Tuesday 26 April 2011

Poliklinik Pertamina EP Pangkalansusu Antisipasi DBD


THNews.com

Dalam upaya mengantisipasi kemungkinan munculnya penyakit Demam Berdarah Dengue, Poliklinik PT Pertamina EP Pangkalansusu secara berkala melakukan fogging untuk pemberantasan sarang nyamuk Aedes aegypti / Aedes albopictus di lingkungan kompleks perumahan karyawan dan perkantoran Pertamina EP Pangkalansusu.

Menjawab pertanyaan THNews.com, Ka. Poliklinik Pertamina EP Pangkalansusu, dr. Maharani menjelaskan, selain kompleks perumahan dan perkantoran, kawasan SP/SK (Stasiun Pengumpul/Stasiun Kompressor) dan lokasi pengeboran migas juga distrilisasi dengan pengasapan malathion dan fenthion yang berguna untuk mengurangi kemungkinan penularan aides aegypti sampai batas tertentu.

Pemberantasan sarang nyamuk Aedes Aegypti pada dasarnya merupakan pemberantasan jentik atau mencegah agar nyamuk tidak dapat berkembang biak. Caranya dapat dilakukan dengan:

1.Menguras bak mandi dan tempat-tempat panampungan air sekurang- kurangnya seminggu sekali. Ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa perkembangan telur menjadi nyamuk adalah 7-10 hari.

2.Menutup rapat tempat penampungan air seperti tempayan, drum, dan tempat air lain dengan tujuan agar nyamuk tidak dapat bertelur pada tempat-tempat tersebut.

3.Mengganti air pada vas bunga dan tempat minum burung setidaknya
seminggu sekali.

4.Membersihkan pekarangan dan halaman rumah dari barang-barang bekas terutama yang berpotensi menjadi tempat berkembangnya jentik-jentik nyamuk, seperti sampah keleng, botol pecah, dan ember plastik.

5.Munutup lubang-lubang pada pohon terutama pohon bambu dangan menggunakan tanah.

6.Membersihkan air yang tergenang di atap rumah serta membersihkan salurannya kembali jika salurannya tersumbat oleh sampah-sampah dari daun.

7.Memberikan bubuk abate (temephos) pada tempat-tempat penampungan air
seperti gentong air, vas bunga, kolam dan lain-lain.

8.Membunuh jentik nyamuk Demam Berdarah di tempat air yang sulit dikuras atau sulit air dengan menaburkan bubuk Temephos (abate) atau Altosoid 2-3 bulan sekali dengan takaran 1 gram abate untuk 10 liter air atau 2,5 gram Altosoid untuk 100 liter air. Abate dapat di peroleh/dibeli di Puskesmas atau di apotik.

Pada kesempatan itu, dr. Maharani juga memberi tip agar masyarakat mengenali gejala-gejala kemungkin terjangkitnya DBD diantaranya sebagai berikut :

• Demam tinggi mendadak.
• Sakit kepala yang hebat (para pakar medis mengatakan bahwa aspirin hendaknya dihindari karena dapat memperhebat pendarahan).
• Nyeri di balik mata.
• Nyeri pada persendian dan otot.
• Pembengkakan kelenjar getah bening.
• Bercak-bercak merah.
• Kelelahan.

Gejala yang lebih spesifik untuk DBD:

• Ambruk mendadak.
• Pendarahan kulit.
• Pendarahan secara umum.
• Kulit dingin dan berkeringat dingin.
• Gelisah.
• Renjatan dengan denyut nadi lemah (Dengue Shock Syndrome, atau DSS).

Jangan pernah menunda untuk pergi ke dokter jika terlihat gejala tersebut di atas terlebih lagi anak-anak yang lebih banyak bereksiko.

