta peningkatan citra perusahaan. Dengan arahan ini diharapkan Pertamina mampu untuk menjawab tantangan yang dihadapi di era global.

Transformasi dan Citra

Dalam pergerakannya menjadi entitas bisnis, Pertamina mengalami perubahan status badan hukum dari BUMN menjadi sebuah Perusahaan Perseroan yang sebagian sahamnya dipegang pemerintah, dan pemerintah telah memberikan ketegasan sikap dalam transformasi Pertamina sebagai persero. Ketegasan tersebut diwujudkan dengan menunjuk Dewan Komisaris dan Direksi PT Pertamina (Persero) yang diharapkan akan membawa perusahaan secepatnya berubah dari pola dan perilaku lama yang birokratis menjadi suatu entitas bisnis murni serta berorientasi laba. Maka melalui koridor RUPS, langkah transformasi perusahaan digerakkan dalam konsep pengembangan bisnis secara terintegrasi dari tataran superholding, holding dan Anak Perusahaan.

Namun demikian, transformasi perusahaan menjadi persero belum sepenuhnya kelihatan. Stakeholders masih merasakan nuasa Pertamina yang lama. Dalam hal ini, citra Pertamina masih tergambar sebagai institusi publik bukan coporate. Di sinilah letaknya peran strategis Corporatye Secretary agar dapat "bermain cantik" dalam mendukung kebijakan perusahaan dengan tujuan akhir agar citra Pertamina yang masih identik dengan pemerintah dapat segera dilakukan pembenahan dan penyesuaian. Dalam perubahan tersebut yang perlu digarisbawahi adalah faktor transformasi budaya perusahaan. Hal ini mengingat bahwa perubahan budaya membutuhkan komitmen nyata dari seluruh lini perusahaan.

Business Development

Sebagai perusahaan yang mengarah pada profit, maka diperlukan adanya cara pengembangan bisnis perusahaan, termasuk bagaimana mengembangkan financial engineering. Anggota Dewan Komisaris Syarifuddin Arsyad Temenggung dalam kesempatan ini menegaskan bahwa Pertamina masih dihadapi dengan banyak kendala dalam proses pengembangan seperti pada bidang eksplorasi maupun eksploitasi. Pertamina telah memiliki kesempatan awal yang namanya first right of refusal tetapi pada kenyataannya masih banyak ladang migas yang dimiliki, belum dikembangkan. Singkatnya, dalam pengembangan bisnis ini, Pertamina diminta untuk melakukan efisiensi terhadap seluruh fasilitas yang ada. Disamping itu, Pertamina dituntut untuk dapat menentukan time frame dan pola kerjasama untuk pengembangan dimaksud.

Anak Perusahaan

Nuasa transformasi di dalam Anak Perusahaan pun tidak luput dari perhatian. Anak Perusahaan diminta untuk menunjukkan kinerjanya masing-masing dan harus bersinergi dengan Pertamina. Intinya, Anak Perusahaan harus dapat memberi dampak positif dan menghasilkan revenue. Pada tahun 2005 diharapkan sudah ada ketegasan apakah tetap fokus pada bisnis migas atau terkait dengan yang lain.

Era Persero

Pada era ini, kegiatan usaha Pertamina lebih difokuskan pada upaya peningkatan keuntungan (profit oriented). Perbedaan fundamental antara Pertamina dan PT Pertamina (Persero) terletak pada dua hal yakni : Pertama, kontrak manajemen yang kini ada pada era PT Pertamina (Persero). Kontrak manajemen antara perusahaan dan pemegang saham tersebut menghasilkan butir-butir kesepakatan sebagai berikut :

PT Pertamina (Persero)

(1). Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) PT Pertamina (Persero) 2004 telah disusun dengan memperhatikan prinsip kehati-hatian dan telah mempertimbangkan semua resiko secara terukur.

(2). Mengupayakan peningkatan efisiensi dan efektivitas atas pelaksanaan RKAP 2004.

