Friday 1 April 2011

Kumpulan Fabel Tiongkok Kuno Abad ke XVI (seri III)

Gubahan : Freddy Ilhamsyah PA

Pengantar :

Dalam pertemuan kita kali ini, penulis secara khusus menampilkan kumpulan fabel gubahan Han Féi pada tahun 233s.M. Semoga fabel di bawah ini dapat memenuhi selera baca sebagian pembaca yang mampir di Freddyilhamsyah’s Blog. Selamat membaca.

Menggambar Setan

Seorang pelukis yang sedang membuat lukisan untuk raja Ci, ditanya oleh baginda raja : “Menurut engkau, apa yang paling sulit untuk digambar?”

“Yang paling sukar, ialah menggambar anjing, kuda dan sebagainya,” jawab si pelukis.

“Kalau begitu, apa yang paling mudah untuk digambar?”

“Yang paling mudah ialah menggambar setan, jin, siluman dan dedemit lainnya. Sebab, kita setiap hari melihat bertemu dengan binatang-binatang itu, maka jika ada sedikit saja yang kurang mirip dalam gambarnya, akan diketahui orang yang melihatnya. Tetapi setan, jin maupun siluman tidak ada bentuk yang tertentu, dan yang pasti tidak ada orang yang pernah melihat mereka, maka mudah sekali menggambarnya.” Ujar si pelukis. (Han Féi Ce)


Sumpit Gading

Raja Cou menyuruh tukang membuatkan sepasang sumpit dari gading yang sangat mahal harganya.

Melihat keadaan itu, Perdana Menteri Ci Ce sangat cemas. Menurut dia, kalau raja memakai sumpit gading, maka raja tidak pantas lagi menggunakan piring dan mangkok tembikar/gerabah untuk tempat lauk-pauk, melainkan harus dengan cawan pinggan yang terbuat dari batu giok. Cawan pinggan yang berharga itu tentulah bukan untuk makanan biasa, melainkan hanya pantas diisi dengan lauk-pauk yang mewah.

Jika selalu makan lauk-pauk yang mewah dan mahal harganya, tentu tidak lagi ingin memakai pakaian yang terbuat dari kain kasar, dan tidak mau lagi tinggal di rumah biasa yang pendek, melainkan pakaian yang terbuat dari kain sutera atau satin, dan tinggal di gedung besar yang mewah serta bertingkat.

Seandainya nafsu itu dituruti dan hidup selalu berfoya-foya, niscaya makin lama hidupnya makin kemewah-mewahan, dan akhirnya tentu akan mengalami akibat yang fatal.

Karena raja Cou terus melanjutkan perbuatannya yang salah itu, akhirnya kerajaanya runtuh. (Han Féi Ce).

Ceng Sen Menyembelih Babi

Ceng Sen adalah murid Kung Fu-ce. Pada suatu hari, ketika isterinya hendak pergi ke pasar, anaknya menangis minta ikut. Si ibu membujuk anaknya, “Pulang saja nak ! Nanti kalau ibu sudah kembali dari pasar, ibu potongkan babi untukmu!”

Tatkala isteri Ceng Sen kembali dari pasar, Ceng Sen sedang bersiap-siap untuk memotong babi untuk anaknya. Melihat hal itu, isterinya segera mencegahnya, “Astaga! Engkau sungguh memotong babi buat anak kita? Maksudku sebenarnya hanya untuk membujuk saja agar anak kita tidak ikut ke pasar!”

Mendengar perkataan itu, Ceng Sen menasehati isterinya.

“Kepada anak kecil tidak boleh berbohong! Sebab tingkah laku anak kecil itu selalu meniru orangtuanya. Jika engkau membohongi anakmu, berarti secara tidak langsung engkau mengajar anakmu berdusta. Anak kecil tak akan percaya lagi kepada ibunya bila dia tahu sudah dibohongi oleh ibunya, dan kalau sampai demikian halnya, mustahil ibu itu dapat mendidik anaknya,” ujar Ceng Sen, lalu melanjutkan penyembelihan babi yang sudah dipersiapkan. (Han Féi Ce).

Peniup Serunai Palsu

Baginda Raja Sién Wang dari Kerajaan Ci sangat gemar mendengarkan lagu serunai, lagi pula dia suka memamerkan kemegahannya. Dia mempunyai satu grup pemain serunai/suling yang terdiri dari 300 orang. Oleh baginda grup itu sering disuruh secara bersama-sama (koor) memperdengarkan lagu-lagu syahdu kegemaran raja Sién Wang.

Alkisah adalah seorang guru yang bernama Nan Kuo menghadap kepada raja, memohon agar dia diperbolehkan masuk ke dalam grup serunai tersebut, padahal dia tidak pandai meniup serunai.

Perkiraan raja, Nan Kuo ahli dalam hal meniup serunai, maka permohonannya diterima oleh raja untuk masuk ke grup serunai yang gajinya cukup besar.

Setiap grup serunai itu menggelar konser, guru Nan Kuo yang memang sebenarnya tidak pandai meniup serunai hanya ikut gerak-gerik anggota grup lain, sehingga dia terkesan pandai meniup serunai. Demikianlah guru Nan Kuo bertindak dalam kesehariannya bila grupnya melakukan konser, dan rahasianya tidak pernah terbongkar.

Setelah raja Sién Wang meninggal dunia, bertakhtalah Ming Wang sebagai penggantinya. Adapun raja baru ini memiliki sifat yang berbeda dengan Sién Wang. Dia tidak suka mendengarkan irama serunai yang dilakukan secara koor, melainkan menyuruh setiap peniup serunai itu untuk memainkan serunainya secara bergiliran.

Mendengar kabar itu, guru Nan Kuo segera melarikan diri secara diam-diam karena kawatir rahasianya terbongkar. (Han Féi Ce)

Arak Masam Karena Anjing

Di negeri Sung ada sebuah kedai arak, bukan main enaknya arak buatan kedai itu. Takarannyapun cukup ditambah lagi pemilik kedai itu sangat ramah dalam melayani pembeli. Sedangkan di depan kedainya terpasang panji-panji tanda kedai arak, berkibar-kibar ditiup angin. Sehingga tidaklah mengherankan bila kedainya jadi terkenal di negeri Sung.

Beberapa bulan kemudian, hasil penjualannya mulai merosot dan tidak laku. Kata orang, araknya masam. Sipemilik kedai jadi heran, padahal resepnya dan rasanya tetap sama, tidak masam.

Pada suatu hari, dia pergi untuk bertanya mengenai araknya kepada orang yang berpengetahuan di desanya.

“Bukankah anjing saudara terlalu galak?”

“Memang galak anjing yang baru beberapa bulan saya pelihara, tetapi apa sangkut-pautnya dengan dagangan saya?”

“Orang-orang takut kepada anjing saudara. Bila seorang anak kecil yang disuruh orangtuanya membeli arak, anjing saudara mengejar anak itu dan menggigitnya. Inilah sebabnya mengapa arak saudara menjadi masam dan tidak laku. (Han Féi Ce)

Sampai bertemu di seri ke IV.

No comments:

Post a Comment