Tuesday, 4 September 2012

Proyek Percepatan Tahap Kedua Butuh Investasi Rp 167 Triliun


JAKARTA (Telukharunews)  - Proyek percepatan listrik 10.000 megawatt (MW) tahap kedua memerlukan investasi sebesar Rp167 triliun.

Staf Ahli Menteri Bidang Investasi dan Produksi FX Sutijastoto mengatakan untuk proyek percepatan tahap kedua tersebut 66 persen didominasi oleh energi baru terbarukan. "66 persen berbasis energi baru terbarukan dengan demikian melalui program dengan demikian melalui program ini dapat segera dikembangkan 6600 megawatt pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan,"ujar dia di Jakarta.

Dia menjelaskan, di sistem pembangkitan listrik jawa bali akan dibangun tambahan kapasitas listrik berbasis energi baru terbarukan sekitar 4500 MW dengan rincian 1.080 pembangkit listrik tenaga air (PLTA) dan 2.100 MW pembangkitlistrik tenaga panas bumi (PLTP)."Selain itu juga akan dibangun tambahan kapasitas pembangkit listrik di Sumatera dengan kapasitas total sekitar 3700 MW dengan rincian kapasitas di Sumatera  dengan rincian 470 MW PLTA dan 2.670 PLTP,"katanya.

Selain di Jawa dan Sumatera, lanjut Sutijastoto, juga direncanakan tambahan kapasitas pembangkitan listrik di Kalimantan sekitar 836 MW. Sedangkan di Sulawesi,kata dia, direncanakan penambahan kapasitas pembangkita tenaga listrik sekitar 711 dengan rincian PLTA 190 MW dan PLTP 140 MW."Melalui proyek fast track tahap kedua ini juga direncanakan pembangunan kapasitas pembangkit di nusa tenggara dan maluku masing-masing 143 dan 51 Mw,"papar Sutijasoto.

Khusus panas bumi, menurut dia, ada sebesar 13.000 MW potensi  panas bumi sekitar 13.000 MW yang  terdistribusi dalam 54 wilayah kerja pertambangan panas bumi (WKP) yang siap dikembangkan."Potensi tersebut dapat terserap oleh unit2 pengolahan mineral yang direncakan akan dibangun sebagai bagian dari perencanaan MP3EI,"tegas dia. Lebih lanjut dia memaparkan hingga saat ini perkembangan penggunaan energi baru terbarukan sudah cukup signifikan namun peranannya saat ini

masih sangat terbatas."Banyak faktor yang menjadi kendala, diantaranya penetapan harga energi fosil belum mencerminkan harga keekonomian sehingga harga energi yang berasal dari energi baru terbarukan masih relatif mahal sehingga masih sulit bersaing,"jelasnya.

Agar harga energi baru terbarukan bisa lebih kompetitif, kata dia, perlu diberikan insentif."Hingga saat ini insentif banyak dinikmati oleh energi fosil,"tandasnya.

Guna mendorong pengembangan energi baru terbarukan, lanjut Sutijastoto, pemerintah telah menerapkan beberapa kebijakan  insetif dan fiskal seperti PMK No.21/ PMK 011 tahun 2010 dimana dalam insentif ini pemerintah memberikan insentif perpajakan dan kepabeanan bagi pengembangan energi baru terbarukan, kemudian ada juga  peraturan menteri keuangan 130/PMK 011 tahun 2011 tentang fasilitas pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan"Untuk bahan bakar nabati, insentif diberikan berupa subsidi kepada biodiesel dan bioethanol,"pungkas dia. (esdm)

No comments:

Post a Comment