Saturday 9 March 2013

Industri Migas Sumbang Penerimaan Negara Rp 1 Triliun Per Hari

Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo

JOGJAKARTA, Industri migas hingga saat ini masih menjadi salah satu tulang punggung penerimaan negara. Tiap tahun, industri ini menyumbang sekitar Rp 300-400 triliun sebagai penerimaan negara atau sekitar Rp 1 triliun per hari.

"Per hari, revenue dari migas Rp 1 triliun. Jadi kalau misalnya kegiatan migas terganggu karena  demo atau lainnya, berkurangnya Rp 1 triliun per hari," ungkap Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo pada acara Oil and Gas Intellectual Parade yang diselenggarakan oleh UPN Jogjakarta di Hotel Sheraton Mustika Jogjakarta, Sabtu (16/2).

Susilo menuturkan, permasalahan yang membelit industri migas sangat banyak. Mulai dari  perijinan, tumpang tindih lahan hingga permasalahan dengan penduduk sekitar. Padahal, jika terjadi gangguan sedikit saja pada kegiatan operasi migas, langsung berdampak pada penerimaan negara.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian ESDM akan mengaktifkan helpdesk yang berfungsi memfasilitasi atau membantu KKKS yang mengalami permasalahan dalam melakukan kegiatan operasi migasnya.

"Kita ingin mengubah, memfasilitasi sehingga KKKS diberi kemudahan, dibantu untuk mereka  bisa melaksanakan program-programnya. Kalau ada apa-apa, tinggal telepon. Saya akan memanfaatkan betul beberapa helpdesk untuk perijinan di Kementerian karena SKK Migas dan  KKKS tidak bisa sendiri (mengatasinya)," ujar Susilo.

Dirinya, lanjut Wamen, telah mengkomunikasikan helpdesk  ini dengan para pejabat di instansi terkait. Dengan demikian, jika terjadi gangguan atau hambatan, dapat segera teratasi.

Permasalahan lain yang dihadapi industri migas nasional adalah terus menurunnya produksi minyak Indonesia secara alamiah karena sumur-sumurnya yang sudah tua. Penurunan produksi minyak sekitar 13-15% per tahun. Untuk menahan laju penurunan, cara yang dilakukan, antara lain enhance oil recovery (EOR).

Susilo menjelaskan, di sisi lain, biaya EOR ini cukup besar. Akibatnya, cost recovery yang harus dikeluarkan Pemerintah pun meningkat. Hal ini sulit dimengerti bagi sebagian orang yang tidak memahami industri migas. Karena itu, perlu dilakukan sosialisasi yang lebih banyak kepada masyarakat mengenai hal tersebut.

Dia mengibaratkan, mengelola industri migas seperti biaya pemeliharaan kesehatan orang tua. Artinya, ketika usia merangkak naik, maka biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jauh lebih besar dibanding ketika masih berusia muda.

Untuk mendongkrak produksi minyak, Pemerintah juga mendorong eksplorasi migas. Hasil eksplorasi yang dilakukan saat ini, baru dapat dirasakan 10 tahun mendatang. Padahal, tidak semua kegiatan eksplorasi tersebut dapat berlanjut menjadi produksi migas.

"Dari tahun 2001 hingga 2012, ada sekitar 175 kontrak kerja sama migas baru. Namun hanya 10 KKS saja yang bisa berlanjut ke PoD (Plan of Development). Penemuan yang terbesar hanya di Cepu. Lainnya kecil-kecil," kata Susilo.

Seminar ini dihadiri Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy Hermantoro, Dirut Pertamina EP Salis Aprilian, Kepala Divisi Humas SKK Migas Elan Budiantono dan KKKS lainnya.

Sumber: Ditjen Migas 

No comments:

Post a Comment