Monday 25 April 2011

Fauzi Syarif Terpilih Sebagai Ketua KONI Pangkalansusu (2011-2015)

THNews.com|Pangkalansusu

Setelah vacum beberapa tahun lalu, akhirnya keberadaan KONI Kecamatan Pangkalansusu dibangkitkan kembali melalui pembentukan kepengurusan baru, dan Fauzi Syarif dipercayakan untuk memimpin KONI Pangkalansusu periode 2011-2015.

Susunan selengkapnya, Wakil Ketua Suhaimi, Sekjen, Zulkarnain dan Herry Chesbianes, Bendahara Harris Fadillah dan Khairul Liza yang dilengkapi oleh seksi-seksi dari beberapa cabang olahraga.

Seusai pelantikan yang berlangsung di Pendopo Kantor Camat Pangkalansusu, Rabu (20/4), Ketua terpilih didampingi Bendahara, Harris Fadillah kepada TelukHaruNews.com menyebutkan bahwa mereka siap menjalankan amanah yang dipercayakan masyarakat Pangkalansusu. Untuk itu Fauzi mengharapkan kepada seluruh pengurus KONI periode 2011-2015, “ berilah yang terbaik, dan bekerjalah sesuai mekanisme aturan yang ada sehingga kehadiran KONI Pangkalansusu dapat terpelihara dengan baik,” katanya.

Sementara, di tempat terpisah Wakil Sekjen KONI Pangkalansusu, Herry Chesbianes yang saat itu didampingi oleh Ketua Bidang Unit Internal, Jimmy Roentoe mengungkapkan, sejak tahun 1980-an Kecamatan Pangkalansusu merupakan gudang olahragawan yang mampu berkiprah bukan hanya untuk tingkat Sumatera Utara saja, tapi sudah merambah sampai ke tingkat Nasional bahkan Asean.

Sebagai contoh, masih menurut Herry, Krismanto dan Ronny Tobing sudah mengharumkan nama Sumatera Utara melalui Tinju binaan Hassan Basri (bos Sasana Tinju Arubay). Di bidang sepak bola ada Yopie Haluwet. Bukan hanya itu saja, Kempo, Volly dan Catur juga menjadi lawan yang diperhitungkan oleh pesaing di Sumatera Utara.

Satu hal yang perlu dicatat, Stadion Olahraga Bukit Kunci merupakan stadion pertama di Sumatera Utara yang dapat dipergunakan pada malam hari. Namun, saat ini empat menara lampu di Stadion Bukit Kunci sudah tidak dapat dimanfaatkan.

Selain Stadion Olahraga Bukit Kunci milik Pertamina EP Pangkalansusu, di Kecamatan Pangkalansusu juga ada lapangan sepakbola jalan Tambang Minyak Pangkalansusu yang dikelola oleh pemerintah setempat, dan lapangan ini juga selalu digunakan sebagai tempat upacara nasional, misalnya peringatan HUT RI dan hari besar lainnya. (HC)

Sunday 10 April 2011

Nasib Nelayan Pukat Jaring Tradisional Memperihatinkan


THNews.com|Pangkalansusu

Kondisi matapencarian nelayan Pukat Jaring Tradisional Kelurahan Beras Basah, Kecamatan Pangkalansusu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara sejak beberapa bulan terakhir sungguh memperihatinkan. Ungkap Ketua Kelompok Nelayan ”Pukat Senja”, Budiman (55) kepada TelukHaruNews.com, Sabtu (9/4’11).

Menurut Budiman, saat ini penghasilan mereka sekitar Rp30 ribu perhari. Bila ada udang swallow, penghasilan mereka bisa mencapai rp200.000,-, dan bila dipotong biaya operasional, hasilnya tinggal rp100.000,- Itupun dibagi empat orang.

Menyinggung tentang bantuan dari pemerintah, dalam hal ini, Dinas Perikanan, Ketua Kelompok Nelayan “Pukat Senja” menyebutkan, sampai hari ini pihaknya tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, padahal sudah 2 kali mereka mengajukan proposal kerambah apung, tapi tidak ada tanggapan dari Dinas Perikanan setempat.

