Sunday 15 August 2010

Sekilas Tentang TAC (Technical Assistance Contract)

Catatan : Freddy Ilhamsyah PA



Dirjen Migas dalam Buku Data, Information Oil & Gas 2001 memberi definisi tentang TAC. Yaitu  Suatu kerjasama antara Pertamina dan Perusahaaan Swasta dalam rangka merehabilitasi sumur-sumur atau lapangan minyak yang ditinggalkan dalam Wilayah Kuasa Pertambangan ( WKP ) Pertamina.

Dalam buku  tersebut dijelaskan prinsip-prinsip  TAC (Technical Assistance Contract) adalah sbb :

  1. Lahan yang dikelola merupakan bagian WKP Pertamina.

  2. Manajemen operasi dilakukan oleh Pertamina.

  3. Biaya operasi ditanggung oleh kontraktor.

  4. Pengembalian biaya operasi dibatasi sebesar 35 % - 40 % pertahun.

  5. Pembagian hasil ( sesudah pajak ) antara Pemerintah dan Pertamina - Kontraktor besarnya 65 % : 35 % .

  6. Kontraktor wajib memenuhi sebagian kebutuhan migas dalam negeri ( Domestic Market Obligation / DMO ) sejumlah harga ekspor untuk 5 thn pertama produksi lapangan baru dan US$ 0,20/barrel untuk lapangan lama.


Dalam pedoman dan syarat-syarat penawaran lahan kerjasama eksplorasi dan produksi migas tahun 1994, disebutkan TAC adalah suatu bentuk kerjasama pengusahaan minyak pada lahan/lapangan yang pernah atau sedang berproduksi atau telah terbukti memiliki cadangan minyak atau gas bumi namun belum pernah diproduksikan yang terletak di dalam WKP Pertamina.

Minyak yang diproduksikan terdiri dari non-shareable dan shareable oil. Apabila terdapat cadangan gas dan produksi gas, maka seluruhnya menjadi milik Pertamina. Perjanjian ini mencakup Cost Recovery Ceiling.Pertamina memegang manajemen seluruh kegiatan dan Perusahaan yang menjadi Kontraktor Pertamina bertindak sebagai operator. Kontraktor bertanggung jawab dalam penyediaan dana, tenaga ahli dan teknologi.

Dari rambu-rambu dan koridor regulasi sebagaimana tersaji dalam kedua sumber tentang TAC di atas, terlihat bahwa secara eksplisit WKP migas TAC adalah WKP milik Pertamina .Dalam perspektif tersebut sejatinya jika dalam kasus kontrak TAC Central East Java Block ( dikenal Kontrak ExxonMobil Blok Cepu ) bila habis masa kontrak       ( 2010 ) dikembalikan kepada pemiliknya, yakni Pertamina. Disinilah relevansi benang merah pernyataan Menteri ESDM/Ketua Dewan Komisaris Pemerintah untuk Pertamina ( DKPP ) Purnomo Yusgiantoro dan Sekretaris  DKPP Meizar Rahman kepada insan Pers  ( Kamis, 22/8’05 yang lalu ) berkaitan dengan keinginan ExxonMobil untuk memperpanjang kontrak Blok Cepu  : Kontrak itu kan business to business, kita serahkan sepenuhnya kepada Pertamina ………..

Jadi ibarat orang mengontrak rumah, jika selesai kontrak, maka rumah yang dikontrak kembali pada pemilik. Terlebih lagi sang pemilik ingin menempati dan merawatnya sendiri. Sang penyewa harus ikhlas dan berlapang dada. Bukan justru melakukan manuver lewat agenda - agenda non bisnis. Contoh: Apabila rumah kontrakan sudah habis masa kontraknya ya harus dikembalikan kepada pemiliknya.

Terkait dengan TAC Pertamina – Eksindo Telaga Said Darat yang mengelola sumur-sumur tua di struktur Telaga Said di Desa Lama Baru, Kecamatan Sei Lepan, Kabupaten Langkat dan struktur Telaga Darat di Desa Buluh Telang, Kecamatan Padang Tualang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara adalah sah demi hukum. Sebab antara pihak PT Eksindo Telaga Said Darat dengan Pertamina sudah terikat kontrak TAC pada tahun 2002 dan lapangan Telaga Said dan Darat juga telah diserahterimakan pengelolaannya kepada TAC Pertamina-Eksindo melalui Berita Acara No.014/D11000/ 2003.B1 tanggal 2 Juni 2003 di Medan.

