Thursday 21 June 2012

Komitmen Investasi Migas 2012 Capai Rp 195 Triliun


 Kepala BPMIGAS, R. Priyono (Foto bpmigas)

Bandung (Telukharunews) – Investasi di sektor minyak dan gas bumi (migas) diproyeksikan mencapai US$ 20,925 miliar (sekitar Rp 195 triliun) pada tahun 2012. Angka tersebut naik signifikan dibanding realisasi investasi tahun 2011 yang sebesar US$ 13,9 miliar (sekitar Rp 130 triliun).


Menurut Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), R. Priyono, realisasi investasi yang semakin meningkat dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi fakta yang cukup menggembirakan dan menumbuhkan optimisme untuk masa mendatang. “Kunci pengembangan industri hulu migas adalah investasi,” kata Kepala BPMIGAS, R. Priyono saat membuka Forum Ekonomi dan Keuangan 2012 di Bandung, Rabu (20/6).


Investasi migas terbagi menjadi empat kegiatan, yakni produksi, pengembangan, eksplorasi, dan administrasi. Produksi menyumbang kontribusi terbanyak. Tahun ini, investasi kegiatan produksi diperkirakan sebesar US$ 12,84 miliar, pengembangan US$ 4,56 miliar, eksplorasi sebesar US$ 2,125 miliar, dan administrasi sebanyak US$ 1,4 miliar.


Priyono menjelaskan, secara makro, investor dunia melihat Indonesia sebagai tujuan yang menarik untuk berinvestasi. Beberapa indikator positif, antara lain pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi dan rating keuangan Indonesia yang meningkat. Industri hulu migas diharapkan dapat ikut memanfaatkan kondisi ini, mengingat secara geologis potensi cadangan migas masih cukup menarik.


Guna menarik lebih banyak investor, BPMIGAS telah berkomunikasi dengan Kementerian Keuangan terkait insentif fiskal yang diberikan. “Mereka setuju memberikan insentif,” katanya sembari meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKS) memberikan masukan dan saran terkait insentif apa saja yang perlu diberikan pemerintah untuk meningkatkan investasi.


Deputi Pengendalian Keuangan, BPMIGAS, Akhmad Syakhroza mengatakan, pihaknya terus melakukan pengendalian cost recovery secara berkelanjutan dan konsisten. Hal ini diperlukan untuk menjaga tingkat keekonomian dari proyek hulu migas, menjaga profitabilitas sektor hulu migas, serta menjadi parameter yang positif bagi iklim investasi di Indonesia. “Tahun 2011, rata-rata cost recovery terhadap penerimaan nasional sebesar 26 persen,” katanya.


Angka ini, kata dia, lebih baik dibandingkan dengan rasio negara lain. Misalnya, Libya yang angkanya 35 persen, Pantai Gading 40 persen, Angola 50 persen, bahkan Uzbakistan rasio cost recovery-nya mencapai 60 persen dari penerimaan. “Kondisi ini menunjukkan skame kontrak kerja sama di Indonesia lebih baik dibandingkan skema yang diterapkan oleh negara lain,” kata Syakhroza. (bpmigas).

No comments:

Post a Comment