Friday 13 July 2012

Cadangan Gas Terbukti Di Lapangan Abadi Laut Arafura Lebih Dari 6 Triliun Kaki Kubik


Lapangan Abadi di perairan Arafur (Foto Antara)

Nusa Dua Bali (Telukharunews) – Tahun 2018 diperkirakan produksi gas dari Lapangan Abadi yang berlokasi di perairan Arafura tingkat produksinya sekitar 355 MMSCFD. Lapangan gas ini diperkirakan memiliki cadangan gas terbukti lebih dari 6 triliun kaki kubik (TCF). Sesuai Plan of Development pertama (POD I) yang disetujui Desember 2010, kontraktor akan membangun kilang LNG terapung dengan kapasitas 2.5 juta ton per tahun (MTPA).

Demikian ungkap Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), R. Priyono dalam acara LNG Forum 2012 di Nusa Dua Bali, Kamis (12/7). Acara yang dihadiri oleh perwakilan dari pemerintah, Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS), dan penyalur serta pembeli gas baik dari dalam negeri maupun luar negeri, memaparkan kondisi objektif bisnis gas di Indonesia saat ini kepada seluruh pemangku kepentingan.

Menurut R. Priyono, kebutuhan gas domestik memperlihatkan kecenderungan yang meningkat dimulai dari tahun 2005. Peningkatan ini diperkirakan akan terus terjadi di tahun-tahun berikutnya seiring dengan meningkatnya kebutuhan energi dalam negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kondisi ini, Indonesia akan memprioritaskan produksi gasnya untuk kebutuhan dalam negeri.

“Tantangannya adalah bagaimana menyediakan infrastruktur gas yang terintegrasi sehingga pemanfaatan gas untuk domestik dapat berjalan optimal,” ujar Priyono.

Meskipun akan memprioritaskan domestik, Priyono menyatakan perlunya keseimbangan antara pemenuhan gas untuk kebutuhan domestik dan ekspor dalam rangka menghasilkan devisa untuk kepentingan negara.

“Kecenderungan peningkatan volume gas sampai tahun 2020 mengindikasikan bahwa cadangan dan produksi gas bumi Indonesia masih meningkat dan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor,” ujar Priyono.

Dia menambahkan hal tersebut dimungkinkan dengan mulai beroperasinya beberapa proyek besar selama beberapa tahun ke depan. Di antara proyek-proyek tersebut adalah Indonesia Deepwater Development (IDD) yang dikembangkan oleh Chevron Indonesia Company; Lapangan Jangkrik, Blok Muara Bakau, yang dikembangkan oleh Eni Muara Bakau B.V; dan Lapangan Abadi, Blok Masela, yang dikembangkan oleh Inpex Masela LTD.

Plan of Development (POD) untuk proyek IDD, Lapangan Jangkrik, dan Lapangan Abadi sudah disetujui dan saat ini sudah mulai dikembangkan. IDD merupakan proyek yang akan mengembangkan lima lapangan gas laut dalam di Selat Makassar yaitu Lapangan Bangka, Gehem, Gendalo, Maha dan Gandang. Proyek ini diharapkan dapat mulai menghasilkan gas di tahun 2015 dengan tingkat produksi sekitar 900 juta kaki kubik per hari (MMSCFD). Sedangkan Lapangan Jangkrik yang dikembangkan oleh Eni Muara Bakau B.V diharapkan dapat mulai berproduksi tahun 2016 dengan tingkat produksi awal sebesar 290 MMSCFD.

Pengembangan proyek IDD dan Lapangan Jangkrik ini sangat strategis karena lokasinya berdekatan dengan Kilang gas alam cair (LNG) Badak yang dioperasikan oleh PT Badak NGL di Bontang, Kalimantan Timur.

Untuk Lapangan Abadi, produksi gas diperkirakan akan dimulai tahun 2018 dengan tingkat produksi sekitar 355 MMSCFD. Lapangan gas yang berlokasi di Laut Arafura ini diperkirakan memiliki cadangan gas terbukti lebih dari 6 triliun kaki kubik (TCF). Sesuai Plan of Development pertama (POD I) yang disetujui Desember 2010, kontraktor akan membangun kilang LNG terapung dengan kapasitas 2.5 juta ton per tahun (MTPA).

Selain tiga proyek tersebut, saat ini juga sedang dibahas Plan of Development (POD) untuk pengembangan lanjutan proyek LNG Tangguh oleh BP Indonesia; dan pengembangan Coal Bed Methane (CBM) oleh VICO Indonesia.

Priyono mengharapkan semua pemangku kepentingan dapat mendukung pengembangan proyek-proyek tersebut sehingga dapat segera memenuhi kebutuhan gas bumi domestik dan global.

Priyono juga mengimbau investor dan pembeli gas dari luar negeri dapat berperan menciptakan keseimbangan pemenuhan kebutuhan energi dengan cara membawa teknologi mutakhir bidang hulu migas ke Indonesia, merelokasi sentra industri mereka ke Indonesia, dan berinvestasi pada energi baru dan terbarukan yang dapat memenuhi kebutuhan energi domestik.

“Saat ini industri hulu migas memang diharapkan tidak lagi hanya sebagai penghasil penerimaan negara, tetapi menjadi salah satu lokomotif penggerak ekonomi nasional,” ujarnya.

Dia menambahkan hal tersebut di atas tidak hanya akan baik bagi Indonesia tetapi juga menguntungkan bagi investor mengingat secara makro, Indonesia semakin menjadi tujuan yang menarik untuk investasi. Hal ini diperlihatkan dari berbagai indikator positif, antara lain pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi dan rating keuangan Indonesia yang meningkat. Indonesia bahkan ditempatkan pada posisi nomor 9 dalam negara tujuan utama untuk Foreign Direct Investment pada survei 2010-2012.

“Industri hulu migas diharapkan dapat ikut memanfaatkan kondisi ini, mengingat faktor geologis Indonesia masih cukup menarik,” kata Priyono.

Dalam LNG Forum 2012 tersebut juga ditegaskan bahwa, BPMIGAS sebagai badan pelaksana yang memiliki peran penting dalam operasional kegiatan usaha hulu migas, mulai dari menyetujui usulan Work Program and Budget serta Plan of Development dari Kontraktor KKS sampai dengan penunjukan penjual minyak dan gas bumi bagian negara, berkomitmen untuk menjalankan fungsi-fungsi ini dalam rangka memonetisasi cadangan dan produksi migas untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. (sumber bpmigas)

No comments:

Post a Comment