(3). Bertanggungjawab secara renteng sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar PT Pertamina (Persero) dan peraturan perundang - undangan yang berlaku serta bersedia mempertanggungjawabkan secara profesional atas tercapai atau tidaknya target-target RKAP Tahun 2004.

Pemegang Saham :

(1) Membantu sepenuhnya PT Pertamina (Persero) dalam rangka melaksanakan kegiatan untuk mencapai target yang disepakati sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Memberikan penghargaan kepada PT Pertamina (Persero) dalam bentuk tantiem/bonus atas pencapaian target-target yang disepakati berdasarkan ketentuan yang berlaku di lingkungan Kementerian Badan Usaha Milik Negara.

Perbedaan fundamental yang kedua menyangkut tentang penilaian terhadap kinerja perusahaan. Pada era perseroan penilaian tersebut dilakukan secara lebih terperinci mengacu Keputusan Menteri BUMN No.: KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. Penilaian dalam Keputusan Menteri dimaksud meliputi aspek keuangan, operasional dan administrasi.

Penandatanganan Kesepakatan Kinerja/Ukuran Kinerja Terpilih (UKT) 2004

Pada acara Rapim telah dilaksanakan penandatanganan kesepakatan kinerja dimaksud yang untuk pertama kalinya mengacu kepada Kepmen BUMN No.:KEP-100/MBU/2002.

Penandatanganan kesepakatan kinerja dilaksanakan antara :

1. Direktur Utama dengan para Direktur.
2. Direktur dengan para Deputi Direktur.
3. Direktur/Deputi Direktur dengan para General Manager.

Manajemen Perubahan.

Menyikapi faktor eksternal dan kondisi perusahaan saat ini di mana pengelolaan bisnis perusahaan (TI) masih bercirikan BUMN, birokratis dan tidak ramping, masalah SDM dan Teknologi Informasi yang masih perlu disesuaikan, Good Corporate Governance (GCG) yang belum terinteraksi, K3LL, dan Citra yang masih perlu dibenahi, maka Pertamina memilih transformasi sebagai strategi untuk mencapai kepada kondisi yang diinginkan perusahaan. Program transformasi tersebut meliputi pengembangan bisnis, implementasi organisasi, pengembangan SDM, pengembangan sistem & TI, peningkatan citra & K3LL, peningkatan implementasi GCG. Dengan dilaksanakannya program tersebut, maka diharapkan pada tahun 2005 Pertamina dapat mencapai kondisi yang diinginkan , yaitu bisnis perusahaan dan Anak Perusahaan dikelola sebagai persero sesuai visi, organisasi efisien dan berkinerja tinggi, SDM berbasis kompetisi sesuai kebutuhan bisnis, TI menunjang proses bisnis, GCG bagian tak terpisahkan dari proses bisnis, K3LL menjadi bagian daya saing dan proses bisnis, serta citra Pertamina sesuai visi dan misi. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan visi dan misi perusahaan.

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan.

Penyaluran akan difokuskan pada usaha kecil yang memiliki kaitan dengan bisnis inti perusahaan dengan pertimbangan untuk memberdayakan usaha kecil, memberi kontribusi terhadap distribusi dan daya saing produk-produk Pertamina. Porsi penyaluran dana kemitraan kepada kelompok tersebut sebesar 75%. Sedangkan 25% sisanya akan disalurkan kepada usaha kecil kelompok non bisnis inti. Untuk program bina lingkungan, porsi bentuk pengeluaran meliputi 10% untuk korban bencana alam, 45% untuk pendidikan dan pelatihan, 25% untuk peningkatan kesehatan, 10% untuk pengembangan prasarana dan sarana umum dan 10% untuk sarana ibadah. Porsi alokasi dana total sebesar 60% untuk unit/wilayah usaha dan 40% untuk program PKBL Pusat dan aspek kebutuhan tingkat nasional.

