Tuesday 17 November 2020

Tahun 2020 umur cadangan minyak adalah 9,4 tahun

Suasana dalam RDP Ditjen Migas-Komisi VII DPR RI. Foto: Ditjen Migas

JAKARTA, (Telukharunews) Dirjen Migas dalam rapat perdana dengan Komisi VII DPR, Senin (16/11) menyatakan, cadangan migas nasional perlu terus ditingkatkan dengan menambah angka Proven dan meningkatkan umur cadangan migas. Pada tahun 2020 umur cadangan minyak adalah 9,4 tahun dan gas bumi adalah 17,7 tahun.

Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang dipimpin Wakil Ketua Komisi VII DPR Alex Noerdin itu membahas kebijakan upstream, midstream dan downstream sektor minyak dan gas bumi.

Dalam rapat itu juga disebutkan, peningkatan cadangan migas diarahkan dengan memanfaatkan potensi besar dari 128 cekungan sedimen yang ada dengan 68 diantaranya belum dieksplorasi. Terdapat 20 cekungan berproduksi, 27 cekungan dibor dengan penemuan, 13 cekungan dibor tanpa penemuan dan 68 cekungan yang belum dieksplorasi.

Sedangkan peningkatan produksi migas dilakukan dengan beberapa program rutin dan terobosan, yaitu program work routine seperti infill drilling/step out pada lapangna eksisting dan work over/well service. Selain itu dilakukan pula percepatan transformasi resources menjadi produksi, dengan mempercepat POD baru dan POD pending, melakukan commercial exercise dengan split adjustment, tax incentive dan investment credit.

"Program peningkatan produksi juga dilakukan dengan penggunaan Enhanced Oil Recovery (EOR) seperti chemical EOR, CO2 Injection dan steamflood," jelasnya.

Untuk meningkatkan investasi di kegiatan usaha hulu migas, upaya yang dilakukan antara lain di penawaran wk migas, pemberian insentif fiskal/non-fiskal dan peningkatan kualitas dan ketersediaan data migas.

Penegasan pemberlakuan bentuk Kontrak Kerja Sama (KKS) dan fleksibilitas opsi bentuk KKS dilakukan dengan penerbitan Peraturan Menteri ESDM (Permen ESDM) Nomor 12 Tahun 2020. "Diharapkan hal ini dapat meningkatkan minat investor setelah sebelumnya hanya diberikan opsi KKS skema gross split. Selain itu dibuat term & condition kontrak yang menarik seperti split bagi hasil bagian kontraktor yang menarik, luasan wilayah kerja di masa eksplorasi, dan insentif investasi," ujar Tutuka.

Pemerintah juga memberikan fasilitas perpajakan pada KKS cost recovery maupun gross split melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Selain itu pemerintah telah menghapuskan ketentuan pengenaan biaya pemanfaatan atas Barang Milik Negara (BMN) eks terminasi melalui PMK Nomor 140 Tahun 2020.

Pengelolaan energi diarahkan menuju peningkatan akses energi secara merata dengan harga terjangkau dan tata kelola penyediaan energi yang lebih efisien. Untuk mendukung hal tersebut, penyediaan gas bumi harus diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan mengurangi ekspor secara bertahap.

"Gas bumi tidak lagi dianggap sebagai komoditas ekspor semata tetapi sebagai modal pembangunan nasional. Penggunaan gas bumi domestik diprioritaskan untuk transportasi, rumah tangga dan pelanggan kecil, lifting minyak, industri pupuk, industri berbasis gas bumi, pembangkit listrik dan industri berbahan bakar gas," jelasnya.

Pemerintah terus berupaya meningkatkan pemanfaatan gas bumi pada sektor kelistrikan, industri, pupuk dan petrokimia melalui kebijakan alokasi gas untuk domestik dan harga yang kompetitif agar tercipta multiplier effect yang lebih besar, yaitu penurunan subsidi listrik dan pupuk dan meningkatnya daya saing industri, dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja.

Pemerintah juga mendukung pertumbuhan pemanfaatan gas pada proyek-proyek dengan kebutuhan gas besar seperti rencana pemanfaatan gas untuk lifting, pembangunan kilang Refinery Development Master Plan (RDMP) maupun Grass Root Refinary (GRR), serta pembangunan pabrik methanol.