“Sedangkan untuk kelompok nelayan Putra Bahari dibantu, kami tidak. Padahal proposal kami diterima oleh Dinas Perikanan bersama proposal kelompok nelayan Putra Bahari. Inikan tidak adil,” katanya.

Keramba ikan Kerapu di Pulau Sembilan

Sangat disayangkan, masih menurut Budiman, beberapa tahun lalu bantuan dari pihak Dinas Perikanan setempat, sampai saat ini tidak pernah dimanfaatkan sehingga rusak. Sebab bantuan tersebut diberikan bukan kepada nelayan asli

Budiman pernah menyampaikan kepada Dinas Perikanan setempat, bahwa kelompok Pukat Senja adalah nelayan asli, sedangkan kelompok lainnya tidak semuanya nelayan asli. “Kalau pihak Dinas Perikanan tidak percaya, silahkan datang ke TKP, kami siap membuktikannya,” ujar Ketua kelompok Pukat Senja.

Saat ini kelompok nelayan “Pukat Senja” yang dibentuk beberapa tahun lalu kini anggotanya tercatat sekitar 100 nelayan yang berdomisili di Kelurahan Beras Basah.

Oleh sebab itu, kami mengharapkan perhatian dari pihak Dinas Perikanan setempat untuk membantu kami, karena sejak 40 tahun lalu sampai saat ini kami tidak pernah merasakan bantuan dari pemerintah.

“Dulu alasannya harus membentuk kelompok, tapi ketika kami sudah membentuk kelompok nelayan Pukat Senja I dan Pukat Senja II, bantuan yang diharapkan juga tidak pernah ada,” kata Budiman.

Harapan mereka, apabila ada bantuan dari pemerintah, maka mereka akan fokus ke petani kerambah di pesisir pantai Kecamatan Pangkalansusu. Sedangkan kegiatan memukat akan dijadikan usaha sampingan.(Januar Putra)

Monday 4 April 2011

Kumpulan Fabel Tiongkok Kuno Abad ke XVI (seri IV)

Gubahan : Freddy Ilhamsyah PA

Pengantar

Dalam pertemuan kita kali ini, anda akan menikmati kumpulan Fabel yang terdapat di dalam buku “Cerita Negara-negara Perang” yang disusun oleh Liu Siang pada tahun 78-6 Sebelum Masehi. Selamat membaca dan silahkan menafsirkan sendiri makna yang tersirat di dalam kisah-kisah yang terdapat di dalam Fabel Tiongkok Kuno.

Burung Berkik Dan Kerang

Seekor kerang yang sedang membuka kulitnya berjemur di tepi sungai, tiba-tiba datang seekor burung berkik mematuk kerang itu. Kerang itu terkejut dan segera mengatupkan kulitnya kuat-kuat sehingga paruh burung berkik terjepit.

“Kalau hari ini dan besok tidak hujan, niscaya di sini akan ada kerang yang mati terlentang,” kata burung berkik.

Tidak mau kalah gengsi, kerang itupun balas berkata, “Kalau sampai besok engkau tidak dapat mencabut paruhmu, maka di sini akan ada burung berkik mati terlentang.”

Burung berkik dan kerang tidak mau saling mengalah, dua-duanya sama keras kepalanya. Akibatnya, keduanya berhasil ditangkap oleh seorang nelayan yang kebetulan lewat di situ.

Meminjam Cahaya

Gadis-gadis yang tinggal di tepi sungai mempunyai kebiasaan beramai-ramai membeli minyak pelita (lampu) untuk dipakai bersama-sama dalam suatu ruang kerja.

Diantaranya ada seorang gadis miskin yang tidak mampu membeli minyak. Melihat gadis tersebut setiap datang tidak membawa minyak, maka gadis itupun diusir.