Dengan adanya kekuatan hukum tersebut, maka selain pihak TAC Pertamina-Eksindo Telaga Said Darat, pihak lain tidak dibenarkan mengambil minyak mentah atau menggarap sumur-sumur tua minyak yang berada dalam wilayah kerja TAC P-Eksindo di kawasan Telaga Said dan Telaga Darat. Apabila ada oknum atau kelompok tertentu yang melakukan penggarapan/pengambilan secara illegal minyak mentah di kawasan tersebut berarti oknum tersebut telah melawan hukum. Kini tinggal bagaimana oknum aparat penegak hukum dalam menegakkan hukum itu sendiri. Yang jelas, minyak yang dikelola TAC P-Eksindo ada milik Pertamina dengan notabene milik Negara.

Pangkalansusu, Medio Agustus 2010

14 comments:

  1. Pertama, penilaian bapak tentang TAC ETSD atau yang dikenal sebagai Eksindo adalah benar.
    Kedua, penilaian bapak tentang kontrak Exxon Mobil atau yang dikenal Mobil Cepu Ltd di blok Cepu adalah salah. Sangat wajar jika ini kewenangan Menteri ESDM atau BP Migas karena bapak salah menilai jika agrement Exxon Mobil berupa TAC tetapi JOB (joint Operating Body).
    Perlu bapak ketahui JOB tidak sama dengan TAC, karena JOB posisi Pertamina dan Exxon Mobil sama sebagai operator dari BP Migas.
    Menurut saya wajar jika Exxon Mobil bertindak sesuatu memperpanjang kontrak karena mereka punya dana dan teknologi yang mapan dibanding Pertamina. Dan satu hal lagi mereka lebih profesional dan disiplin dibanding Pertamina dan itu harus kita akui.
    Sebagai pertimbangan silahkan bapak tinjau sendiri setiap lapangan yang dikelola asing dan coba bandingkan dengan lapangan yang dikelola perusahaan kita. Lihat cara mereka mengelola dan lihat karyawan dan kontraktor yang bekerja disana. Mungkin jika saja Pertamina bisa melakukan seperti Medco Energy yang notabene juga milik orang Indonesia, saya yakin bangsa ini tidak perlu mengharapkan perusahaan asing untuk mengelola migas kita.

    Semoga Pertamina bisa melakukannya. Proses cepat, singkat, disiplin dan terbuka untuk setiap ide yang mengembangkan perusahaan.

    Terima kasih
    Melky

    ReplyDelete
  2. Maaf sdra. Melky, bukan maksud saya mau menggurui anda, tapi saya sebagai mantan wartawan yg pernah bertugas meliputi semua kegiatan di Departemen Pertambangan dan Energi (sekarang Kemen.Esdm) dan juga mantan staf Humas di PT Pertamina EP Pangkalansusu (pensiun 2010) ingin bertanya, atas dasar apa anda menyatakan bahwa kontrak ExxonMobil (Mobil Cepu Ltd) di Block Cepu adalah dalam bentuk JOB (Joint Operating Body) ?

    Menurut data yang ada pada saya sudah jelas dan tegas menyebutkan bahwa kontrak ExxonMobil/Mobil Cepu Ltd (MCL) sejak tahun 2000 adalah dalam bentuk kontrak TAC (Technical Contract Assistance) Central & East Java Block atau dikenal dengan sebutan Kontrak ExxonMobil Blok Cepu.

    Kalau berbicara mengenai perbedaan bentuk kontrak TAC dgn JOB, termasuk dgn segala bentuk kegiatan Pertamina, itu memang sudah tugas keseharian saya untuk mensosialisasi hal itu kepada masyarakat awam.

    Demikian penjelasan dari saya, semoga hal ini dapat menjadi pencerahan kepada anda dan terima kasih atas atensinya.

