Wednesday 7 June 2017

Sekilas Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila

 

[caption id="attachment_1124" align="aligncenter" width="587"] Pancasila Sakti[/caption]

Oleh : Freddy Ilhamsyah PA

Pendahuluan

Sebelum kita sampai pada pembahasan mengenai apa itu sebenarnya PANCASILA yang akan dikupas atas dasar Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) yang bertujuan untuk menyampaikan pemahaman mengenai Pancasila agar warga negara Indonesia tahu sehingga bisa dibentuk menjadi manusia Indonesia yang Pancasilais sejati, maka sebaiknya kita ketahui dulu bentuk-bentuk Pancasila yang dicetuskan pada 1 Juni 1945, dan pada 19 Agustus 1945 telah dimurnikan dan dipadatkan oleh tim Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia menjadi Dasar Negara Republik Indonesia sebagai yang dianut oleh Bangsa Indonesia hingga saat ini.

Kronologi Bentuk-bentuk Pancasila yang pernah kita punyai ialah :

A. Bentuk Pancasila yang pertama kali (1 Juni 1945) adalah :

1. Kebangsaan Indonesia.
2. Internasionalime atau Perikemanusiaan.
3. Mufakat atau Demokrasi.
4. Kesejahteraan Sosial.
5. Ketuhanan.

B. Bentuk Pancasila menurut Piagam Jakarta (22 Juni 1945) adalah :

1. Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
5. Keadilan soasia bagi seluruh rakyat Indonesia.

C. Bentuk Pancasila menurut UUD 1945 (19 Agustus 1945) adalah :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indpnesia.

D. Bentuk Pancasila menurut konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat) dan menurut UUD Sementara 1950 adalah :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Perikemanusiaan.
3. Kebangsaan.
4. Kerakyatan (Kedaulatan Rakyat).
5. Keadilan Sosial.

E. Bentuk Pancasila sekarang adalah sama dengan bagian C. karena kita kembali ke UUD 1945.

Seperti diketahui bahwa akhir-akhir ini Idiologi Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu PANCASILA mulai “digoyang” atau hendak “dihilangkan” dari bumi Indonesia oleh sekelompok orang-orang yang “gerah” dengan keberadaan Pancasila yang merupakan Falsafah dan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pancasila hilang maka Negara Kesatuan Republik Indonesia juga hilang atau Bubar. Keinginan untuk “menghilangkan” Pancasila dari bumi Indonesia jelas ngaur.

Untuk menjernihkan atau menggembalikan ingatan Anda melawan lupa dapat dijelaskan bahwa para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sudah bersusahpayah memperjuangkan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia secara utuh mulai dari Persetujuan Linggarjati (PL) 25 Maret 1947 dimana Delegasi Indonesia dipimpinan oleh Sutan Syarir dan Delegasi Belanda dipimpin oleh Schermerhorn ditolak keras oleh Delegasi Indonesia karena dalam isi PL itu antara lain disebutkan :

1. Republik Indonesia menguasai Pulau Jawa, Madura dan Sumatera de facto.
2. Pemerintah Belanda dan Republik Indonesia bersama-sama membentuk Negara RIS (Republik Indonesia Serikat) yang meliputi Republik Indoneia, Kalimantan dan Timur Besar. Dengan ketentuan bahwa RIS itu akan berdaulat atas dasar demokratis.

Merasa gagal dalam Konferensi (Persetujuan) Linggarjati, pada 21 Juli 1947 akhirnya pihak Belanda yang membonceng pasukan Sekutu yang telah berhasil melumpuhkan bala tentara Dai Nippon di Indonesia, Belanda melakukan Agresi-I karena tuntutan-tuntutannya tidak dapat dipenuhi oleh Republik Indonesia (RI) diantaranya supaya RI harus membubarkan semua organisasi dan jabatan-jabatan yang oleh Belanda dianggap bertentangan dengan kedaulatannya (yang lama). Agar Belanda dan Indonesia bersama-sama membentuk kepolisian.

Belanda menganggap Agresi-I sebagai Aksi Polisionil. Sebab mereka menganggap persoalan ini sebagai urusan dalam Negerinya sendiri. Sedangkan pihak Indonesia menganggap sebagai aksi Kolonial untuk menjajah kembali Indonesia.