7 Aspek Perubahan.

Mempertimbangkan hal-hal tersebut di atas, maka dalam Rapat Pimpinan PT Pertamina (Persero) menggaris-bawahi 7 (tujuh) aspek perubahan yang perlu diakselerasikan untuk menunjang kinerja perusahaan. Aspek-aspek tersebut meliputi :

1. Pengembangan Bisnis Persero, Portofolio Korporat, AP & Joven (Joint Venture), dan Riset Industri.
2. Implementasi Organisasi Persero.
3. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
4. Pengembangan Sistem & Teknologi Informasi.
5. Peningkatan Implementasi Good Corporate Governance.
6. Peningkatan Citra Perusahaan.
7. Peningkatan Implementasi K3LL.

Agar proses perubahan dapat dilaksanakan secara lebih terfokus, maka dalam sidang-sidang komisi telah dikaji dan dipilih beberapa program yang menjadi fokus percepatan perubahan dari program-program yang ada dan harus direalisasikan dalam periode sampai dengan akhir tahun 2005, meliputi :

1. PENGEMBANGAN BISNIS

a. Pelaksanaan Kebijakan Pengembangan Bisnis dan Portofolio Perusahaan Berorientasi Pada Penciptaan Nilai.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan sesuai dengan misi perusahaan dan melakukan PSO (Public Service Obligation). Program ini akan diimplementasikan melalui peningkatan komitmen pengembangan bisnis pada tingkat top manajemen dan manajemen unit operasi serta seluruh pekerja, menyusun kebijakan Direksi dalam aspek pengembangan bisnis dan portofolio Perusahaan berorientasi pada penciptaan nilai yang selanjutnya ditetapkan melalui kebijakan Direksi, serta melaksanakan programprogram strategis Korporat, Strategic Invesment, Hulu dan Hilir.

b. Optimalisasi Aset Penunjang Usaha.

Program ini bertujuan untuk mengurangi beban PT Pertamina (Persero) terhadap biaya-biaya pengeluaran yang berkaitan dengan Aset Penunjang. Program ini diimplementasikan melalui analisa secara komprehensif status Aset Penunjang Usaha, mengusulkan penghapusan dan pelepasan aset pada instansi terkait, menyiapkan kebijakan Direksi dan Pedoman Optimalisasi Aset, menghasilkan Revenue dari penjualan/divestasi aset tahun 2004, serta mendapatkan keuntungan kerjasama dan kelola sendiri.

c. Restrukturisasi Holding dan Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan optimalisasi bisnis Anak Perusahaan. Implementasinya dilakukan dengan akan dibentuknya Tim Restrukturisasi Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan, yang akan melakukan analisis portofolio secara komprehensif meliputi analisis finansial, kualitatif internal, industri/pasar dan benchmarking. Disamping itu, Tim akan melakukan restrukturisasi dan pengelompokan kembali Anak-Anak Perusahaan, akan dihasilkannya Kebijakan Direksi dalam aspek restrukturisasi Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan, serta menghasilkan Revenue dari penjualan/divestasi Anak Perusahaan dan Perusahaan Patungan.

2. IMPLEMENTASI ORGANISASI PERSERO.

a. Perubahan Organisasi.

Program ini bertujuan untuk mendapatkan struktur organisasi ramping, efektif dan responsif serta kelengkapannya. Untuk itu perlu disepakati struktur organisasi yang mengacu kepada Road Map di mana ultimate-nya terdiri dari Superholding, Holding dan Anak Perusahaan dengan catatan implikasinya terhadap pajak perlu dipertimbangkan, disepakatinya pembentukan SSO (Shared Service Organisation) bagi jasa yang dapat di-share oleh Korporat dan Anak Perusahaan, serta blueprint yang ditargetkan selesai akhir Juni 2004 dan implementasinya sampai dengan akhir November 2005.

b. Penyelenggaraan Pertamina Quality Award.

