Thursday, 29 November 2012

Lokakarya Pertimbangan Geologi Untuk Pembangunan Jembatan Selat Sunda

SBY saat melihat market Jembatan Selat Sunda (Foto Ist/THNews)
JAKARTA - Kawasan strategis Selat Sunda dan sekitarnya terletak dalam lingkup Geotektonik Busur Sunda yakni pada zona peralihan tunjaman asimetri miring Lempeng Tektonik Aktif Samudera Hindia – Australia dengan Lempeng Tektonik Benua Asia di sebelah Barat P. Sumatera dengan tunjaman asimetri tegak di sebelah Selatan P. Jawa. Kedudukan Selat Sunda sebagai zona peralihan tersebut di atas menyebabkan kawasan ini memiliki kondisi geodinamika yang sangat aktif dengan kondisi geologi yang dinamis dan komplek serta  berpotensi bahaya geologi seperti letusan gunungapi, guncangan gempabumi, gelombang tsunami, dan gerakan tanah baik atas maupun di bawah permukaan laut. Kedinamikaan kondisi geologi kawasan Selat Sunda ini merupakan hal yang amat penting untuk diperhatikan dan dipertimbangkan.

Badan Geologi, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, mempunyai tugas dan fungsi Melaksanakan Penelitian dan Pelayanan di Bidang Geologi dengan visinya Geologi untuk Perlindungan dan Kesejahteraan Masyarakat, berinisiatif mempertimbangkan kondisi geodinamika tersebut di atas untuk Pembangunan Kawasan Strategis dan Infrastruktur Selat Sunda. Demikian kutipan dari siaran pers Kementerian ESDM seperti yang diutarakan oleh 
Kepala Biro Hukum dan Humas, Susyanto, Selasa (27/11/2012)

Tinjauan Lokakarya
Lokakarya merupakan sebuah langkah nyata untuk mewujudkan kesamaan persepsi dari seluruh elemen pelaku pembangunan  dalam menyikapi sistem perencanaan sebagai bagian penting dalam setiap gerak langkah pembangunan berwawasan lingkungan. Mengingat dalam hal ini, aspek kebumian yang melandasi berbagai kehidupan di muka bumi, maka data geodinamika sangat berperan sebagai informasi yang bersifat mendasar dalam menyusun tataruang di kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda.

Lokakarya ini dilaksanakan di Ratu Hotel Bidakara, Serang  pada hari Selasa & Rabu tanggal 27 & 28 Nopember 2012 dibuka oleh Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, dihadiri oleh Gubernur Banten dan Gubernur Lampung serta Muspida Propinsi Banten. Peserta lokakarya dari berbagai institusi pemerintah, swasta serta akademika dengan jumlah sekitar 200 orang. Lokakarya ini menampilkan 1 pembicara kunci dan 12 pembicara teknis dari Badan Geologi dan Balitbang Kementerian ESDM, PU, ITB dan UNPAD, dengan tujuan:
  • Memberikan prespektif nyata kondisi geodinamika kawasan Selat Sunda sebagai pertimbangan geologi untuk pembangunan kawasan strategis dan infrastruktur Selat Sunda khususnya Jembatan Selat Sunda.
  • Pertukaran pengetahuan, pengalaman dan pandangan mengenai kondisi existing geodinamika Selat Sunda.

Bagan rencana pembangunan Jembatan Selat Sunda (Foto Ist/THNews)
Kondisi Geodinamika Selat Sunda
Topografi dasar laut Selat Sunda dicirikan oleh batimetri yang komplek dan mencerminkan adanya cekungan berbentuk menyudut dan berkemiringan curam yang menandakan adanya kontrol patahan. Bagian barat Selat Sunda  dicirikan oleh  empat tinggian (ridge) yang dikenal dengan  Semangko horst, Tinggian-tinggian Tabuan, Panaitan dan Krakatau.

Kajian geologi regional berdasarkan interpretasi data inderaan jauh dan data sekunder, Geologi Selat Sunda diduga dialasi oleh batuan Pra-Tersier. Batuan di bagian barat tersusun oleh batuan gunungapi, batuan intrusi dan batuan sedimen Tersier; sedangkan di bagian timur tersusun oleh batuan gunungapi Kuarter. Di Pulau Sumatra (Daerah Lampung), patahan utama adalah patahan berarah baratlaut – tenggara yang sejajar Patahan Sumatera; sedangkan di Jawa bagian barat berkembang patahan berarah timurlaut – baratdaya.

Selat Sunda bagian timur  yang menghubungkan Anyer - Pulau Sangiang dan Bakauheni berdasarkan lintasan seismik memiliki  batuan dasar berasal  dari kompleks Gunungapi Karakatau – Sebesi dan  kompleks Gunungapi Karang-Gede di daerah Anyer. Kerapatan struktur patahan  dasar laut dari arah barat ke timur semakin berkurang, namun demikian  kelurusan patahan dengan arah utara selatan masih dapat dijumpai.