Lebih lanjut Dirjen Migas menjelaskan, peningkatan pemanfaatan gas bumi domestik juga akan diikuti dengan meningkatnya investasi untuk pembangunan infrastruktur gas bumi, baik di sektor hulu untuk pengembangan lapangan gas bumi juga di sektor hilir untuk meningkatkan akses pemanfaatan gas bumi. Untuk meningkatkan pasokan gas bumi sampai 2030 Pemerintah terus mendukung rencana pengembangan proyek hulu gas sepert East Sepinggan (Merakes), Berau (Tangguh Train 3), Gebang, Krueng Mane (Jambu Aye Utara), Duyung, Sakakemang, Jindi South Jambi B, Madura Strait, Bulu (Lengo), Kasuri (Asap, Kido, Merah), Ganal & Rapak (IDD) dan Masela (Abadi).

Di samping itu, di sisi hilir Pemerintah mendorong pembangunan infrastruktur gas bumi, antara lain ruas transmisi Cirebon-Semarang, ruas transmisi WNTS-Pemping, ruas transmisi KEK Seimangke-Dumai, konversi pembangkit listrik dari diesel ke gas alam, serta pembangunan fasilitas LNG di Jawa Bagian Tengah dan Timur maupun infrastruktur LNG untuk kelistrikan.

Pemerintah juga terus mengupayakan meningkatkan akses masyarakat terhadap energi bersih yang lebih murah melalui program jaringan gas untuk rumah tangga (jargas). Hingga akhir 2019, jargas nasional yang terbangun sebanyak 537.936 SR, di mana jargas yang dibangun dengan dana APBN mencapai 400.269 SR dan non APBN 137.667 SR.

Selain jargas, Pemerintah juga melaksanakan Program Konversi BBM ke BBG melalui Pembagian Konverter Kit untuk Nelayan dan Petani Sasaran. Hingga akhir tahun 2019 telah dibagikan 60.859 paket konkit nelayan. Paket konkit nelayan berjumlah1.000 paket untuk petani sasaran. Di tahun 2020 sudah dianggarkan 25.000 paket konkit nelayan dan 10.000 paket konkit petani. Pada tahun depan direncanakan sebanyak masing-masing 28.000 paket.

RDP ini menghasilkan beberapa kesimpulan, antara lain Komisi VII DPR mendesak Dirjen Migas untuk fokus melakukan eksplorasi lapangan minyak baru dan membenahi kebijakan serta tata niaga hulu dan hilir migas melalui penataan peraturan perundang-undangan termasuk revisi UU Migas.

Dirjen Migas juga diminta untuk menyusun roadmap penggunaan gas bumi produksi dalam negeri dan impor tambahan sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan pembangkit listrik, industri pupuk dan industri lainnya.

Untuk mengurangi impor LPG, Dirjen Migas dan Dirjen EBTKE didorong untuk memanfaatkan batubara menjadi gas dimethyl ether (DME) sebagai pengganti LPG dalam rangka pengurangan LPG. (editor fipa)

 

Saturday 15 August 2020

Kecamatan Pangkalansusu dan Babalan Sudah Bersih Dari Covid-19

Telukharunews, Setelah dua pekan berjuang untuk membebaskan diri dari cengkeraman virus corona akhirnya 2 pasien positif covid-19 asal Kecamatan Pangkalansusu dan 3 pasien positif covid-19 asal Kecamatan Babalan, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara berhasil disembuhkan di Medan .

Kesembuhan kelima pasien positif Covid-19 itu sekaligus membebaskan Kecamatan Pangkalansusu dan Kecamatan Babalan dari virus yang mematikan itu.

Dari Pangkalan Brandan   

Pada Rabu, 29 Juli 2020 pukul 17:30 WIB pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kabupaten Langkat melalui laman resminya, coronainfo.langkatkab.go.id mengabarkan ada penambahan 4 pasien positif covid-19 masing-masing 3 pasien berasal dari Kecamatan Babalan dan 1 pasien berasal dari Kecamatan Pangkalansusu. Dalam kabar itu disebutkan bahwa 4 pasien positif covid-19 berprofesi sebagai tenaga kesehatan (Nakes) Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan.