Program ini bertujuan untuk meningkatkan pola pengelolaan bisnis Perusahaan. Dengan demikian ditargetkan Score 400 akhir 2005 beserta Strength dan OFI serta koordinasi pemantauan perbaikan OFI secara berkala untuk mengakselerasi perubahan pola pengelolaan Perusahaan.

PENUTUP

Berawal dari penemuan minyak secara tidak sengaja oleh A. J. Zijlker pada tahun 1883 dan berhasilnya diproduksi minyak mentah dari sumur Telaga Tunggal I di Telaga Said, Langkat, Sumatera Utara pada tahun 1885, maka awal industri perminyakan di Indonesia (dulu Hindia Belanda) sudahpun dicanangkan sampai ke penjuru dunia oleh A. J. Zijlker melalui perusahaannya, yaitu Koninklijke Nederlandsche Petroleum Company yang kemudian bergabung dengan Shell Transport & Trading Company untuk selanjutnya dikenal sebagai The Koninklijke Shell Group atau sering disingkat jadi Shell, dan BPM (Bataafsche Petroleum Maatschappij) selaku anak perusahaan Shell Group mendapat tugas untuk mencari sumber minyak dan memproduksinya di Sumatera Utara dan Aceh.

Setelah produksi minyak bumi dilapangan Telaga Said telah menurun, maka mereka beralih ke Aceh Timur, khususnya Lapangan Rantau. Dan di daerah ini mereka berhasil mendapat sumber minyak bumi di sumur R-1, menyusul R-2. Dari kedua sumur tersebut telah dihasilkan minyak mentah sebanyak 241 M3/hari.

Usaha pengembangan terus dilanjutkan termasuk didaerah Paluh Tabuhan, Langkat, Sumatera Utara, sehingga dari sekitar 175 sumur, BPM telah mampu memproduksi minyak mentah sebanyak 1.700 ton/hari. Sumur-sumur minyak di Rantau dan Paluh Tabuhan tercatat sebagai sumur yang paling produktif diseluruh kepulauan Nusantara pada masa Hindia Belanda sampai lahirnya PT. Permina.

Selama perang merebut kemerdekaan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia, Lapangan Rantau dan Pangkalan Susu (Paluh Tabuhan) telah banyak berbuat dalam hal menunjang dana dan BBM bagi kelanjutan perjuangan para pejuang kita dimasa itu.

Setelah Indonesia memperoleh kedaulatan penuh, Lapangan Rantau dan Pangkalan Susu mempunyai andil yang besar sebagai daerah penghasil minyak dan devisa untuk kelanjutan pembangunan industri perminyakan di Sumatera Utara dan Aceh yang sempat porak-poranda menjadi puing-puing berserakan (kecuali Lapangan Rantau), sehingga akhirnya menjadi Pertamina, seperti yang dikenal saat ini, sebagai BUMN yang terbesar di Asean.

Namun dalam beberapa tahun belakangan ini kegiatan untuk meningkatkan produksi minyak mentah baik dari hasil pemboran sumur baru maupun dari sumur-sumur yang telah ada, hasilnya kurang begitu menggembirakan yang dicerminkan dari withdrawal rute berkisar 2 – 3 % per tahun.

Usaha untuk meningkatkan produksi dan memperoleh minyak dengan cara pengangkatan tahap kedua (Secondary Recovery) yang sudah dilaksanakan, khususnya di struktur Rantau, masih perlu ditindak-lanjuti di struktur-struktur lainnya.

Karakteristik reservoar dari sumur-sumur yang terdapat di WKP Operasi EP Rantau dan perlu dicermati antara lain adalah sumur-sumur yang terdapat di struktur Paluh Tabuhan Timur, Perapen dan Kuala Simpang Barat yang semula sebagai sumur gas, dalam waktu yang relatif lama, yang diperkirakan akan berubah sebagai sumur-sumur penghasil minyak mentah.

