Sunday 29 July 2018

Gempa Lombok 6,4 SR, BMKG Minta Masyarakat Tetap Tenang dan Waspada Gempa Susulan

Gempa bumi tektonik 6,4 SR mengguncang Lombok, Bali dan Sumbawa Minggu (29/7) Foto Humas BMKG

JAKARTA  - Kepala Badan Meteorologi, Klimatalogi, dan Geofisika (BMKG) Pusat, Dwikorita Karnawati meminta masyarakat untuk waspada terhadap ancaman gempa susulan meskipun dengan intensitas dan magnitude yang kecil.

Seperti diketahui, gempa bumi tektonik mengguncang Lombok, Bali dan Sumbawa Minggu (29/7) dengan kekuatan 6,4 SR. Gempa yang terjadi sekitar pukul 05.47 WIB tersebut terletak pada koordinat 8,4 LS dan 116,5 BT, atau tepatnya berlokasi di darat pada jarak 47 km arah timur laut Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada kedalaman 24 km.

"Hingga saat ini (pukul 15.00) telah terjadi 133 kali gempa susulan dengan magnitudo terbesar 5,7 SR. Karenanya kami meminta masyarakat untuk tetap waspada namun tetap tenang dan jangan panik," ungkap Dwikorita, Minggu (29/7).

Dwikorita juga meminta masyarakat untuk tidak mempercayai berita hoax yang menyebar pasca gempa. Hingga saat ini, kata dia, BMKG terus memantau perkembangan gempa dari Pusat Gempa Nasional (PGN) Jakarta.

"Guna mengantisipasi munculnya informasi simpang siur dan hoax, BMKG melalui akun Twitter @infoBMKG akan terus menginformasikan perkembangan gempa," tuturnya.

Lebih lanjut, Dwikorita menerangkan hasil analisis BMKG bahwa gempa bumi yang terjadi di Lombok merupakan jenis gempabumi dangkal akibat aktivitas Sesar Naik Flores (Flores Back Arc Thrust). Gempa bumi dipicu deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan naik (thrust fault).

Guncangan gempabumi ini dilaporkan telah dirasakan di daerah Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur, Mataram, Lombok Tengah, Sumbawa Barat dan Sumbawa Besar pada skala intensitas II SIG-BMKG (IV MMI), Denpasar, Kuta, Nusa Dua, Karangasem, Singaraja dan Gianyar II SIG-BMKG (III-IV MMI). Sementara di Bima dan Tuban II SIG-BMKG (III MMI), Singaraja pada skala II SIG-BMKG atau III MMI dan Mataram pada skala II SIG-BMKG atau III MMI.

Sehubungan dengan masih adanya gempa-gempa susulan, masyarakat diimbau supaya tidak menempati bangunan-bangunan yang kondisinya sudah rusak akibat gempa utama.

"Gempa bumi ini tidak berpotensi tsunami," imbuh Dwikorita. (Humas Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika RI)

Thursday 26 July 2018

Ada Apa Di WTP Pertamina EP Lapangan Pangkalan Susu ?

[caption id="attachment_1163" align="aligncenter" width="600"] Kawasan Kompleks Water Treatment Plant Pertamina EP Asset I Pangkalan Susu Field. Foto : fipa[/caption]

Oleh: Freddy Ilhamsyah PA

Pendahuluan

Seperti diketahui bahwa pimpinan Pertamina DSBU (Daerah Sumatera Bagian Utara) ketika itu sangat peduli untuk memenuhi kebutuhan air bersih yang layak minum sesuai hasil uji laboratorium, artinya bebas bakteri/microba dan zat yang dapat mengganggu kesehatan manusia (karyawan Pertamina), sehingga Perusahaan Migas pelat merah itu merasa perlu untuk membangun WTP (Water Treatment Plant) di Bukit Kunci Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

WTP yang dibangunan dengan biaya besar mencapai milyaran rupiah ketika itu bukan hanya menyediakan air untuk keperluan MCK (Mandi, Cuci dan Kakus) saja tapi juga untuk menyediakan air minum yang bersih dan sehat bagi karyawan Pertamina UEP 1 Pangkalan Susu yang menempati 380 pintu rumah di Perumahan Karyawan Pertamina yang berada di 4 (empat) Puraka yaitu Puraka I (68 pintu), Puraka II Cemara (49 pintu), Puraka III A  (137 pintu) dan Puraka III B (36 pintu) di Bukit Kunci, dan di Puraka IV Paluh Tabuhan (41 pintu).