    ReplyDelete
  3. Kita cari jalan tengahnya...... ini sejarahnya.........
    Pertama Blok Cepu dikelola Humpuss dalam bentuk TAC dibawah Pertamina jelasnya.
    Berikutnya Ampolex diakuisisi oleh Exxon Mobil dan berubah menjadi Mobil Cepu Limited bekerjasama dengan Pertamina (Pertamina EP Cepu) dalam bentuk kerjasama atau JOB dibawah BP Migas dong..... karena sudah bersifat KKKS atau PSC.
    Dan terakhir sekarang KKKS yang dikelola oleh MCL (Mobil Cepu Limited) yah dibawah BP Migas juga. Posisi pertamina dimana????? Jelas hanya sebagai penonton selama 30 tahun.
    Sebagai rakyat Indonesia tentu saja kita sangat berharap Pertamina bisa mengelola semua lapangan minyak di negara ini.
    Tetapi keterlibatan politik didalam pertamina membuat perusaah minyak milik negara ini sering dirugikan termasuk dalam hal penunjukan MCL di Cepu.

    Sumber:
    http://www.bpmigas.go.id/blog/2012/03/06/kkks-produksi/
    http://cepublock.com/about/eng/
    http://dimasarasy.wordpress.com/2009/06/10/sby-jual-blok-cepu-negara-rugi-30-tahun/
    http://id.wikipedia.org/wiki/Blok_Cepu


    Terima kasih
    Melanie

    ReplyDelete
  4. Trims utk Melanie atas atensinya.

    Untuk diketahui bahwa tulisan saya yang berjudul “Sekilas Tentang TAC (Technical Assistance Contract)” saya terbitkan pada 15 Agustus 2010, ketika masa kontrak Exxon Mobil berakhir, yang kemudian muncul berbagai permasalahan terkait hal tsb. Itu yg saya bandingkan dgn kasus TAC Pertamina-Eksindo Telaga Said Darat yg sampai saat ini blm juga terselesaikan.

    Kalau berbicara mengenai Blok Cepu sedikit banyaknya saya juga mengetahuinya bahwa pengelolaan blok Cepu pada awalnya dilakukan oleh PT. Humpuss Patragas, milik Tomy Soeharto, melalui penandatangan Technical Assistance Contract (TAC) dengan Pertamina, sebagai satu-satunya BUMN yang memiliki hak pengelolaan migas di Indonesia (sebelum terbitnya UU MiGAS) dengan Humpuss Patragas pada April 1990. kontrak ini berlangsung selama 20 tahun, dari tahun 1990 hingga tahun 2010. Blok Cepu ini luasnya 1.670 km2 dan terdiri dari 4 wilayah yaitu Banyu Urip, Sukowati, Jambaran dan Alas Tua. Keempat lokasi sumur ini berada di 2 Propinsi yaitu Cepu, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur. Sampai 1998 tak kurang dari 15 sumur sudah dibor perusahaan milik Tommy Soeharto ini. Beberapa di antaranya, seperti sumur Nglobo Utara -1 dan Alas Dara -1, sudah menghasilkan minyak mentah.

    Pada 29 juni 2000, Mobil Cepu Ltd (MCL), anak perusahaan yang dibentuk ExxonMobil Oil untuk menjadi operator lapangan di blok Cepu, mengambil alih pengoperasian dan 51 % sisa saham TAC Cepu dari Humpuss Patragas. Mulai saat itu, ExxonMobil Oil memiliki 100 % saham TAC blok Cepu.

    Tidak lama setelah pengakuisisian saham tersebut, pada tahun 2000 juga Exxon melakukan eksplorasi seismik di wilayah block Cepu. Proses seismik adalah proses untuk mengetahui/memetakan titik sumur pengeboran dan produksi dan jumlah minyak yang terkandung di wilayah tertentu yang telah diketahui memiliki kandungan minyak mentah.

    Pada bulan April 2001, Exxon mengumumkan hasil penemuannya bahwa pada 2 sumur Banyu Urip #1 dan #3 terdapat kandungan minyak mentah sebesar 250 juta barrel. Bahkan menurut data lain disebutkan bahwa kandungan minyak di wilayah tersebut tidak hanya 250 juta barrel, tapi sampai angka 700 juta barrel hingga 1 milyar barrel.

