Thursday 11 April 2013

Debottlenecking Geothermal dengan PLTP Sarulla – Terbesar di Dunia,


Hemat Subsidi 1 Juta AS$/Hari dan Ramah Lingkungan
Foto ilust: centroone.com
JAKARTA – Wakil Presiden Republik Indonesia Boediono hari ini menyaksikan secara langsung Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyerahkan persetujuan Amandemen Energy Sales Contract (ESC)/Joint Operating Contract (JOC) Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Sarulla 3x110 MW kepada Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE). Selanjutnya, diserahkan juga Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Menteri Keuangan Agus Martowardojo kepada konsorsium Sarulla Operations Limited (SOL). 

Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian ESDM, Susyanto dalam press release hari ini (11/4/2013) menyebutkan, PLTP Sarulla adalah pembangkit listrik yang terbesar di dalam program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II, di mana hampir 50%-nya (4952 MW) berasal dari panas bumi. Bahkan di dunia, PLTP Sarulla adalah termasuk dalam geothermal yang terbesar di dalam single-contract (the world’s largest single-contract geothermal power plant) dan akan sangat mempercepat pencapaian sasaran elektrifikasi di Indonesia. Proyek tersebut membutuhkan investasi sekitar US$1,5 miliar yang didanai oleh partisipasi swasta – yang dipimpin oleh Medco Energi dengan konsorsium perusahaan multinasional Itochu, Kyushu dan Ormat – yang terdiri dari equity 20% dan pinjaman lunak dari Japan Bank for International Corporation (JBIC) 80%, melalui skema IPP (Independent Power Producer).

Proyek yang sempat dihentikan di tahun 1997 karena krisis ini kemudian mulai berjalan lagi sejak tahun 2003, namun sering mengalami “bottleneck”. Proses “debottlenecking” PLTP Sarulla ini dikawal langsung oleh Wakil Presiden Boediono lewat Rapat Koordinasi tentang Kelistrikan yang dilakukan berkala. Dimulai dengan renegosiasi tarif listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM, berlanjut dengan pembahasan amandemen ESC/JOC antara konsorsium SOL dengan dua BUMN – PLN dan Pertamina – yang dikawal oleh Menteri BUMN, hingga sampai terbitnya SJKU yang diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan.

Salah satu milestone kunci dalam debottlenecking geothermal ini adalah terbitnya Peraturan Bersama (Perber) Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN tentang status kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama (JOC).

Debottlenecking PLTP Sarulla yang menghasilkan Perber 3 Menteri ini menjadi suatu model yang memberikan kepastian hukum tentang aset panas bumi di dalam pengembangan proyek-proyek lain yang melalui JOC. Wapres dalam sambutannya “mengapresiasi kerja keras para Menteri, BUMN dan lembaga negara lainnya, yang bersama-sama mencari solusi untuk debottlenecking proyek ini”.

Besarnya upaya pemerintah untuk mendorong pembangunan proyek ini karena berdampak cukup signifikan terhadap penghematan subsidi listrik. Dengan tarif listrik Sarulla sebesar 6,79 sen AS$/Kwh, jika dibandingkan dengan biaya pokok produksi listrik rata-rata nasional sebesar 13 sen AS$/Kwh, maka penghematan subsidi listrik yang dihasilkan adalah 364 juta AS$ per tahun, atau sekitar 1 juta AS$ setiap harinya saat mulai beroperasi di tahun 2016.

“Listrik dari panas bumi bukan hanya membuat Indonesia lebih terang dengan subsidi yang lebih hemat, tapi juga lebih green karena mengurangi emisi. Kita harus siap masuk ke dalam era baru pertumbuhan ekonomi yang sustainable”, lanjut Wapres.

Geothermal memang menjadi salah satu Prioritas Nasional di bidang Energi, mengingat besarnya potensi Indonesia yang diestimasi mencapai 29.000 MW. Saat ini, Indonesia dengan kapasitas terpasang sekitar 1.341 MW, adalah peringkat ketiga terbesar penghasil listrik dari geothermal di dunia, setelah Amerika Serikat dan Filipina. Dengan program 10.000 MW Tahap II yang hampir setengahnya berasal dari geothermal, Indonesia dapat menjadi “negara super-power geothermal”

No comments:

Post a Comment