Tatkala hendak meninggalkan tempat itu, gadis miskin tersebut berkata, “Karena tidak mempunyai minyak, maka setiap hari aku datang lebih dahulu untuk membersihkan ruangan dan mengatur tempat duduk agar kalian dapat bekerja dengan nyaman. Nyala pelita terang-benderang memenuhi ruangan, mengapa kalian begitu kikir dan tidak membolehkan aku menggunakannya barang sedikit ? Padahal ini tidak merugikan kalian, tetapi sangat bermanfaat bagiku. Jadi mengapa kalian mengusir aku?”

Pendapat itu cukup beralasan dan dapat diterima akal oleh para gadis lainnya, maka gadis miskin itupun diajak bekerja bersama-sama di ruangan itu.


Siapa Yang Lebih Tampan

Cou Ci adalah orang negeri Ci, badannya tinggi kekar dan tampan. Pada suatu pagi, setelah berpakaian rapi, dia bercermin berulang-ulang, lalu bertanya pada isterinya, “Siapa yang lebih tampan antara aku dengan Adipati Si yang bertempat tinggal di Ibukota sebelah utara?”

“Tentu saja engkau jauh lebih tampan. Tidak mungkin Adipati Si dapat menandingi engkau!” jawab isterinya.

Adipati Si memang terkenal di seluruh negeri sebagai seorang pria yang tampan, maka Cou Ci sendiripun tidak percaya bahwa dirinya lebih tampan daripada Adipati Si. Oleh sebab itu, ia mengajukan pula pertanyaan kepada isteri mudanya. Jawab isteri mudanya sama dengan isteri tuanya.

Tidak berapa kemudian, seorang tamu datang mengunjungi Cou Ci. Dalam percakapan, Cou Ci bertanya kepada tamunya, “Siapa yang lebih tampan antara saya dengan Adipati Si?”

“Saudara yang lebih tampan!” jawab tamunya.

Keesokan harinya, Adipati Si datang ke rumahnya. Cou Ci memandanginya dengan sangat teliti, dan dia merasa bahwa dirinya masih kalah tampan dengan Adipati Si. Kemudian ia pergi bercermin, dan makin terasa olehnya bahwa Adipati Si jauh lebih tampan daripada dirinya.

Pada malam harinya, saat berbaring di ranjangnya, Cou Ci merenung kejadian itu, dan akhirnya dia menemukan jawabannya.

“Isteri tuaku mengatakan aku tampan karena dia cinta padaku. Isteri mudaku mengatakan aku paling tampan karena dia takut padaku. Sedangkan sang tamu, karena dia ingin minta sesuatu kepadaku.”



Menggambar Ular Berkaki

Seorang bangsawan di negeri Cu mempersembahkan korban kepada arwah nenek moyangnya. Bangsawan itu berniat memberikan secerek arak bekas upacara tadi kepada seluruh pegawainya. Tetapi bagaimana mereka dapat membaginya, araknya hanya satu cerek, sedangkan orangnya banyak. Lama dia berpikir untuk memecahkan persoalan itu, tetapi tidak ditemukan jalan keluarnya.

Akhirnya ada seorang yang mengusulkan supaya adil, setiap orang haurs menggambar ular di tanah, dan siapa yang lebih dahulu selesai, maka arak itu menjadi miliknya. Usul ini diterima oleh semua orang.

Dari para peserta itu ada seorang yang cepat menyelesaikan gambar yang diperlombakan, dan pikir dia, arak itu akan menjadi miliknya. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, dilihatnya orang lain masih belum selesai menggabar.

Dengan ceret di tangan kiri dan sebatang ranting di tangan kanan, berkatalah dia dengan sombong, “Alangkah perlahannya kalian menggambar, aku masih sempat menambahkan beberapa kaki pada gambar ular ini!”