Membangun WTP

Pada kesempatan kali ini penulis coba menyampaikan pengalaman penulis saat melaksanakan pembangunan proyek WTP yang dilaksanakan oleh maincontractor PT Nasio-Jakarta bekerjasama dengan PT Bina Sarana Putra (BSP)-Medan pada tahun 1975. Lokasi  proyek di jalan dekat tanjakan ke arah Bukit Kunci.

Sejak awal pembangunannya memang sudah penuh dengan berbagai lika-liku dan hambatan yang sedikit mengganggu kelancaran pelaksanaan proyek tersebut. Hal ini penulis ketahui karena kebetulan penulis terlibat langsung dalam pelaksanaan pembangunan WTP yang berada di samping kanan jalan tanjakan ke arah Bukit Kunci dari pusat kota Pangkalan Susu.

Survei awal rencana pembangun Water Treatment Plant dilakukan sekitar pertengahan tahun 1974 penulis dan beberapa rekan dari PT Nasio dan PT BSP. Kondisi di lapangan yang berada di kaki bukit kecil dan kondisi tanahnya miring (tidak ada tanah datar) serta di belakangnya ada semak belukar dan di samping kanannya ada semacam rawa-rawa.

Setelah kembali ke Medan, maka diputuskan, pada tahap awal pembangunannya harus memakai traktor D6 untuk meratakan tanah perbukitan kecil itu dan tanahnya didorong ke kanan menutup rawa-rawa yang banyak dihuni oleh ikan lele dan ikan limbat (sejenis ikan lele plus sembilang warna kuning tua kecoklat-coklatan).

Ketika perataan lokasi sudah selesai maka dilanjutkan membangun pondasi bangunan gedung segi empat memanjang yang di dalamnya ada ruangan tempat mesin dan di sebelahnya (2 lantai) digunakan untuk kantor Utilitis. Sedangkan di lahan kosong di belakang samping kanan digali lubang besar berdiameter 6 meter dengan kedalaman 3 meter yang nantinya akan digunakan sebagai tempat penampungan air bersih (cold storage) yang terbuat dari beton cor sebelum air layak minum yang sejuk itu disalurkan ke kompleks perumahan di Bukit Kunci dan sekitarnya. Bak itu ditanam di bawah tanah dan ditimbun hingga mirip bukit kecil.

Diganggu Oknum dan Orang Bunian

Kisah menarik tapi menjengkelkan terjadi ketika saat melaksanakan pengecoran “Klarifier” (tempat penjernihan air) yang tidak boleh berhenti, jadi terganggu karena tiba-tiba air untuk campuran cor berhenti mengalir. Ketika dicek di bawah bak air (segi 4 memanjang) yang tidak jauh dari proyek, ternyata kran airnya ditutup oleh OTK yang belakangan diketahui pelakukan adalah salah seorang tenaga kerja kontrak di Utilitis. Kran (krangan) itu saya buka, air mengalir dengan deras dan pengecoranpun berlanjut.

Keesokan harinya, air kran mengalir kecil, padahal kran sudah penulis buka secara maksimal tapi alirannya masih tetap kecil. Penulis jadi curiga, pasti kran itu sudah “ditukangi” oleh tenaga kerja kontrak atas suruhan atasannya (tidak entis menyebut kedua nama mereka). Langsung penulis perintahkan kepada salah seorang anggota tenaga kerja untuk membongkar kran tersebut.

Setelah dibongkar ternyata kran itu telah disumbat dengan kayu sehingga posisi lubang pipa jadi sempit. Kemudian penulis pemerintahkan kepada anggota penulis untuk mengambil dua ember semen cor, dan setelah kayu penymbat dibuang, kerangan itu penulis cor.

Merasa tidak senang atas kelakuan penulis, pengawas/petugas Utilitis itu melaporkan hasil pengecoran kran air ke atasannya di Pangkalan Brandan (karena kantor Pertamina Sumbagut ketika itu di sana). Lalu penulis dipanggil menghadap ke kantor atasannya yang kebetulan dari suku Manado.

Di kantor atasannya itu, penulis ceritakan duduk persoalannya secara mendetail, hanya gara-gara uang bulanan terlambat (untuk biaya arus listrik dan air) lantas “dipermainkan” seperti itu. Padahal sebelumnya pembayaran tidak pernah terkendala, karena lagi ada pengecoran, penulis jadi tidak sempat ke Medan untuk mengambil uang operasional.