Karakteristik Reservoar sumur-sumur minyak dan shallow zones di struktur Rantau dan Kuala Simpang Barat yang menunjukkan adanya produksi pasir halus berbentuk lumpur merupakan kendala yang belum dapat teratasi sampai saat ini.

Korelasi kualitatif yang didasarkan hanya pada analisa log saja kurang dapat dihandalkan karena kontinuitas belum dapat dipastikan jika tidak didukung dengan data produksi, tekanan, litologi dan bahkan harus lebih tajam dengan mineralogi dan analisis dari minyak, air dan gas kandungannya.

Untuk itu maka pemahaman tentang “ reservoar management “ harus benar-benar dihayati, sehingga kontribusi pemikiran, semangat dan kerja keras yang telah dilakukan akan memberikan hasil maksimal seperti yang diharapkan oleh perusahaan.

Walaupun pengendalian biaya operasi menunjukkan hasil yang menggembirakan setelah diberlakukannya restrukturisasi, namun masih perlu lebih ditingkatkan dengan pemahaman akan “ sadar biaya “ dan sensitif terhadap biaya.

Kegagalan-kegagalan dalam pencarian minyak dan gas bumi belakangan ini banyak disebabkan karena kurang tajam di dalam penganalisaan. Sebab belum seluruh engineers mencurahkan kontribusinya saat menganalisa dan mengevaluasi setiap rencana dan hasil yang telah dicapai atau dengan kata lain, bahwa synergi kerja belum berjalan seoptimal mungkin.

Oleh karena itu seluruh insan perminyakan yang berada di jajaran PT PERTAMINA (PERSERO) DOH NAD-Sumbagut, Rantau telah bertekad untuk menindaklanjuti hasil rumusan pada Rapim 18-19 Maret 2004.

Menyusul kebijakan yang telah dituangkan dalam SK Dirut No. KPTS 026/C0000/97 – S0 tanggal 3 Maret 1997 mengenai upaya untuk mengantisipasi berbagai perubahan terutama masalah lingkungan usaha yang mungkin terjadi di masa mendatang, dan keterkaitannya dengan landasan hukum sebagai berikut :

1. UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
2. UU No.19 Tahun 2003 tentang BUMN.
3. UU No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas (PT).
4. PP No.31 Tahun 2003 tentang Pengalihanan Bentuk Pertamina Menjadi Perusahaan Perseroan.
5. Keppres No.76 Tahun 2003 tentang Panas Bumi.
6. Kepmen BUMN No.KEP-102/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Badan Usaha Milik Negara.
7. Kepmen BUMN No.KEP-102/MBU/2002 tentang Penyusunan Rencana Jangka Panjang Perusahaan BUMN, dan
8. Kepmen BUMN No.KEP-117/M-BUMN/2002 tentang Penerapan Praktek Good Governance (GCG).

Maka untuk kurun waktu lima tahun (2004-2008) PT PERTAMINA (PERSERO) telah menyusun Visi, Misi dan Tata Nilai baru yang selengkapnya sebagai berikut :

a. VISI

Menjadi Perusahaan yang Unggul, Maju dan Terpandang.

b. MISI

1) Melakukan usaha dalam bidang energi dan petrokimia serta usaha lain yang menunjang bisnis PT PERTAMINA (PERSERO).
2) Merupakan entitas bisnis yang dikelola secara profesional, kompetitif, dan berorientasi laba.

3) Memberikan nilai tambah lebih bagi pemegang saham, pelanggan, pekerja, dan masyarakat, serta mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.

c. TATA NILAI

Prinsip-Prinsip Good Corporate Governance.

1. Transparansi.

Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.

2. Kemandirian.

Keadaan di mana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

3. Akuntabilitas.

Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif.

4. Pertanggungjawaban.

Kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

5. Kewajaran (Fairness).

Keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangan yang berlaku.