Pengamatan geodetik dari data GPS (episodik dan kontinyu) di Selat Sunda terindikasi adanya pergerakan deformasi yang dikontrol oleh regangan di bagian selatan Lampung dan selatan Banten (pola ekstensi) dan pola kompresi di bagian utara. Terindikasi pula adanya pergerakan mendatar dari patahan geser dan rekatan tektonik pada zona subduksi. Kecepatan pergerakan menganan dari patahan Sumatra di selat Sunda yaitu 2.5 cm/tahun.

Kajian geomorfologi di daerah  Bakauheni dan Anyer menghasilkan 9 satuan morfotektonik yang secara genetis merupakan produk dari kegiatan struktur geologi, denudasi, proses laut dan sungai. Analisis morfotektonik terindikasi adanya pergeseran antar blok patahan dan keaktifan pembentukan lembah pada daerah-daerah tertentu.

Seismotektonik yang berbasis pada kajian struktur geologi aktif dan kejadian gempa bumi di wilayah sekitar Selat Sunda pada radius 300 Km terdiri atas delapan lajur dan empat lajur pada radius 50 Km. Kajian patahan aktif bersifat lokal di daerah Bakauheni pada segmentasi patahan Way Baka dan Peterjajar menunjukkan aneka  indeks geomorfologi tektonik yang cukup signifikan, seperti Vf (rasio lebar & tinggi lembah) berkisar antara 1,54 – 3,76 dan Smf (sinusitas muka gunung) berkisar antara 1,2 – 1,38. Hal tersebut mengindikasikan proses pembentukan pegunungan lebih dominan dari erosi. Kajian geofisika pada kedua segmen ini mengkonfirmasi keberadaan patahan yang berpotensi potensi aktif dan diperkirakan memiliki potensi kekuatan maksimum 5 – 6 Mw

Kegempaan wilayah Selat Sunda ini didominasi oleh sebaran pusat-pusat gempabumi yang membentuk kelurusan hampir Utara-Selatan. Sebaran lainnya mengumpul di sekitar Ujung Kulon dan di barat Lampung. Dari studi gempa mikro mendapatkan  aktivitas gempa mikro  mengelompok di bawah Kompleks Krakatau, di sekitar graben dan di sebelah barat Lampung. Mekanisme gempa di bawah Krakatau dan graben cenderung menunjukkan pola  ekstensional,  sedangkan di sebelah barat Sumatra cenderung memiliki pola strike-slip.

Gempabumi merusak kawasan ini terjadi pada tahun 1852 dan 1903. Gempa pada tahun 1852 yang merusak wilayah Bandar Lampung dan Jakarta, diduga gempabumi tersebut berasosiasi dengan Patahan Lampung. Gempa yang terjadi pada tahun 1903 dilaporkan posisinya di selatan Jawa, tetapi kerusakan yang diakibatkannya meliputi wilayah Anyer hingga Jakarta.

Percepatan terhitung (?t) yang berbasis pada perhitungan percepatan keboleh jadian yang mengacu pada keberadaan lajur sumber gempa bumi yang ada di Selat Sunda dan sekitarnya untuk tanah lunak di daerah Bakauheni adalah 0,0569 gal (100 tahun),  0,0652  gal (200 tahun) dan 0,1505 gal (500 tahun)  sedangkan di daerah Anyer adalah 0,0647 gal (100 tahun), 0,0693 gal (200 tahun) dan 0,5499 gal (500 tahun). Nilai nilai percepatan tersebut setara dengan intensitas minimum skala VI -  IX MMI.

Gunung api Kuarter di Selat Sunda dan sekitarnya umumnya bertipe B.  Ada 7 gunung api Kuarter yang terdapat di wilayah Lampung. Sedangkan di wilayah Banten terdapat lebih dari 8 kerucut gunung api Kuarter. Gunungapi Krakatau lahir pada 1927 dan hingga 2010 ini baru berumur 83 tahun. Letusan terjadi setelah beristirahat antara 1 – 5 tahun dan waktu istirahat terpanjang 8 tahun. Sampai saat ini G. Anak Krakatau (tipe A, sangat aktif)  mempunyai erupsi Tipe Stromboli sampai dengan Tipe Vulkano lemah, dengan nilai Indeks Letusan Gunungapi kurang dari 3. Dalam catatan sejarah pernah terjadi pembentukan kaldera sebanyak empat kali yang mempunyai interval waktu antara 8.584 tahun terlama dan 683 tahun terpendek.

