Monday 6 November 2017

Benarkah Jokowi Akan Melenyapkan Kekuatan Islam Dari Muka Bumi ?

Oleh: Freddy Ilhamsyah PA

Pertanyaan ini muncul ketika penulis membaca Tajuk Rencana harian Waspada Medan terbitan Kamis, 26 Oktober 2017 di halaman B8 berjudul : Perppu Ormas Gol Kekuatan Umat Islam “Dalam Bahaya”.

Di alinea 6 dari Tajuk Rencana itu ditulis sebagai berikut : Perjuangan PAN di parlemen sejalan dengan suara konstituennya di lapangan, termasuk Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais turut melakukan orasi (demo) bersama massa elemen umat Islam, khususnya dari organisasi Hizbut Tahir Indonesia. Amien tegas menyebut, Perppu Ormas dijadikan pistol politik untuk melenyapkan kekuatan Islam satu demi satu. Sekarang yang ditusuk pisau HTI. Kalangan umat Islam harus sadar kekuatan Islamophobia tidak berhenti memecah umat Islam. Ia menuding Jokowi bahwa kekuatan Islam akan dilenyapkan dari muka bumi (dengan Perppu Ormas) yang bertolak belakang dengan asas hukum praduga tak bersalah, dimana Ormas bisa dibatalkan begitu saja tanpa melalui prosedur pengadilan untuk pembuktian dulu. Jangan sampai ingin membersihkan Ormas radikal dan dikategorikan bertentangan hukum dan Pancasila malah dengan perbuatan melanggar hukum dan norma-norma.

Itulah ekor dari keputusan DPR RI dalam Rapat Paripurna yang menyetujui PERPPU (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang) Ormas untuk dijadikan Undang-undang melalui mekanisme voting terbuka dari masing-masing fraksi yang dihadiri sebanyak 445. Dari jumlah itu tercatat sebanyak 314 anggota dari tujuh fraksi menyatakan setuju, dan sebanyak 131 anggota dari tiga fraksi menyatakan tidak setuju.

Yang setuju adalah Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Nasdem, Fraksi Partai Hanura, Fraksi PKB, Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PPP. Dari ketujuh fraksi itu tercatat 3 fraksi (PKB, PPP dan Partai Demokrat) yang setuju, tapi dengan catatan segera dilakukan revisi.

Sedangkan, tiga fraksi lainnya yakni Fraksi Partai Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi PKS menyatakan menolak atau tidak setuju Perppu Ormas menjadi Undang-undang.

Keputusan DPR RI dalam Rapat Paripurna tentang pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Organisasi Masyarakat (Perppu Ormas) menjadi Undang-undang di Senayan, Selasa (24/10/2017) akhir-akhir ini telah memunculkan kekhawatiran dari sekelompok tokoh dan ulama bahwa dengan disahkannya Perppu Ormas menjadi Undang-undang (padahal UU Ormas itu sendiri belum disahkan, dan masih ada beberapa point yang akan direvisi, pen).

Anggapan dari pihak yang kontra terhadap UU Ormas bahwa sangat mungkin UU itu disalahgunakan untuk menekan dan melemahkan potensi umat dan Ormas Islam, seakan bila tidak sejalan dengan pemerintah dianggap tidak mengakui Pancasila dan UUD 1945. Kekhawatiran itu jelas terkesan mengada-ada khususnya mengenai tudingan Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais terhadap Jokowi bahwa kekuatan Islam akan dilenyapkan dari muka bumi (dengan Perppu Ormas) yang bertolak belakang dengan asas hukum praduga tak bersalah, dimana Ormas bisa dibatalkan begitu saja tanpa melalui prosedur pengadilan untuk pembuktian dulu.

Menurut pendapat penulis itu jelas tidak mungkin dan tidak benar !