Sementara menurut pimpinan Rumah Sakit Pertamina Pangkalan Brandan Neny Herawati dalam pertemuan di Ruang Rapat Kadis Dinkes Langkat, Stabat, terkait dengan penanganan Covid-19 di wilayah Pangkalan Brandan, Senin (3/8/2020) menerangkan, terdapat lima orang tenaga kesehatan dan satu orang tenaga non-medis di RSPPB yang positif Covid-19.

“Semuanya telah diisolasi di rumah sakit rujukan Covid-19 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, yaitu di RS GL Tobing PTPN II Tanjung Morawa dan RS Marta Friska Martatuli Medan,” katanya.

Selama dua pekan dalam perawatan di Medan, para pasien positif covid-19 itu akhirnya dinyatakan sembuh oleh Satgas penanganan Covid-19 Kabupaten Langkat sebagaimana yang dipublikasikan lamannya pada 13 Agustus 2020.***

Thursday 9 July 2020

Ahli Epidemiologi Imbau Masyarakat Tetap Waspada Potensi Penularan COVID-19 di Zona Hijau


Ahli Epidemiologi Tim Pakar Gugus Tugas Nasional, Dewi Nur Aisyah. Foto: TKPGTN
JAKARTA -  Gugus Tugas Nasional melakukan pemutakhiran data zonasi risiko daerah per 5 Juli 2020 yang menampilkan 104 kabupaten dan kota yang terdaftar dalam zona hijau atau wilayah tidak terdampak COVID-19. Ahli Epidemiologi Tim Pakar Gugus Tugas Nasional, Dewi Nur Aisyah menegaskan bahwa walaupun suatu wilayah dikategorikan sebagai zona hijau, belum tentu wilayah tersebut aman dari penularan COVID-19.

"Warna hijau belum tentu aman. Jadi jangan pernah mengatakan ada wilayah yang aman karena masing-masing wilayah punya risiko," tegas Dewi dalam dialog di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta (8/7).

Dewi menjelaskan bahwa kabupaten/kota yang berada di zona hijau bukan berarti menjadi wilayah yang mutlak aman COVID-19. Gugus Tugas Nasional membuat zonasi wilayah untuk mengukur risiko di sebuah wilayah, seberapa rendah, sedang, atau tinggi berdasarkan 15 indikator kesehatan masyarakat. Kabupaten/kota yang berada di zona hijau diartikan bahwa wilayah tersebut memiliki risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan zona yang berwarna kuning atau orange dan merah.

Selanjutnya, Dewi juga menjelaskan bahwa pada masa adaptasi kebiasaan baru, pemerintah dengan hati-hati menentukan sektor mana saja yang dapat beroperasi terlebih dahulu. Untuk sektor pariwisata baru hanya dibuka untuk kawasan wisata alam serta konservasi dan baru akan dibuka untuk zona hijau dan kuning.

Pembukaan sektor dan aktivitas di setiap zona juga dilakukan secara bertahap, terlebih dengan adanya peningkatan kasus positif COVID-19 yang masih terus meningkat. Dewi mengimbau kepada masyarakat yang ada di zona hijau atau ingin berpergian ke zona hijau untuk tetap waspada dan tidak menganggap bahwa zona hijau berarti tidak ada potensi penularan COVID-19.

"Jangan menganggap karena zona hijau, kita bisa kesana atau liburan kesana saja. Justru kalau tidak hati-hati nanti jadi sumber penularan dan bisa jadi imported case karena dari luar masuk ke zona hijau. Jadi tidak bisa dengan cepat melihat kalau hijau berarti aman. Intinya kita masih dalam masa-masa yang harus tetap waspada," ujarnya.

Pembagian Zonasi Jadi Evaluasi Kinerja Daerah

Dinamika perubahan zonasi yang terjadi dapat menjadi evaluasi bagi pemerintah daerah dalam upaya penanganan COVID-19 di daerah masing-masing. Dewi menambahkan bahwa Gugus Tugas Nasional memberikan tenggat waktu dua minggu untuk pemerintah daerah mengevaluasi kinerjanya jika terjadi perubahan zonasi wilayahnya ke arah yang lebih besar risiko terpapar COVID-19, maka sektor tersebut (selain sektor esensial) harus ditutup.

