“Blok Mahakam pasti untuk Pertamina. Yang bilang itu (Blok Mahakam) tidak untuk Pertamina, itu siapa?” kata Rudi usai Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (22/10) siang.
Lebih lanjut Rudi mengemukakan, Pertamina harus mengelola Blok Mahakam setelah kontrak kerja sama berakhir. Namun pengelolaannya tidak dapat dilakukan sendiri, karena ada 5 tahun terakhir dan 5 tahun setelahnya yang harus diamankan secara teknis agar tidak terjadi penurunan produksi.
”Operatornya tetap Pertamina, cuma dibantu yang lain. Itu namanya kolaborasi. Tidak ada yang kemudian menyatakan Pertamina ditendang,” tegasnya.
Jika misalnya 5 tahun pertama setelah kontrak kerja sama berakhir PT Total tetap menjadi operatornya, lanjut Rudi, semata-mata bertujuan untuk me-leading. Setelah itu, sepenuhnya dilakukan oleh PT Pertamina.
Ditegaskan Rudi, keberpihakan Pemerintah kepada Pertamina sudah begitu banyak. Namun ia menyayangkan masih adanya anggota masyarakat yang menginterpretasikan berbeda.
Sementara itu mengenai besaran prosentase PT Pertamina di Blok Mahakam sesudah 2017, masih dalam pembicaraan. Prosentasenya antara 51% hingga 70%, di mana di dalamnya termasuk BUMD. Sedangkan sisanya untuk KKKS lain yang berminat.
Rudi menjelaskan, pada tahun 2017 nanti, Blok Mahakam sepenuhnya milik negara. Baik peralatan maupun orang-orang yang berada di dalamnya. Pihak-pihak yang akan mengelola blok itu kemudian, baik PT Pertamina maupun KKKS lainnya, harus menyiapkan dana dan membayar lebih banyak kepada negara.
”Kalau kemarin, (bagi hasil) gas itu 70:30, sekarang tentunya negara harus lebih dari 70%. Dulu tanahnya kosong. Sekarang kan tanahnya sudah ada peralatan dan semuanya milik negara. Nah itu yang menjadi bagian yang harus didiskusikan. Bukan cuma cerita Pertamina atau asing yang diributkan,” tandasnya.
PT Total telah mengelola Blok Mahakam sejak 31 Maret 1967 untuk 30 tahun. Ketika kontrak pertama berakhir pada 1997, perusahaan asal Perancis itu mendapat perpanjangan kontrak selama 20 tahun hingga 2017. (esdm)
No comments:
Post a Comment