Termasuk apa yang tertulis dalam Tajuk Rencana itu di alinea 7 : Apa yang dikemukakan tokoh reformasi itu bahwa semua pemimpin Islam yang mendukung Perppu Ormas keblinger dan mereka akan dilenyapkan Allah, hal ini bisa menjadi kenyataan kalau dalam Pilkada serentak 2018 dan klimaksnya dalam Pemilu dan Pilpres 2019 umat Islam mampu menyatukan potensinya. Tidak lagi terpecah belah dalam mendukung tokoh dan parpol yang benar-benar berpihak pada umat Islam.

Apabila memang benar Amien Rais ada mengatakan sebagaimana yang ditulis dalam Tajuk Rencana harian Waspada seperti tersebut di atas, maka itu benar-benar “berbahaya” mengingat bahwa Amien Rais disebut sebagai “tokoh reformasi”, dan selain itu mayoritas warga negara Indonesia adalah penganut agama Islam. Jadi ungkapan Amien Rais adalah bukan main-main.

Pertanyaan lain, apakah benar Perppu Ormas Gol, Kekuatan Umat Islam “Dalam Bahaya” ? Menurut pandangan penulis, tidak mungkin kekuatan umat Islam di Indonesia akan berada “dalam bahaya” hanya gara-gara disetujui Perppu Ormas menjadi Undang-undang oleh mayoritas fraksi di DPR RI yang nota bene juga anggotanya beragama Islam. Penulis yakin bahwa Umat Islam Indonesia tetap solid dan kokoh sepanjang tidak termakan isu “pecahbelah” yang ditabur oleh orang dan/atau kelompok tertentu sebagaimana yang terjadi di kawasan Timur Tengah. Sesama muslim saling berperang, dan saling bunuh.

Jadi untuk apa UU Ormas ditakuti sepanjang ormas yang bersangkutan tidak melanggar ketentuan dari Undang-undang Ormas (Organisasi Masyarakat) khususnya Pasal 59 sebagai berikut:

Ayat (3) Ormas dilarang :

a. Melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan;
b. Melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia;
c. Melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, atau merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; dan/atau
d. Melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dan Ayat (4) Ormas dilarang :

a. Menggunakan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan nama, lambang, bendera, atau simbol organisasi gerakan separatis atau organisasi terlarang;
b. Melakukan kegiatan separatis yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
c. Menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila.

Yang dimaksud dengan “melakukan kegiatan separatis” adalah kegiatan yang ditujukan untuk memisahkan bagian dari atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau menguasai bagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik atas dasar etnis, agama, maupun ras.

Mungkin yang mereka takuti yaitu tentang Ketentuan Pidana (pasal sisipan) yakni Pasal 82A yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 82A

(1) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayat (3) huruf c dan huruf d dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
(2) Setiap orang yang menjadi anggota dan/atau pengurus Ormas yang dengan sengaja dan secara langsung atau tidak langsung melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal- 59 ayat (3) huruf a dan huruf b, dan ayat (4) dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
(3) Selain pidana penjara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang bersangkutan diancam dengan pidana tambahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan pidana.

Lantas apakah Perppu Ormas yang telah disepakati sebagai UU Ormas itu adalah sebagai bentuk penindasan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) ? Jelas Tidak. Sebab penegasan mengenai perlindungan hak asasi manusia dan kewajiban asasi manusia telah dicantumkan di dalam Pasal 28J yang berbunyi:

(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
(2) Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wadjib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis.

Berdasarkan ketentuan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di atas dapat disimpulkan bahwa konsep hak asasi manusia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak bersifat absolut (relatif). Hal ini sejalan dengan pandangan ASEAN di dalam butir pertama dan kedua Bangkok Declaration on Human Righfs 1993.

