Tuesday 25 January 2011

Edukasi Kesehatan Kerja di Pertamina EP Pangkalansusu


Pangkalansusu, TelukHaruNews.com

Dalam upaya menggali naluri keinginan pekerja dan pekarya untuk tetap sehat, selamat dan mendapatkan manfaat dari lingkungan yang terjaga di tempat bekerja, Poliklinik PT Pertamina EP Pangkalansusu yang dikepalai oleh dr. Maharani telah menggelar seminar “Occupational Health Awareness” di gedung Guest House Bukit Khayangan Pangkalansusu, Rabu (29/12)

Berbicara mengenai aspek HSE (Health, Safety, and Environment – Kesehatan, Keselamatan dan Lindungan Lingkungan) tentu tidak hanya dipandang dari segi keselamatan dan aspek lingkungan hidup saja, tetapi juga harus menaruh perhatian yang besar terhadap aspek kesehatan kerja.

Menurut dr. Maharani, masalah kesehatan sangat penting untuk jadi perhatian kita bersama karena bukan hanya menyangkut kecelakaan kerja saja, tetapi juga dapat menyebabkan penyakit akibat pekerjaan dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan. Sebab pekerjaan yang dilaksanakan oleh para pekerja dan pekarya di Pertamina EP Field Pangkalansusu sangat rentan terhadap aspek kesehatan.

“ Oleh sebab itu Fungsi Kesehatan merasa perlu ikut andil untuk memberikan sumbangsih terhadap aspek HSE sebagai wujud kepedulian mendukung kinerja perusahaan menuju Pertamina World Class seperti yang kita idam-idamkan,” ujarnya.

Sementara Field Manager PT Pertamina EP Pangkalansusu, Sigit Gunanto memberi apresiasi kepada Fungsi Kesehatan yang melaksanakan acara sosialisasi tentang kesehatan kerja serta penyakit akibat kerja dan yang berhubungan dengan pekerjaan.
Sigit mengharapkan kepada para pekerja yang bersinggungan dengan pekerjaan yang berisiko agar benar-benar menghayati makna betapa pentingnya aspek HSE untuk diimplementasikan di dalam pekerjaan sehari-hari.

“ Harapan saya ke depan, pasca kita bertugas di perusahaan para pekerja yang telah memasuki masa purna tugas dapat tetap sehat dalam melakukan aktivitas kesehari-hariannya,” kata Sigit.

Dalam seminar “Occupational Health Awareness” menampilkan dua orang pembicara, yaitu dr. Maharani berbicara mengenai potensi bahaya kesehatan kerja dan indikator keselamatan kerja, dan dr. Ida Bagus Adiatmaja dari Kes.Korporat Jakarta.

Dr. Maharani dalam paparannya menyebutkan, ada lima unsur yang menjadi potensi terhadap bahaya kesehatan, yaitu secara fisik, kimia, biologi, ergonomi dan psycosocial yang dapat menimbulkan konsekuensi bila kita terpapar oleh kelima unsur tersebut.

Begitu kita terpapar atau kontak langsung dengan unsur-unsur tersebut, maka dapat menimbulkan potensi bahaya kesehatan mendadak dan menahun yang bersentuhan dengan bahaya fisik, misalnya suara bising seperti di SP/SK, Bengkel, WTP, Rig, Radiasi sinar ultra violet, Ronzen, penerangan, lembeban, dan sebagainya. Sedangkan yang menyangkut dengan kimia yaitu, gas, uap, asap, debu asbes dll yang dapat menimbulkan penyakit kanker leukemia yang disebabkan oleh zat benzene serta penyakit paru asbes toxis. Bahaya biologi, yaitu mikro organisme, bisa berasal dari bakteri dan virus malaria, hiegenis makanan dll. Bahaya ergonomi, posisi mengangkat, duduk, jam kerja shift melampaui ambang batas dsbnya. Bahaya psycologi, menyangkut dengan hubungan kerja antara pekerja dengan atasan yang tidak harmonis.

Dr. Adi, panggilan akrab untuk Ida Bagus Adiatmaja dari Fungsi Kesehatan Korporat Pertamina Pusat sangat mendukung dengan apa yang telah diungkapkan oleh dr. Maharani mengenai kesehatan kerja dan dampak yang ditimbulkan oleh pekerjaan terhadap kesehatan.

Minim Gaung Kesehatan

Dijelaskannya, selama ini gaung aspek kesehatan (Health) kurang terdengar karena efek yang ditimbulkannya baru akan terasa beberapa tahun kemudian, lain hal dengan safety (keselamatan) dan envinronment (lindungan lingkungan) yang langsung dapat dirasakan dalam seketika. Oleh sebab itu pihak Kesehatan Korporat merasa perlu untuk melakukan edukasi mengenai aspek kesehatan terhadap produktivitas perusahaan.
Menurut dr. Adi, pada dasarnya para pekerja yang bersentuhan dengan pekerjaan yang berisiko terhadap bahaya kesehatan sebenarnya sudah sakit/belum tuli, tetapi yang bersangkutan belum merasakan bahwa dirinya sudah terjangkit penyakit tuli. Mungkin belum ada gejalanya tetapi bila dilakukan pemeriksaan di laboratorium, dari hasil rekaman audio drafnya ternyata yang bersangkutan sudah terindikasi mengarah keketulian, tapi yang bersangkutan belum merasakannya.

Pesan dr. Adi, hendaknya masalah kebisingan jangan hanya dilakukan tes kebisingan di lokasi SP/SK (stasiun pompa dan kompresor) saja, tetapi kondisi orang perorangnya juga harus diperiksaan kesehatan karena mereka mudah terpapar gas dan ketulian.

Oleh sebab itu dr. Adi mengharapkan kepada fungsi terkait untuk melakukan monitoring atau evaluasi secara berkala terhadap kesehatan para pekerja dan pekarya yang bekerja dipekerjaan yang berpotensi menimbulkan penyakit akibat pekerjaannya.
Menurut Adi, bila dibandingkan dengan Reffinery (Kilang), Pertamina EP masih ketinggalan dalam hal pemahaman untuk melakukan edukasi mengenai aspek kesehatan, karena petugas yang melaksanakannya tidak ada.

Sementara untuk mitigasinya atau pengendaliannya yang terbagus yaitu melakukan eleminasi (menghilangkan) atau mengganti peralatan yang menimbulkan kebisingan, atau dengan isolasi tas suara bising berkepanjangan tidak menimbulkan aspek bahaya terhadap kesehatan. Kalau yang ketiga tersebut tidak dapat dilaksanakan, maka dilakukan dengan alat pelindung diri seperti ear plug atau ear muff dsbnya.

“Safety talk dan healthy talk wajib dilakukan oleh pihak yang berwenang (Fungsi Kesehatan dan Fungsi HSE) sebelum suatu pekerjaan dilaksanakan,” kata dr. Adi.

No comments:

Post a Comment