Pada waktu ia sedang menambahkan kaki pada gambar ular itu, ada seorang peserta yang sudah selesai menggambar, dan dia merebut cerek arak itu dari tangan orang itu sambil berkata, “Ular tidak berkaki, mengapa gambar ular itu kau beri kaki? Akulah orang pertama yang menyelesaikan gambar itu. Bukan engkau!” Selesai bicara, orang itu lalu minum arak dengan nikmatnya.

Dengan demikian, orang yang membubuhkan kaki pada gambar ular itu jadi kehilangan arak yang seharusnya sudah jadi miliknya.

Note : Kumpulan Fabel Tiongkok kuno masih akan berlanjut ke seri V.

Friday 1 April 2011

Kumpulan Fabel Tiongkok Kuno Abad ke XVI (seri III)

Gubahan : Freddy Ilhamsyah PA

Pengantar :

Dalam pertemuan kita kali ini, penulis secara khusus menampilkan kumpulan fabel gubahan Han Féi pada tahun 233s.M. Semoga fabel di bawah ini dapat memenuhi selera baca sebagian pembaca yang mampir di Freddyilhamsyah’s Blog. Selamat membaca.

Menggambar Setan

Seorang pelukis yang sedang membuat lukisan untuk raja Ci, ditanya oleh baginda raja : “Menurut engkau, apa yang paling sulit untuk digambar?”

“Yang paling sukar, ialah menggambar anjing, kuda dan sebagainya,” jawab si pelukis.

“Kalau begitu, apa yang paling mudah untuk digambar?”

“Yang paling mudah ialah menggambar setan, jin, siluman dan dedemit lainnya. Sebab, kita setiap hari melihat bertemu dengan binatang-binatang itu, maka jika ada sedikit saja yang kurang mirip dalam gambarnya, akan diketahui orang yang melihatnya. Tetapi setan, jin maupun siluman tidak ada bentuk yang tertentu, dan yang pasti tidak ada orang yang pernah melihat mereka, maka mudah sekali menggambarnya.” Ujar si pelukis. (Han Féi Ce)


Sumpit Gading

Raja Cou menyuruh tukang membuatkan sepasang sumpit dari gading yang sangat mahal harganya.

Melihat keadaan itu, Perdana Menteri Ci Ce sangat cemas. Menurut dia, kalau raja memakai sumpit gading, maka raja tidak pantas lagi menggunakan piring dan mangkok tembikar/gerabah untuk tempat lauk-pauk, melainkan harus dengan cawan pinggan yang terbuat dari batu giok. Cawan pinggan yang berharga itu tentulah bukan untuk makanan biasa, melainkan hanya pantas diisi dengan lauk-pauk yang mewah.

Jika selalu makan lauk-pauk yang mewah dan mahal harganya, tentu tidak lagi ingin memakai pakaian yang terbuat dari kain kasar, dan tidak mau lagi tinggal di rumah biasa yang pendek, melainkan pakaian yang terbuat dari kain sutera atau satin, dan tinggal di gedung besar yang mewah serta bertingkat.

Seandainya nafsu itu dituruti dan hidup selalu berfoya-foya, niscaya makin lama hidupnya makin kemewah-mewahan, dan akhirnya tentu akan mengalami akibat yang fatal.

Karena raja Cou terus melanjutkan perbuatannya yang salah itu, akhirnya kerajaanya runtuh. (Han Féi Ce).

Ceng Sen Menyembelih Babi

Ceng Sen adalah murid Kung Fu-ce. Pada suatu hari, ketika isterinya hendak pergi ke pasar, anaknya menangis minta ikut. Si ibu membujuk anaknya, “Pulang saja nak ! Nanti kalau ibu sudah kembali dari pasar, ibu potongkan babi untukmu!”

Tatkala isteri Ceng Sen kembali dari pasar, Ceng Sen sedang bersiap-siap untuk memotong babi untuk anaknya. Melihat hal itu, isterinya segera mencegahnya, “Astaga! Engkau sungguh memotong babi buat anak kita? Maksudku sebenarnya hanya untuk membujuk saja agar anak kita tidak ikut ke pasar!”