    Lembaga Minyak dan Gas (LEMIGAS), sebuah lembaga studi yang menjadi bagian dari AKAMIGAS menyebutkan bahwa Banyu Urip, Sukowati, Jambaran dan Alas Tua menyimpan kandungan minyak mentah sampai 1,4 miliar barrel. Selain minyak mentah, blok Cepu juga memiliki kandungan gas sebesar 8,772 triliun kaki kubik. Dari hasil studi Lemigas ini, pengelola ladang minyak Cepu dapat mengangkat minyak mentah minimal sebesar 31 % atau setara dengan 458,7 juta barrel. Sedangkan untuk gas, yang bisa diangkat sebesar 72 %

    Setelah mengetahui kandungan yang ada di Blok Cepu tersebut, Pada Januari 2002, Exxon mengajukan perpanjangan kontrak TACnya kepada Pertamina sampai tahun 2030. Harus diketahui sebelumnya, bahwa hak kontrak yang telah dibeli Exxon dari Humpuss pada tahun 2000 akan habis pada 2010.

    Demikian sedikit tambahan dari saya.

    ReplyDelete
  5. Sepertinya bapak banyak tahu soal ini dan ini fakta2 yg bapak ungkapkan sepertinya sama dengan yg saya temukan selama saya melakukan studi ttg pembebasan tanah di Blok Cepu. Sebuah proses penuh yang berliku dan sepertinya penuh tipu2 dalam pengalihan TAC blok Cepu.
    Namun demikian yg masih menjadi pertanyaan saya atas dasar hukum apa HPG mengalihkan Working Interest TAC Blok Cepu sebesar 49% kepada Ampolex (Cepu) Pte Ltd (anak perusahaan MEPA yang merupakan anak perusahaan Mobil Oil, sebelum Mobil Oil merger dengan Exxon di tahun 1999 membentuk Exxonmobil Oil Corporation) pada tahun 1996 dan kemudian mengalihkannya sisanya kepada Mobil Cepu Ltd (MCL)? apakah ada ketentuan yang tidak memperbolehkan pengalihan working interest TAC ke perusahaan asing? Terakhir, apakah bapak memiliki data atau salinan dari TAC Block Cepu ini dan sudi kiranya membaginya untuk pengetahuan bersama?

    ReplyDelete
  6. jadi yg benar yg mana neh?

    ReplyDelete
  7. isi diskusi ini sangat membantu pengertian dan penjelasan tentang TAC... Terima kasih

    ReplyDelete
  8. Terima kasih juga atas atensi Anda.

    ReplyDelete
  9. Sedikit koreksi bahwa Lemigas bukan bagian dari AKAMIGAS

    Dibawah KESDM ada Badan Diklat dan Badan Litbang
    Badan Diklat terdiri dari :
    1. Pusdiklat Geologi
    2. Pusdiklat TMB
    3. Balai Diklat Tambang
    4. Pusdiklat MIGAS
    5. Pusdiklat KEBT
    6. PTK Akamigas

    Sedangkan Badan Litbang terdiri dari :
    1. Puslitbang Geologi Kelautan
    2. Puslitbang Teknologi Minyak dan Gas (Lemigas)
    3. Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara
    4. Puslitbang Teknologi Listrik dan Energi baru Terbarukan

    ReplyDelete
  10. Tulisan yang sangat bagus dari pak Freddyilhamsyah.
    Kebetulan saya adalah saksi sejarah yang menangani langsung tentang TAC MCL (Mobil Cepu Limited). Saya telah pensiun dari Pertamina EP pada 2002 dan melanjutkan ke BPMIGAS sampai pensiun pada 2010.
    Saya akan menceritakan tentang riwayat KKKS MCL secara ringkas saja.
    .
    TAC MCL tadinya dikelola oleh PT Humpuss Patragas. Pada tahun 1988 PT Humpuss PatraGas dijual kepada Ampolex 49%, sehingga TAC MCL termasuk yang diakuisisi 49% oleh Ampolex.
    Pada 1999 bagian Ampolex tersebut diakuisisi oleh Mobil Oil dan kemudian pada 2000 TAC MCL 100% diakuisisi oleh ExxonMobil.
    Pada 3 Agustus 2001 pengawasan dan pembinaan TAC MCL diserahkan oleh Pertamina BPPKA kepada Pertamina EP.

    Seperti ditulis oleh pak Freddy, memang benar bahwa pada April 2001, Exxon mengumumkan hasil temuan dari 2 sumur Banyu Urip #1 dan #3, dimana dalam reservoir BanyuUrip terdapat kandungan minyak mentah sebesar 250 juta barrel.