Catatan : Penerapan "Good Corporate Governance" sangat penting apabila
PT PERTAMINA (PERSERO) ingin "Go Public" pada tahun 2007.

Refrensi : Kep.Men.BUMN No.Kep-117/MBU/2002 tentang GCG pada BUMN.

Sementara strategi kegiatan usaha di sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi) yang telah diprogramkan oleh Direktorat Hulu PT PERTAMINA (PERSERO) adalah sbb.:

1. Strategi Dasar : " First Quality Then Growth".

2. Strategi Pokok :

- Meningkatkan pendapatan melalui perbaikan efisiensi dan efektivitas dalam rencana dan implementasi program operasional di lahan existing.
- Menemukan dan mengembangkan cadangan migas di dalam dan luar negeri serta pengembangan panas bumi di dalam negeri.

3. Strategi Usaha :

- Meningkatkan penyertaan usaha melalui akuisisi, farm-in, penyertaan.
- Mempercepat siklur usaha dengan exploration campaign untuk perluasan resouces base dan reserve replacement.
- Meningkatkan laba dengan peningkatan volume dan openurunan biaya produksi.
- Mengembangkan panas bumi untuk memenuhi kebutuhan listrik.
- Melaksanakan overseas ventures baik langsung maupun melalui Anak Perusahaan atau Joint Venture.

Sedangkan issue strategis yang berkaitan dengan transformasi BUMN Pertamina menjadi perusahaan perseroan PT PERTAMINA (PERSERO) mencakup dua faktor yang perlu mendapat perhatian serius dalam penangannya, yaitu faktor internal dan internal.

a. Internal.

1) Re-evaluasi & pengelolaan Aset.
2) Organisasi Holding dan Anak Perusahaan.
3) Perubahan Sistem, Manajemen dan Prosedur.
4) Tuntutan kompetensi SDM dalam persaingan usaha global.
5) Perubahan "Budaya Perusahaan".
6) Sumber pendanaan.
7) Aliansi Strategis.
8) Peningkatan Citra Perusahaan (nama, logo, merek).

b. Eksternal.

1) Semakin berkurangnya cadangan dan produksi nasional.
2) Liberalisasi pasar meningkatkan persaingan.
3) Margin usaha kilang rendah.
4) Otonomi Daerah dan Pembagian Pendapatan Pusat & Daerah.
5) Tuntutan lingkungan hidup yang semakin ketat.
6) Perkembangan teknologi.

Dengan memiliki pola usaha dan pola pengelolaan yang berorientasi pada laba, maka ini akan membuat PT PERTAMINA (PERSERO) jadi jauh lebih berkembang, lebih maju dan lebih mandiri dalam semua aspek dan kegiatannya.

AWAL TERCIPTANYA MINYAK DAN GAS BUMI

Untuk melengkapi perbendaharaan pembaca sekalian, maka pada lembaran khusus ini akan disajikan tulisan mengenai awal terciptanya minyak dan gas bumi di "Planet Biru" yang kita huni saat ini.

Seperti diketahui, sejarah telah mencatat bahwa kegiatan usaha penambangan minyak dan gas bumi di belah bumi manapun selalu menjadi incaran pelaku industri migas sejak ratusan tahun lalu. Kenapa ? Sebab energi forsil ini bukan hanya mampu memberikan satu macam cairan energi saja kepada umat manusia, tapi begitu banjak jenis dan ragamya yang bersumber dari minyak mentah (crude oil) dan condensate yang kalau diolah akan melahirkan generasi turunannya seperti bensin, premium, premix, avtur, avgas, solar, minyak tanah, minyak diesel, minyak bakar, minyak pelumas, minyak gemuk, aspal, LNG, elpiji dan berbagai produk petrokimia seperti serat nylon, plastik, cat, racun serangga, pupuk, lilin, karet sintetis, sabun, salep dan sebagainya. Namun, apa, bagaimana dan kapan proses terciptanya minyak dan gas yang terkandung di dalam perut bumi, masih merupakan suatu tanda-tanya besar bagi umat manusia sejak dulu sampai saat tulisan ini dibuat.

