Waka.BPMIGAS J. Widjonarko memukul gong tanda dibukanya Rapat Kerja BPMIGAS – Kontraktor Kontrak Kerja Sama |
NUSA DUA-BALI (Telukharunews) –
Penurunan produksi minyak mentah Indonesia terjadi mulai tahun 1996 dengan laju
penurunan produksi mencapai 12 – 14 persen per tahun, hal itu diperburuk dengan
laju pengurasan yang tinggi dan rendahnya penemuan cadangan baru dimana reserve
recoverable ratio hanya 60 persen. Namun sejak tahun 2008, laju
penurunan produksi berhasil ditekan menjadi hanya sebesar 3 – 4 persen per
tahun.
“Fakta yang sebenarnya dan bukan rumors adalah penurunan produksi minyak
terjadi sejak tahun 1996 sehingga tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa
Undang-Undang No. 22 Tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan penyebab
turunnya produksi minyak nasional sebab penurunan produksi minyak nasional
terjadi sejak belum adanya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001,” ujar Wakil Kepala
Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS) J. Widjonarko
saat pembukaan Rapat Kerja BPMIGAS – Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKS) hari
ini (25/9)
Justru sebaliknya sejak diberlakukanya Undang-Undang No. 22 Tahun 2001
hingga saat ini terdapat penemuan dan pengembangan lapangan baru yang sangat
besar dan signifikan yaitu lapangan Banyu Urip untuk minyak dan lapangan Abadi
di Blok Masela untuk gas. “Produksi turun dengan tajam dengan decline
rate 12 – 14 persen sejak tahun 1996, kita berhasil menahan laju
produksi sejak tahun 2008 dengan kondisi decline rate hanya 3
persen per tahun. Dan kedepan produksi minyak dan gas akan menanjak terus
dengan siapnya produksi dari lapangan Banyu Urip serta lapangan
abadi di Masela,” katanya.
Dari hari ke hari tantangan yang di hadapi industri hulu minyak dan gas
bumi semakin berat, mulai dari tantangan yang merupakan faktor teknis
maupun tantangan yang merupakan faktor non teknis. Untuk menghadapi hal
tersebut, Widjonarko menegaskan bahwa diperlukan terobosan baru termasuk
pembentukan Sumber Daya Manusia yang handal, Teknologi yang lebih. Dengan
Sumber Daya Manusia yang handal serta teknologi yang mumpuni, dia meyakini
bahwa target yang ditetapkan oleh Pemerintah dalalm RAPBN 2013 dapat tercapai.
Pemerintah dalam Nota Keuangan RAPBN 2013 telah mengajukan lifting minyak
dan gas dijadikan acuan dalam penyusunan rencana penerimaan Negara mengingat
biaya operasi (cost recovery) yang dikeluarkan Pemerintah tidak hanya
untuk memprpoduksi minyak semata namun juga biaya untuk memproduksi gas.
Pemerintah mengajukan usulan lifting atau produksi siap jual minyak mentah
dan gas Indonesia pada tahun 2013 akan mencapai 2,26 juta barel setara minyak
per hari (barrels oil equivalent per day / BOEPD) terdiri dari
lifting minyak mentah sebesar 900.000 barel minyak per hari dan lifting gas
sebesar 1,36 juta barel setara minyak per hari. Dalam pembahasan dengan Komisi
VII DPR, angka tersebut telah disetujui dan disepakati Komisi VII DPR sebagai
asumsi dalam persetujuan RAPBN 2013. (bpmigas).
No comments:
Post a Comment