Tuesday, 13 November 2012

2012, Ditargetkan Kapasitas Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa Meningkat

Pembangkit Tenaga Listrik Biomassa (Foto Bisnisbali.com)

JAKARTA - Indonesia memiliki potensi limbah biomassa yang besar yang berasal dari limbah pertanian dan sampah perkotaan. Mengingat rasio elektrifikasi di tanah air masih rendah, maka untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dengan cara memanfaatkan energi baru terbarukan, salah satunya adalah dengan mendorong pengembangan program biomassa untuk listrik dimana meningkatkan biomassa untuk listrik yang terinterkoneksi dengan jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN persero). Memanfaatkan limbah industri pertanian misalnya limbah padat dan cair pabrik kelapa sawit. Limbah industri tapioka dan sampah kota. Tahun 2011 telah tersambung 23 Megawatt (MW), dan tahun 2012 ditargetkan meningkat menjadi 61 Megawatt (MW) pembangkit yang tersambung ke jaringan PLN.

Sementara dalam skala kecil untuk program energi perdesaan, dikembangkan pembangkit dengan kapasitas 100 MW, dimana saat ini sudah dilakukan pengembangan di lima lokasi di Riau. Namun, dalam pengembangannya terkendala persoalan terutama pengelolaan dan pengoperasian oleh masyarakat.

Guna mendorong pengembangan energi baru terbarukan berbasis biomassa, diterbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) no.4 tahun 2012 terkait kebijakan feed in tariff.

Tujuan dari dikeluarkannya Peraturan tersebuat adalah dalam rangka mendorong pembelian tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan berbasis biomassa, biogas dan sampah kota dan menata kembali pengaturan pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat oleh PT PLN (Persero).

Peraturan Menteri ESDM tersebut memutuskan,  PLN  wajib membeli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah dengan kapasitas sampai dengan 10 MW atau kelebihan tenaga listrik (excess power) dari badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi dan swadaya masyarakat guna memperkuat sistem penyediaan tenaga listrik setempat. Untuk pembelian kelebihan tenaga listrik (excess power) sebagaimana tersebut diatas dapat lebih besar dari tenaga listrik yang dipakai sendiri dan sesuai dengan kondisi/kebutuhan sistem ketenagalistrikan setempat.

Harga pembelian tenaga listrik ditetapkan  diantaranya  Rp 656/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Menengah;  Rp 1.004/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Rendah.

F sebagaimana dimaksud diatas merupakan faktor insentif sesuai dengan lokasi pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dengan besaran  masing-masing  wilayah Jawa dan Bali, F = 1; kemudian wilayah Sumatera dan Sulawesi, F = 1,2; wilayah Kalimantan, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa.Tenggara Timur, F = 1,3 dan wilayah Maluku dan Papua, F = 1,5.

Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud diatas apabila berbasis biomassa dan biogas, maka ditetapkan sebagai berikut Rp 975/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Menengah dan Rp 1.325/kWh x F, jika terinterkoneksi pada Tegangan Rendah.

F merupakan faktor insentif sesuai dengan lokasi pembelian tenaga listrik oleh PT PLN (Persero) dengan besaran sebagai berikut wilayah Jawa, Madura, Bali dan Sumatera, F = 1,wilayah Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, F = 1,2; dan wilayah Maluku dan Papua, F = 1,3.

Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud diatas apabila berbasis sampah kota dengan menggunakan teknologi zero waste (teknologi pengelolaan sampah sehingga terjadi penurunan volume sampah yang signifikan melalui proses terintegrasi dengan gasifikasi atau incenerator dan anaerob maka ditetapkan sebagai berikut Rp 1.050/kWh, jika terinterkoneksi pada Tegangan Menengah kemudian untuk tegangan rendah  Rp 1.398/kWh.

Sedangkan Harga pembelian tenaga listrik apabila berbasis sampah kota dengan teknologi sanitary landfill (teknologi pengolahan sampah dalam suatu kawasan tertentu yang terisolir sampai aman untuk lingkungan) maka ditetapkan sebagai berikut  Rp 850/kWh, jika terinterkoneksi pada Tegangan Menengah dan  Rp1.198/kWh, jika terinterkoneksi pada tegangan rendah.

Harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud diatas dipergunakan dalam kontrak jual beli tenaga listrik dari pembangkit tenaga listrik yang menggunakan energi terbarukan skala kecil dan menengah tanpa negosiasi harga dan persetujuan harga dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral.

Sementara untuk harga pembelian tenaga listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3 dipergunakan dalam kontrak jual beli tenaga listrik dari kelebihan tenaga listrik (excess power) tanpa negosiasi harga dan persetujuan harga dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.

Dalam hal terjadi kondisi krisis penyediaan tenaga listrik, PT PLN (Persero) dapat membeli kelebihan tenaga listrik (excess power) dengan harga lebih tinggi dari harga yang termaktub dalam Permen ESDM No. 4 Tahun 2012 ini perhitungan harga didasarkan pada Harga Perkiraan Sendiri (HPS) PLN.(esdm)

No comments:

Post a Comment