Bebagai usaha dan penelitian sudahpun dilakukan oleh para ahli untuk menguak tabir misteri ihwal apa, bagaimana dan kapan terciptanya minyak dan gas bumi serta di mana minyak bumi itu secara pasti dapat ditemukan. Masih terus diteliti, baik berdasarkan ilmu kimia, aktivitas elektronik seperti seismik, pelacakan melalui satelit maupun ilmu bakteri.

Dewasa ini ada tiga macam teori yang selama ini dipakai orang dalam menyelidiki rahasia terbentuknya minyak dan gas bumi. Pertama, lewat teori "bio-genetic" atau yang lebih dikenal dengan sebutan teori "organic". Kedua, teori "a-biogenetic" atau "in-organic." Dan ketiga, teori "duplex origin" yang merupakan perpaduan dari kedua teori terdahulu.

Dalam rumusan teori pertama memperkirakan bahwa minyak dan gas bumi terbentuk dari berbagai jenis organisme laut, hewani dan nabati. Hingga saat ini teori tersebut yang banyak diterima oleh para pakar dan ilmuwan perminyakan di mancanegara. Teori ini selanjutnya menyatakan bahwa minyak dan gas bumi hanya terdapat di dasar laut purba yang berada jauh di bawah permukaan planet bumi. Katanya sih, di jaman purbakala, wajah dan bentuk bumi yang kita huni saat ini, tidak sama keadaannya dengan apa yang kita kenal saat ini. Apa yang kita kenal dengan daratan dewasa ini, dulu merupakan lautan dan danau yang amat luas. Demikian pula halnya dengan keadaan bukit-bukit dan gunung-gunung yang menjulang tinggi ke angkasa, mungkin dulu merupakan daerah-daerah yang digenangi air dan lautan.

Dalam kondisi demikian, jauh sebelum manusia berperan di muka bumi, konon kabarnya telah hidup beranekaragam flora dan fauna, antara lain berbagai jenis ikan purba yang besar dan jutaan jenis binatang darat mulai yang berukuran kecil sampai yang berukuran raksasa seperti kelompok spesies Dinosaurus dan berbagai spesies tumbuh-tumbuhan purba. Fosil fauna dan flora yang sudah punah itu terkubur dalam peredaran waktu yang cukup panjang, akhirnya terbenam dan terjebak di dalam lapisan-lapisan endapan lumpur dan pasir, jauh di dasar lautan purba yang terus berevolusi. Ada yang tepat menjadi lautan dan ada pula yang sudah berubah menjadi daratan dan gurun pasir.

Bersama lapisan-lapisan tersebut, mengendap pula lumpur-lumpur lain yang bercampur dengan bahan-bahan organik jenis lainnya. Benda-benda tersebut kemudian terkikis dan dihanyutkan oleh air hujan ke sungai yang terus menuju ke laut. Sebagai akibat dari tindihan lapisan-lapisan yang berat, ditambah lagi dengan adanya daya berat air laut yang secara bersamaan menekan endapan tersebut ke bawah. Akibatnya proses yang berlangsung jutaan tahun lamanya, endapan-endapan itu akhirnya ada yang berubah menjadi lapisan batu dan karang yang kemudian dikenal dalam dunia perminyakan dengan sebutan lapisan sedimen.

Selain itu, lapisan-lapisan sedimen tersebut ada yang tercipta dari butiran-butiran kecil yang melengket satu dengan lainnya.Akibat proses tersebut, butiran-butisan yang telah menyatu itu jadi berpori-pori yang dapat ditembus oleh cairan. Sedangkan butiran-butiran yang sangat halus mengendap di dasar lautan yang letaknya lebih jauh dari bibir pantai dan kemudian berubah menjadi batuan tanah liat yang disebut juga sebagai serpih atau shale.