    Usulan Plan of Development (POD) struktur Banyu Urip diajukan oleh TAC Mobil Cepu Ltd. kepada MPS melalui Surat No. 442/Jkt / 2001 tanggal 6 Juni 2001.
    Sesuai Surat No. 306/D10300/2001-S1 tanggal 3 September 2001 dibentuklah Tim Teknis Pembahasan POD Banyu Urip MCL, yang kebetulan Ketua Tim Teknis tersebut adalah saya sendiri.
    Laporan Akhir dan persetujuan POD Banyu Urip tersebut dikeluarkan pada 31 Desember 2001. Meskipun saya mempunyai data lengkap tentang POD Lapangan Banyu Urip, mohon maaf untuk tidak menyampaikannya karena bersifat rahasia.
    Pada 2002 Exxon Mobil Oil Indonesia (EMOI) mengajukan perpanjangan kontrak sampai dengan 2030 dengan alasan POD disetujui pada 31 Desember 2001. Namun permintaan tersebut tidak pernah ditindaklanjuti oleh Pertamina.

    Sesuai dengan Pasal 17, UU No. 22 Tahun 2001 meyebutkan bahwa apabila dalam jangka waktu 5 tahun POD pertama tidak dilaksanakan, maka Wilayah Keraj (WK) harus diserahkan kembali kepada Pemerintah.
    Sehubungan dengan aturan tersebut, maka Pemerintah berhak mencabut hak TAC MCL dari EMOI pada akhir 2006. Namun, sebelumnya yaitu pada 2005, ada perundingan dimana WK tersebut akan dikerjakan oleh Pertamina ber-sama2.dengan EMOI

    Pada 25 September 2005 ditandatangani kontrak kerja sama berbentuk "Production Sharing Contract" oleh BPMIGAS (sebagai wakil Pemerintah) dengan PT Pertamina EP Cepu dan EMOI untuk mengelola Wilayah Kerja (WK) yang kemudian disebut sebagai KKKS MCL.

    Dalam kontrak PSC disebutkan, bahwa EMOI harus membayar 20 jutaUS$ kepada negara RI (Dep Keu) sebagai syarat "bonus", dengan rincian: 5 juta US$ (signature bonus), 10 juta US$ (persetujuan commercial), dan 5 juta US$ (first production).
    Beberapa option lain dalam Kesepakatan antara Pertamina dan EMOI adalah: EMOI harus membayar 70 juta US$ kepada Pertamina pada tahun pertama dan 330 juta US$ selama 3 tahun dalam bentuk "in kind". Selain itu EMOI menyerahkan struktur Sukowati dan Kedung Tuban kepada PT Pertamina EP.
    Angka 400 juta US$ tersebut bukan jual beli saham, tetapi kompensasi EMOI kepada Pertamina dengan adanya perubahan kontrak TAC menjadi PSC. Kesepakatan tersebut memang tidak termasuk dalam Kontrak PSC, sehingga tidak boleh dimasukkan dalam Cost Recovery EMOI.
    Jadi menurut saya sebenarnya PSC yang sekarang jelas lebih menguntungkan buat kita.

    Maaf baru sempat memberi komentar yang menurut saya perlu disampaikan supaya tidak menjadi fitnah dan dapat menjadi catatan sejarah yang benar.
    Tulisan tersebut saya buat dengan sebenar-benarnya dan dapat saya pertanggungjawabkan.

    Kuswo Wahyono.
    Manta Pertamina EP, BPPKA< BPMIGAS, dan Ketua Umum IATMI (Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia).

    ReplyDelete
  11. Terima kasih banyak pak Kuswo Wahyono. Informasi tambahan ini sangat bagus untuk melengkapkan tulisan saya ini.
    Saya mohon maaf karena terlambat membalasnya.

    ReplyDelete
  12. maaf mau tanya Pak Freddy, apakah untuk TAC itu juga diperlukan persetujuan dari presiden karena TAC ini sendiri kan turunan dari PSC. Dimana untuk PSC mensyaratkan persetujuan presiden (dalam praktek di delegasikan ke Menteri Pertambangan) untuk berlaku efektifnya. Mohon komentarnya

    ReplyDelete
  13. Maaf Pak Freddy, saya ingin bertanya apakah untuk kontrak TAC atau JOB itu harus terlebih dahulu disetujui Menteri Pertambangan (sekarang ESDM) untuk berlaku efektif?.

    ReplyDelete