Mendengar perkataan itu, Ceng Sen menasehati isterinya.

“Kepada anak kecil tidak boleh berbohong! Sebab tingkah laku anak kecil itu selalu meniru orangtuanya. Jika engkau membohongi anakmu, berarti secara tidak langsung engkau mengajar anakmu berdusta. Anak kecil tak akan percaya lagi kepada ibunya bila dia tahu sudah dibohongi oleh ibunya, dan kalau sampai demikian halnya, mustahil ibu itu dapat mendidik anaknya,” ujar Ceng Sen, lalu melanjutkan penyembelihan babi yang sudah dipersiapkan. (Han Féi Ce).

Peniup Serunai Palsu

Baginda Raja Sién Wang dari Kerajaan Ci sangat gemar mendengarkan lagu serunai, lagi pula dia suka memamerkan kemegahannya. Dia mempunyai satu grup pemain serunai/suling yang terdiri dari 300 orang. Oleh baginda grup itu sering disuruh secara bersama-sama (koor) memperdengarkan lagu-lagu syahdu kegemaran raja Sién Wang.

Alkisah adalah seorang guru yang bernama Nan Kuo menghadap kepada raja, memohon agar dia diperbolehkan masuk ke dalam grup serunai tersebut, padahal dia tidak pandai meniup serunai.

Perkiraan raja, Nan Kuo ahli dalam hal meniup serunai, maka permohonannya diterima oleh raja untuk masuk ke grup serunai yang gajinya cukup besar.

Setiap grup serunai itu menggelar konser, guru Nan Kuo yang memang sebenarnya tidak pandai meniup serunai hanya ikut gerak-gerik anggota grup lain, sehingga dia terkesan pandai meniup serunai. Demikianlah guru Nan Kuo bertindak dalam kesehariannya bila grupnya melakukan konser, dan rahasianya tidak pernah terbongkar.

Setelah raja Sién Wang meninggal dunia, bertakhtalah Ming Wang sebagai penggantinya. Adapun raja baru ini memiliki sifat yang berbeda dengan Sién Wang. Dia tidak suka mendengarkan irama serunai yang dilakukan secara koor, melainkan menyuruh setiap peniup serunai itu untuk memainkan serunainya secara bergiliran.

Mendengar kabar itu, guru Nan Kuo segera melarikan diri secara diam-diam karena kawatir rahasianya terbongkar. (Han Féi Ce)

Arak Masam Karena Anjing

Di negeri Sung ada sebuah kedai arak, bukan main enaknya arak buatan kedai itu. Takarannyapun cukup ditambah lagi pemilik kedai itu sangat ramah dalam melayani pembeli. Sedangkan di depan kedainya terpasang panji-panji tanda kedai arak, berkibar-kibar ditiup angin. Sehingga tidaklah mengherankan bila kedainya jadi terkenal di negeri Sung.

Beberapa bulan kemudian, hasil penjualannya mulai merosot dan tidak laku. Kata orang, araknya masam. Sipemilik kedai jadi heran, padahal resepnya dan rasanya tetap sama, tidak masam.

Pada suatu hari, dia pergi untuk bertanya mengenai araknya kepada orang yang berpengetahuan di desanya.

“Bukankah anjing saudara terlalu galak?”

“Memang galak anjing yang baru beberapa bulan saya pelihara, tetapi apa sangkut-pautnya dengan dagangan saya?”

“Orang-orang takut kepada anjing saudara. Bila seorang anak kecil yang disuruh orangtuanya membeli arak, anjing saudara mengejar anak itu dan menggigitnya. Inilah sebabnya mengapa arak saudara menjadi masam dan tidak laku. (Han Féi Ce)

Sampai bertemu di seri ke IV.