Terkait dengan Amien Rais yang berlatar belakang sebagai akademisi yang kemudian terjun ke politik, dan pada tahun 1998 dia pernah mengklaim sebagai tokoh reformasi, sehingga dia berhasil menjabat sebagai Ketua MPR periode 1999 – 2004 seharusnya Prof. Dr. H. Muhammad Amien Rais (73) dapat menjadi suritauladan bagi generasi muda Indonesia, bukan malah menjadi sosok yang emosional (tidak terkontrolsehingga Masinton Pasaribu ketika itu selaku Ketua DPN Repdem dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Rabu (25/9/2013) pernah menyebutkan, “Pernyataan merendahkan kepada Gubernur DKI Joko Widodo dinilai sebagai bentuk frustrasi Amien Rais yang dipertontonkan kepada publik.”

Sebagai penutup tulisan ini penulis tampilkan 3 (tiga) tanggapan masing-masing dari SBY, MUI dan Yusril Ihza Mahendra terkait pengesahan Perppu Ormas menjadi Undang-undang yang diterbitkan di halaman satu/pertama harian Waspada pada Selasa (31/10) dan ANTARA News, Senin (30/10) sebagai berikut:

Tanggapan SBY terhadap UU Ormas:

“Ormas tidak tepat kalau diposisikan sebagai ancaman semata kepada keamanan negara dan keselamatan masyarakat. Jangan kita memposisikan (Ormas sebagai) kelompok dan organisasi terroris atau mereka yang melanggar hukum. Tidak begitu cara pandang negara terhadap Ormas,” cetus SBY di kantor DPP Partai Demokrat, Jakarta, Senin (30/10) =Waspada, Selasa (31/10) hal 1 judul “SBY: Jangan Pandang Ormas Sebagai Ancaman” (2 kolom) =

Tanggapan MUI:

Wakil Ketua MUI Zainut Tauhid Saadi mengomentari pengesahan Perppu nomor 2/2017 tentang Perubahan UU no.17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) dapat memicu konflik.

“Di sisi lain juga menunjukkan adanya potensi kerawanan yang setiap saat dapat memicu konflik, baik konflik horizontal antar masyarakat maupun konflik vertikal antara masyarakat dengan pemerintah,” kata Zainut di Jakarta, Senin (30/10).

Pada bagian lain (kolom 5) ditulis “Kendati demikian, Zainut menegaskan MUI menghormati keputusan DPR RI yang telah mengesahkan Perppu No.2 Tahun 2017 menjadi undang-undang. Karena hal tersebut sudah sesuai dengan mekanisme politik yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.” =Headline Waspada, Selasa (31/10) judul “Perppu Ormas Dapat Picu Konflik” (8 kolom) =

Tanggapan Yusril Ihza Mahendra :

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa Undang-Undang Ormas hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang baru saja disahkan masih banyak problematikanya.

"Perppu ini kan memang banyak problematik di dalamnya itu. Kemarin sudah diuji di Mahkamah Konstitusi tapi sayang didahului oleh DPR, jadi kalau sudah didahului DPR sudah jadi Undang-Undang," kata Yusril seusai menghadiri upacara peringatan Hari Dharma Karya Dhika (HDKD) di gedung Kementerian Hukum dan HAM Jakarta, Senin. = “Yusril sebut UU Ormas masih banyak problematika” ANTARA News (30/10/2017) =

Nah, kalau memang benar seorang pakar Hukum Tata Negara sekelas Yusril Ihza Mahendra menyatakan bahwa Undang-Undang Ormas hasil pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 yang baru saja disahkan masih banyak problematikanya.

Maka solusinya adalah, sebelum Undang-undang Ormas itu disahkan oleh presiden dan dicatat dalam lembaran negara, coba dikaji ulang apakah UU itu memang perlu direvisi pada point-point yang dianggap masih banyak problematikanya agar UU Ormas itu menjadi sempurna dan tidak dipermasalahkan lagi di kemudian hari sebagaimana diharapkan oleh 3 (tiga) fraksi yaitu PKB, PPP dan Partai Demokrat yang setuju. ***

No comments:

Post a Comment