Setelah mengetahui duduk persoalnya langsung orang Manado itu menelpon ke Pangkalan Susu, dan penulis dengar dia memarahi bawahannya itu. Lalu dia mengatakan kepada penulis agar pengecoran terus dilanjutkan.

Sebelum penulis keluar dari ruang kerjanya, Surat Kunjungan Tamu penulis sodorkan ke dia untuk ditandatangani/diparap sebagai prosedur yang berlaku. Ketika dia melihat nama (Freddy Wowiling, sesuai KTP) yang tertulis di surat kunjungan tamu itu dia langsung bilang, orang Manado ya? Kenapa tidak bilang dari tadi, kata dia lagi. Penulis jawab, saya kawatir nanti dibilang nepotisme jawab penulis.

“Ya sudah, diteruskan kerjaannya dengan baik, dan kalau ada gangguan lagi langsung lapor ke saya,” kata dia menutup obralan kami ketika itu.

Akhirnya pengecoran Klalifier yang cukup ribet itu dapat berjalan lancar selama 3 hari 3 malam non stop dengan memakai sistem 3 shif (masing-masing shif 100 orang). Klalifier itu bentuknya seperti piring makan telungkup di atas mangkok, mirip UFO (Unidentificated Flying Object/Pesawat Terbang Machluk Angkasa Luar).

“Gangguan” oknum Utilitis dan air sudah teratasi, selanjutnya muncul pula gangguan machluk dari dunia astral (alam gaib). Cerita begini : Ketika dilakukan pengusuran/pengerukan bukit kencil dan saat melaksanakan pembangunan gedung kantor dan ruang mesin (peralatan instrumen), gangguan machluk astral (gaib) belum dirasakan. Tetapi ketika melakukan penggalian lobang seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, sudah mulai terasa ada yang “tidak beres.” Galian itu selalu runtuh, pada hal lokasinya merupakan tanah keras walaupun sudah dibuat cerocok dari batang pohan bakau seukuran betis yang dilapis dengan tepas bambu.

Beberapa hari kemudian badan penulis (saya) terasa sangat sakit melebihi rasa pegal selama 2 hari, pada hal badan penulis telah dibalur dengan obat gosok (Afitson). Kemudian penulis minta tolong penjaga malam di proyek untuk mencarikan tukang kusuk/urut. Kesesokan harinya datanglah seorang pria setengah baya, penduduk Almer (Alur Merbau) yang rupanya adalah tukang kusut pesanan tukang jaga malam.

Ketika pengusukan sedang berlangsung, tukang kusut itu bahwa pegal-pegal berat yang penulis rasakan, bukan capek kerja, tapi ada gangguan dari machluk astral alias orang bunian. Mereka marah karena kami masuk ke daerah mereka tanpa permisi dan juga tempat kediaman mereka sudah penulis (selaku orang yang bertanggungjawab) rusak. Tukang kemudian minta maaf dan mengatakan bahwa mereka hanya melaksanakan tugas atas perintah perusahaan.

Lalu utusan orang bunian itu dapat menerima permintaan maaf itu, tapi ada syaratnya, kata orang bunian melalui kontak komunikasi secara gaib seperti yang disampaikan tukang kusuk itu kepada penulis. Ketika ditanyakan syaratnya apa ? Orang Bunian itu bilang, 1 ekor kambing remaja dan 2 ekor ayam betina (hitam dan putih). Kambing dan ayam disembelih di tengah titik lingkaran lobang, kemudian kepala ketiga hewan itu ditanam disitu dan dagingnya dimasak sesuai selera untuk kenduri bersama anak yatim.

Setelah semua persyaratan dilakukan dalam satu hari badan penulis telah sehat seperti sediakala, dan galian itupun tidak runtuh lagi. Akhirnya pelaksanaan pembangunan Proyek Water Treatment Plant (WTP) dapat diselesaikan dengan lancar.

Menurut penjelasan tukang kusuk yang rupanya juga seorang supranatural, kawasan WTP dan sekitarnya adalah semacam kerajaan Orang Bunian. Saat itu mereka bersedia memberikan sebagian wilayahnya kepada manusia asal digunakan untuk hal-hal yang positif.

Selain gangguan Orang Bunian, masih ada saja gangguan uji adrenalin dengan munculnya sosok “Gondoruwo” dan “Kepala Kuda Terbang” sehingga para pekerja harian tetap yang tinggal di barak jadi takut keluar ke belakang (kamar mandi) seorang diri, dan hanya beberapa orang saja yang bernyali kuat berani seorang diri ke belakang di malam hari.