Selain itu di kawasan Selat Sunda masih banyak Gunungapi tua yang diperkirakan sedang beristirahat dan masih mempunyai potensi bahaya apabila mengalami reaktivasi. Di daratan P. Sumatera disekitar Selat Sunda terdapat kompleks Gunungapi purba Bakauheni dan Kaldera Pra- Rajabasa, yang di dalamnya terdapat G. Rajabasa. Selain itu dapat dijumpai kaldera Antatai, Sekincau Belirang, Suoh, Hulubelu dan Gedungsurian di sepanjang patahan Sumatera. Di wilayah laut terdapat G. Sebesi, G. Sebuku, sumbat lava Gunungapi bawah laut, P. Sangiang dan G. Krakatau sendiri. Sedangkan di daerah Banten terdapat G. Gede – Kompleks Dano, Cibaliung, Ujung Kulon dan P. Panaitan. Gunungapi tua itu ada yang berbentuk kerucut komposit tetapi juga berupa kaldera. Produk kaldera Gunungapi yang cukup terkenal antara lain Tuf Banten, Tuf Lampung dan Tuf Cibaliung. Sekalipun Gunungapi komposit purba Cibaliung sudah berumur 11 juta tahun yang lalu, Tuf Cibaliung baru berumur 4 juta tahun yang lalu. Oleh sebab itu berdasarkan ketentuan tersebut di atas maka Gunungapi Cibaliung perlu juga dievaluasi bahayanya.

Kajian tsunamigenik di wilayah Selat Sunda menghasilkan 4 jenis potensi penyebab tsunami yaitu gempabumi, letusan gunungapi, longsoran bawah laut dan longsoran di pantai. Upaya mitigasi bencana tsunami pada JSS disarankan untuk memperhitungkan dengan cermat faktor-faktor; landaan air laut pada badan jembatan, gerusan air laut pada fondasi & tiang pancang, gaya-gaya horizontal dan vertical saat terjadi tsunami.

Model tsunami hipotetik yang berasal daerah subduksi telah disimulasikan dengan berbagai skenario lokasi sumber dan magnitudo gempa (M=7.5, M=8.0, dan M=8.5). Hasil simulasi ini memperlihatkan bahwa tinggi tsunami di sekitar tapak adalah 2.7 meter dengan waktu tempu sekitar 75 menit dari sumber tsunami tapak. Untuk tsunami berasal daerah Ujung Kulon simulasi  memperlihatkan bahwa tinggi tsunami di sekitar lokasi tapak adalah 2.3 meter dengan waktu tempuh sekitar 48 menit dari sumber tsunami ke lokasi JSS. Sedangkan untuk aktifitas Gunungapi Krakatau yang terjadi pada bulan Agustus 1883 telah membangkitkan tsunami besar dengan simulasi yang  memperlihatkan penjalaran tsunami dengan estimasi tinggi tsunami di sekitar lokasi tapak sebesar 25  meter dalam waktu tempuh sekitar 43 menit  ke lokasi JSS.

Studi perubahan iklim dilakukan pada fasies sedimen berumur Holosen dari Sungai Cilemer-Cibungur, di daerah Pandeglang, Banten telah menunjukkan adanya indikasi sirkulasi iklim, fluktuasi muka laut dan efek tektonik lokal yang diduga terkait dengan fenomena geodinamika Selat Sunda.

Geologi teknik di daratan sekitar selat Sunda menghasilkan 5 satuan di sekitar Merak serta 7 satuan di sekitar Bakauheni. Kualitas batuan berdasarkan analisis RMR di sekitar titik bor BM1 adalah sedang (fair rock) sedangkan di sekitar BM2 adalah rendah (poor rock). Daya dukung tanah (bearing capacity, q) untuk pondasi dangkal berdasarkan SPT berkisar antara 0,02 – 1,20 t/m2. Sedangkan untuk pondasi dalam dengan bentuk tiang yang diasumsikan berdiameter 0,2; 0,4; dan 0,6 m pada kedalaman 20 m diperoleh daya dukung diijinkan (qa) masing-masing sebesar 33,61-34,07; 131,2-133,20; dan 287,82-292,76 ton/tiang.

Potensi sumber daya geologi di Provinsi Lampung dan Banten menghasilkan informasi sbb; batubara mempunyai nilai kalori berkisar antara 5100-6100 kal/gr (sedang) hingga 6100-7100 (tinggi), dengan jumlah sumber daya  sekitar 106,95 juta ton di Lampung dan 18,8 juta ton di Banten; panas bumi tersebar di 13 daerah prospek di Lampung sedangkan di Banten terdapat 5 daerah prospek; komoditas bahan bangunan terdiri dari andesit, basal, diorit, granit, marmer, sirtu dan tras, yang termasuk bagian dari kelompok mineral bukan logam yang keterdapatannya sangat berlimpah; komoditas bahan konstruksi terdiri dari besi primer, besi laterit, pasir besi, mangan, titan laterit dan titan plaser, yang juga cukup melimpah di kedua provinsi ini.

No comments:

Post a Comment