Lapisan-lapisan itu kemudian makin lama menjadi makin tebal. Proses ini tentunya berlangsung secara berkesinambungan dari jaman ke jaman sampai memakan waktu jutaan tahun lamanya.

Meskipun tidak diketahui secara pasti bagaimana bahan-bahan yang terdapat di dalam lapisan-lapisan sedimen itu menjadi minyak dan gas bumi, tapi itulah langkah awal yang diketahui oleh manusia tentang prakiraan terjadinya proses pembentukan minyak dan gas bumi. Bahan-bahan utama itu diperkirakan berubah ujub dari padat menjadi setengah cair, cair total dan sebagiannya lagi menjadi gas alam.

Menurut beberapa ilmuwan, akumulasi minyak dan gas alam yang berada di dalam jebakan, terjadi dan tercipta ketika sifat-sifat phisik dan geolometri dari bebatuan yang berubah jutaan tahun lamanya.

Dapat dijelaskan di sini bahwa bentuk utama dari jebakan atau cekungan tempat bersemayamnya minyak dan gas alam adalah terdiri dari antiklin, patahan dan stratigraphi.

Sementara jebakan minyak dan gas bumi yang berada di antiklin membutuhkan bentuk geometri closure, permen-able dan porous. Sedangkan stratigraphi jebakan migas terbentuk melalui migrasi primer dan sekunder dari source rock dan lapisan permen-able menuju jebakan yang disebut sebagai struktur stratigraphi.

Dapat ditambahkan bahwa sebagian besar jebakan itu adalah merupakan kombinasi jebakan yang terbentuk karena migrasi mekanisme kombinasi antiklin dan stratigraphi.

Demikianlah proses itu berjalan tiada hentinya, hingga timbul dugaan bahwa minyak dan gas bumi mulai terbentuk paling sedikitnya pada lima ratus juta tahun yang silam. Walahualam.-

Pangkalan Susu, medio Juni 2004

Penulis adalah staf Humas Pertamina Area Operasi Pangkalan Susu


KEPUSTAKAAN
 Perkembangan Industri Perminyakan Indonesia, Biro Humas & HLN Pertamina, jakarta 1982 – 1990.

 Pertamina Berbakti Pada Bangsa, Dinas HUPMAS Pertamina, Jakarta 1995.

 Pertamina – Dari Puing-Puing Ke Masa Depan – Refleksi dan Visi, HUPMAS Pertamina, jakarta 1997.

 Dra. Ina Gah, Penuntun Pelajaran Sejarah, Ganeca Exact Bandung 1989

 I Wayan Badrika & Setiadi Sulaeman, Sejarah Nasional dan Dunia, Erlangga, Jakarta, 1993.

 Hasan Basrie Z. T., Fakta Sejarah Lengkap Pangkalan Berandan Di Bumihanguskan, Biro Sejarah Pejuang Republik Indonesia Medan Area, Medan, 1983.

 Secrete Weapon, INDOSIAR, Jakarta, 1994.

 Drs. H. Faisal Abda’oe, Dasa Gatra Kebijaksanaan Pertamina, Suplementasi Warta Pertamina, September 1997.

 L. Pinayungan, Mardiono & Yohnny Wardhana, Sejarah Umum, Kalidasa Medan, 1975.

 Memori Serah Terima jabatan Pimpinan Operasi EP. Rantau, 9 Februari 1998.

 Hadi Sudibyo, Meningkatkan Kinerja Usaha Kecil & Koperasi Untuk Keberhasilan Pembangunan Nasional, Warta Pertamina edisi Januari 1997.

 Applications Summary 2003 – DOH NAD-Sumbagut, Rantau, wawancara dan sumber resmi lainnya.

 Hupmas Korporat -Sosialisasi Transformasi Pertamina- Rumusan Hasil Rapim PT Pertamina (Persero)-Jakarta 18-19 Maret 2004.