Dulu di kiri-kanan jalan depan area Water Treatment Plant Pangkalan Susu adalah semacam kawasan hunian orang Bunian dan makhluk gaib lainnya seperti yang telah penulis jelaskan di atas.

Penutup

Akhirnya terjawablah sudah tulisan yang berjudul “Ada Apa Di WTP Pertamina EP Lapangan Pangkalan Susu ?”  Ternyata di kawasan WTP dan daerah di dekatnya ada banyak hantu dan Orang Bunian karena di kawasan itu merupakan tempat hunian makhluk astral. Mau percaya atau tidak, itu terpulang kepada pembaca. Tetapi itulah fakta yang penulis rasakan dan alami bersama beberapa teman penulis yang ketika itu sebagai saksi mata (sering diganggu penampakan makhluk astral) atas berbagai kejadian di Proyek Pembangunan Water Treatment Plant di Pangkalan Susu 43 tahun lalu. ***

Pangkalan Susu, medio Juli 2018

Sunday 22 July 2018

Menteri ESDM Usul Subsidi Solar Tahun 2019 Maksimal Rp 2.500 per Liter

Foto: Humas Ditjen Migas

Jakarta, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan melakukan Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Kamis (19/7). Dalam kesempatan itu, Menteri ESDM mengusulkan agar subsidi Minyak Solar tahun 2019 menggunakan batas atas dan bawah yaitu antara Rp 2.000 hingga Rp 2.500 per liter.

Menteri Jonan memaparkan, usulan subsidi Solar  tahun 2019 berdasarkan hasil Raker dengan Komisi VII DPR  tanggal 5 Juni 2018, ditetapkan sebesar Rp 1.500 hingga 2.000 per liter.  Namun demikian, Pemerintah mengusulkan agar besaran subsidi ini menggunakan ceiling price Rp 2.500 per liter.

“Kami usul, kalau boleh dikasih ceiling price. Subsidi tetap Rp 2.000 per liter, tapi ada ceiling-nya. Ceiling-nya misalnya maksimum Rp 2.500 per liter karena tidak fix (subsidi) Rp 2.500 per liter, tergantung harga minyak dari waktu ke waktu,” ungkap Menteri Jonan.

Besaran subsidi Solar ini, lanjut Jonan, tidak harus Rp 2.500 per liter, tetapi tergantung perkembangan harga minyak dunia yang tidak dapat diprediksi. “Kalau harganya (minyak dunia) turun, (subsidi) bisa Rp 2.000 atau Rp 2.200 per liter. Atau Rp 1.500 per liter, bahkan kurang. Tergantung  harga minyak,”jelasnya.

Sementara terkait volume Solar bersubsidi tahun 2019, Pemerintah mengusulkan sebesar 14,5 juta KL dari 15,62 juta KL. Hal ini antara lain didasarkan pada realisasi hingga 30 Juni 2018 yang mencapai 7,19 juta KL dari volume yang ditetapkan dalam APBN sebenar 15,62 juta KL.

Untuk tahun 2018, Pemerintah menganggarkan subsidi Solar Rp 500 per liter dengan ICP US$ 48 per barel.  Namun lantaran rata-rata harga minyak Indonesia (ICP) hingga saat ini telah mencapai US$ 66,5 per barel, maka besaran subsidi diusulkan naik Rp 2.000 per liter.

“Ïdealnya kalau plus margin, kalau penugasan ya (subsidi) menjadi Rp 2.000 per liter karena memang kalau (harga jual Solar) Rp  5.150 di ICP  yang sekarang US$ 66 per barel, saya kira tidak akan bisa. ICP sebelumnya US$ 48 per barel,” kata Jonan. (Ditjen Migas)

Barcode LPG 3 Kg, Dukung Subsidi Tepat Sasaran

Foto: Humas Ditjen Migas

Jakarta, Untuk mendukung subsidi dapat dinikmati oleh pihak yang berhak. Pemerintah menyambut baik opsi penggunaan barcode dalam pendistribusian LPG 3 kg.

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto di Jakarta, Kamis (5/7), penggunaan barcode dalam penyaluran LPG 3 kg merupakan salah satu alternatif, selain bantuan langsung tunai (BLT). Saat ini, konsep barcode tersebut sedang dikaji oleh PT Pertamina.