"Jika suatu daerah yang hijau atau kuning berubah jadi orange, tidak serta merta langsung ditutup (sektor wisata yang sudah diizinkan beroperasi). Kita beri waktu dua minggu apakah daerah tersebut bisa kembali menjadi zona hijau atau kuning, dengan begitu pemerintah daerah dapat berusaha dan tahu apa yang harus diperbaiki. Faktor penyebabnya apakah ada angka kematian meningkat atau orang yang dirawat sangat tinggi. Jika dalam dua minggu masa evaluasi tetap di zona orange, maka daerah tersebut harus dilakukan pengetatan dan menghentikan kegiatan-kegiatan yang berpotensi untuk menularkan COVID-19," jelas Dewi.

Lebih lanjut, Dewi menjelaskan jumlah pengetesan di tiap kabupaten/kota berbeda-beda. Hal ini juga dapat tergambar dariangka positivity rate atau tingkat kepositifan dari hasil uji spesimen dengan total jumlah orang yang diperiksa pada setiap wilayah. Hal ini juga digunakan sebagai dasar evaluasi penentuan wilayah mana saja yang jumlah pemeriksaan laboratoriumnya harus ditingkatkan.

Ada pun pengukuran zona dilakukan secara kumulatif mingguan sehingga kurva epidemiologi yang didapatkan bisa lebih menggambarkan kondisi yang terjadi pada wilayah tersebut.

Sumber: Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas Nasional

Tuesday 30 June 2020

Presiden Minta Daerah Tak Paksakan Adaptasi Kebiasaan Baru tanpa Perhatikan Data Sains

Foto: Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden

Semarang,- Presiden Joko Widodo meminta agar pemerintah daerah tidak memaksakan penerapan adaptasi kebiasaan baru tanpa melalui tahapan-tahapan yang benar. Presiden juga meminta agar dalam membuat kebijakan, data-data sains dan saran-saran dari para ilmuwan dipakai sebagai salah satu pertimbangan agar kebijakan tersebut tepat sasaran.

Demikian disampaikan Presiden Joko Widodo saat memberikan arahan terkait penanganan Covid-19 di Posko Penanganan dan Penanggulangan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah, Gedung Gradhika Bhakti Praja, Kompleks Kantor Gubernur Jawa Tengah, pada Selasa, 30 Juni 2020.

"Jangan sampai kita berani membuka masuk ke new normal, tetapi keadaan datanya masih belum memungkinkan. Jangan dipaksa. Sehingga tahapan-tahapan harus betul-betul disiapkan," tegas Presiden.

Sejumlah tahapan yang harus disiapkan tersebut antara lain pertama penyiapan prakondisi. Setelah prakondisi dilakukan, maka yang perlu diperhatikan adalah waktu penerapan dengan mempertimbangkan data-data sains seperti indikator angka penambahan kasus atau Rt dan R0.

"Timing-nya harus tepat. Jangan sampai Rt-nya masih tinggi di atas 1, R0-nya masih tinggi, kita sudah berani buka. Hati-hati, jangan membuat kebijakan tanpa sebuah data sains yang jelas," imbuhnya.

Selain itu, daerah juga perlu menentukan sektor mana yang akan diprioritaskan untuk dibuka sehingga tidak semua sektor dibuka secara bersamaan. Kepala Negara juga mengimbau agar proses tersebut tidak dilakukan secara tergesa-gesa.

"Tidak langsung dibuka semuanya. Apakah sektor industrinya sudah memungkinkan, silakan. Apakah sektor pariwisatanya sudah memungkinkan, silakan. Tetapi juga mungkin masih dibatasi, kalau kapasitas biasanya 1.000 ya 500 dulu. Tidak usah tergesa-gesa karena yang kita hadapi ini dua, kesehatan dan ekonomi yang semuanya harus berjalan dengan baik," paparnya.

Langkah terakhir adalah monitoring dan evaluasi yang dilakukan secara rutin, apakah setiap hari, setiap minggu, atau setiap dua minggu. Presiden juga meminta kepala daerah agar berani mengambil keputusan jika kondisi di lapangan berubah.

"Kalau prioritas sudah ditentukan, kita jangan lupa untuk setiap hari, setiap minggu, setiap dua minggu terus dievaluasi, dimonitor dan dievaluasi. Kalau memang keadaannya naik, ya tutup lagi. Harus berani memutuskan seperti itu. Tidak bisa lagi kita, sekali lagi, memutuskan sebuah kebijakan tanpa dilihat yang namanya data sains dan masukan dari para pakar," tandasnya.

Semarang, 30 Juni 2020
Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden