BALI – Dalam pertemuan tingkat tinggi APEC Conference and Clean,
Renewable and Sustainable Use of Energy (APCRES) di Hotel Ayodya, Nusa Dua,
Bali, Senin (30/9), akan dibahas pengembangan energi bersih yang berkelanjutan
dengan berbagai upaya dan strategi untuk mengurangi ketergantungan terhadap
bahan bakar berbasil fosil seperti minyak dan gas bumi. Masa depan energi
Indonesia dan dunia terdapat dalam energi baru terbarukan.
Ketergantungan terhadap energi berbasis fosil dialami hampir di setiap
Negara bukan hanya Indonesia. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Republik Indonesia mencatat bahwa konsumsi energi pada tahun 2011 masih
didominasi oleh energi fosil, yaitu minyak bumi sebesar 594 juta SBM atau
sebesar 39% dari total konsumsi energi nasional, diikuti batubara sebesar 334
juta SBM atau sebanyak 22%, biomassa sebesar 280 juta SBM atau 18%, gas alam
sebesar 261 juta SBM atau 17%, tenaga air 31 juta SBM atau 2%, dan panas bumi
sebesar 15 juta SBM atau 1%.
Di lain pihak, Indonesia, memiliki potensi energi baru terbarukan yang
besar. Sebagai negara tropis, Indonesia mempunyai potensi energi surya yang
cukup tinggi. Berdasarkan hasil studi diperkirakan bahwa potensi energi air
mencapai 75 GW, dan Indonesia sebagai negara yang terletak di kawasan gunung
berapi, mempunyai potensi panas bumi kira-kira sebesar 29 GW. Potensi energi
terbarukan lainnya yang tinggi yaitu bioenergi diperkirakan mencapai 49 GW.
Selain energi terbarukan, Indonesia juga memiliki potensi energi yang baru
dikembangkan seperti shale gas dan Coal Bed Methane (CBM). Potensi CBM telah
teridentifikasi sebesar 453 TCF, dan shale gas sebesar 574 TCF.
Untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil tersebut,
Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan dua kebijakan utama di bidang energy;,
yaitu kebijakan konservasi energi dan kebijakan diversifikasi energi. Berbagai
upaya telah dilakukan Pemerintah Indonesia dalam mengembangkan energi baru
terbarukan dan teknologi energi yang efisien, diantaranya dengan melakukan
penyempurnaan kebijakan dan peraturan, seperti dikeluarkannya peraturan
feed-in-tariff dan kebijakan insentif untuk pemanfaatan energi baru terbarukan
dan teknologi energi yang efisien. Lebih jauh lagi, Pemerintah mendorong
penciptaan iklim investasi yang kondusif dan berpartisipasi aktif pada
organisasi internasional baik di tingkat regional maupun global.
Pertemuan APEC 2013 yang digagas Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan
dan Konservasi Energi (EBTKE), Kementerian ESDM dengan Kementerian Luar Negeri,
Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), dan APEC Energy Working Group,
serta didukung oleh Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Asia Pacific Business
Advisory Council (ABAC), merupakan salah satu upaya strategis untuk mewujudkan
pertumbuhan ekonomi yang stabil melalui peningkatan kerja sama di sektor energi
terbarukan dan konservasi energi demi mewujudkan ketahanan energi baik
nasional, maupun regional. Pertemuan tersebut juga merupakan suatu kesempatan
bagi Indonesia untuk lebih berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang
hijau baik di tingkat regional Asia dan Pasifik, maupun di tingkat global,
dengan memaksimalkan pemanfaatan potensi energi baru terbarukan dan peningkatan
implementasi teknologi energi yang efisien.
Sumber: esdm
No comments:
Post a Comment