“Silakan saja pakai teknologi apa. Mau kartu (BLT), barcode, apa segala macam. Itu orang IT yang mengerti. Saat ini lagi dikaji sama Pertamina,” ujar Djoko.

Terhadap opsi yang dipilih nantinya, lanjut Djoko, pihaknya siap mendukung dengan membuat regulasinya. ‘Kalau Pertamina misalnya perlu regulasi, misalnya barcode untuk golongan masyarakat apa saja, nah kita buat regulasinya sekaligus pengawasannya,” katanya.

Penyaluran subsidi LPG 3 kg tepat sasaran ini diharapkan dapat dilakukan mulai 2019 mendatang.

LPG 3 kg non subsidi

Sementara itu terkait uji coba yang dilakukan PT Pertamina dengan meluncurkan produk LPG  Bright gas kemasan 3 kg,  menurut Djoko, hal itu dapat mengurangi besaran subsidi LPG 3 kg yang harus ditanggung Pemerintah. Ini lantaran masyarakat memiliki alternatif dalam menggunakan LPG 3 kg.

Produk LPG non subsidi berwarna pink fuschia tersebut, mulai awal Juli 2018 dilakukan uji pasar secara terbuka di dua kota yakni Jakarta dan Surabaya, dengan total 5.000 tabung.  Ini merupakan tindak lanjut dari market trial (uji pasar) LPG 3 kg non subsidi yang telah dilakukan pada November 2017 di Tangerang, Banten.

“Produk Bright Gas 3 kg ini memberikan alternatif pilihan bagi konsumen LPG non subsidi. Dengan adanya varian baru LPG non subsidi kemasan 3 kg, maka masyarakat mampu bisa mendapatkan lebih banyak pilihan LPG Bright Gas dalam berbagai kemasan yang melengkapi keseluruhan jenis Bright Gas Family yaitu kemasan 12 kg, 5,5 kg, 3 kg dan Can (220 gr),” jelas Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito.

Untuk di Jakarta,  3 kg akan tersedia di SPBU COCO Kuningan, SPBU COCO Pondok Indah, SPBU COCO MT Haryono, SPBU COCO Lenteng Agung, Apartemen Baywalk Pluit, Apartemen Springhills Kemayoran, Apartemen Gading Nias Kelapa Gading, Apartemen Kalibata City, Apartemen Green Pramuka Rawamangun, Apartemen Mediterania Tanjung Duren, dan kawasan perumahan Pondok Indah Kebayoran Baru. Sementara di Surabaya akan dijual di wilayah Pakuwon.

Selama masa uji pasar secara terbuka ini, isi ulang Bright Gas 3 kg akan dijual seharga Rp 39.000 per tabung tabung di agen LPG non subsidi belum termasuk ongkos kirim, dan Rp 42.000 per tabung tabung di SPBU COCO. Sedangkan untuk tabung perdana (tabung plus isi) Bright Gas 3 kg akan dijual di agen LPG seharga Rp 184.000 per tabung dan di SPBU COCO seharga Rp 187.000 per tabung. (Ditjen Migas)

Thursday 19 July 2018

Badai Tropis Ampil Akan Melintasi Okinawa Menuju Shanghai

Citra Satelit Badai Tropis Ampil. Foto KMA

Seoul, Telukharunews –  Menurut publikasi situs web resmi Badan Meterologi Korea (KMA/Korea Meteorological Administration) pada Rabu,18 Juli 2018 pukul 22:50 waktu Standar Korea Selatan diinformasikan kondisi Badai Tropis (Tropical Storm) Ampil berdasarkan hasil analisis pada Rabu, 18 Juli 2018 pukul 12:00 waktu standar Republik Korea posisinya berada di koordinat 18.7 Lintang Utara dan 128.9 Bujur Timur. Tekanan di pusat 998 hPa. Angin Berkelanjutan Maksimum : 19 meter per detik atau 68 km per jam. Intensitas : Lemah. Skala : Kecil. Ampil bergerak maju ke arah timur-Timur Laut Laut dengan kecepatan 16 km perjam.

Peta prakiraan perjalanan Badai Tropis Ampil. Foto KMA
Diprakirakan pada Minggu, 22 Juli 2018 pukul 12:00 waktu standar Korea Selatan akan masuk ke Shanghai ketika posisinya berada di koordinat 29.7 Lintang Utara dan 120.0 Bujur Timur dengan tekanan di pusat 990 hPa. ***

Editor Freddy Ilhamsyah PA