Agresi-I gagal termasuk dalam Konferensi (Persetujuan) Renville (17 Januari 1948) Indonesia “di-bulling” lagi dengan “pendiktean” daerah RI diperkecil lagi dari hasil PL yaitu Pulau Jawa tinggal setengah, Pulau Sumatera tinggal ⅘ dari daerah seluruhnya. Sedangkan daerah lainnya diduduki oleh Belanda. Kemudian muncul Politik Malino dari van Mook yang tetap ingin melemahkan kedudukan Republik Indonesia dengan membentuk Negara Bagian dan daerah-daerah berotonom di daerah-daerah di luar Republik Indonesia menurut Persetujuan Linggarjati.

Selanjutnya muncul Agresi-II (19 Desember 1948) dan Konferensi Meja Bundar (23 Agustus 1949 sd 1 November 1949).

Begitulah sulitnya para pendahulu kita untuk menguatkan NKRI dengan falsafah Pancasila, tapi akhir-akhir ini ada yang mulai kasak-kusuk mau “menghilangkan” PANCASILA sebagai dasar negara dari bumi Indonesia.

MAKNA PANCASILA

Setelah diungkapkan mengenai bentuk-bentuk materi isi dari Pancasila sejak tahun 1945 hingga saat ini, maka kini tiba gilirannya kita mengupas isi 5 (lima) Sila yang terkandung dalam Pancasila sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Pengertiannya :

Dengan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia mempertegaskan idiologinya mengenai kepercayaan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan oleh karena itu manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.

Di dalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat-menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Sadar bahwa agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang menyangkut hubungan pribadi dengan Tuhan Yang Maha Esa yang dipercayai dan diyakininya, maka dikembangkanlah sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai agama dan kepercayaannya dan tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaannya kepada orang lain. Artinya, toleransi beragama harus tetap dipegang teguh oleh setiap pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang mengaku menjadi warga negara Indonesia.

Intinya: Di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang beridiologi/berfasalfah Pancasila, tidak boleh lagi ada yang mengkafirkan penganut agama lain.

2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Pengartiannya :

Dengan Sila ke 2 yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab menyatakan bahwa manusia diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajiban-kewajiban asasinya, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama dan kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit, dan sebagainya. Oleh sebab itu dikembangkanlah sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggangrasa (toleran) dan “tepa salira”, serta sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

Intinya, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab berarti setiap warga negara Indonesia harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan, dan berani membela kebenaran dan keadilan. Sadar bahwa manusia adalah sederajat , maka bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkanlah sikat hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

3. Persatuan Indonesia

Pengertiannya :

Sila ke 3 dari Pancasila yaitu Persatuan Indonesia, menegaskan bahwa manusia Indonesia menempatkan persatuan, kesatuan serta kepentingan dan keselamatan Bangsa dan Negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

Menempatkan kepentingan Negara dan Bangsa di atas kepentingan pribadi, berarti bahwa manusia Indonesia sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa, apabila diperlukan. Oleh karena itu sikap rela berkorban untuk kepentingan Negara dan Bangsa itu dilandasi oleh rasa cinta kepada Tanah Air dan Bangsanya, maka dikembangkanlah rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanahair Indonesia, dalam rangka memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Persatuan dikembangkan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda tapi satu), dengan memajukan pergaulan demi kesatuan dan peratuan Bangsa.

4. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan/ Perwakilan.

Pengertiannya:

Makna dari Sila ke 4 yaitu Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan, bila dijabarkan berarti manusia Indonesia sebagai warga negara dan warga masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama. Dalam menggunakan hak-haknya ia menyadari perlunya selalu memperhatikan dan mengutamakan kepentingan Negara dan kepentingan Masyarakat.

Karena mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, maka pada dasarnya tidak boleh ada suatu kehendak yang dipaksakan kepada pihak lain. Sebelum diambil keputusan yang menyangkut kepentingan bersama terlebih dahulu diadakan musyawarah. Keputusan diusahakan secara mufakat. Musyawarah untuk mencapai mufakat ini diliputi oleh semangat kekeluargaan yang merupakan ciri khas bangsa Indonesia.

Inti dari Sila ke 4 ini menegaskan bahwa manusia Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi setiap hasil keputusan musyawarah yang dilakukan dengan baik dan benar. Oleh sebab itu semua pihak yang bersangkutan harus menerimanya dan melaksanakannya dengan etikat baik dan rasa tanggungjawab. Di sini kepentingan bersamalah yang diutamakan di atas kepentingan pribadi dan golongan. Pembicaraan dalam musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. Keputusan-keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.

Dalam melaksanakan permusyawaratan, kepercayaan diberikan kepada wakil-wakil yang dipercayanya.

5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Pengertiannya:

Yang dimaksud dalam Sila ke 5 dari Pancasila adalah bahwa manusia Indonesia menyadari hak dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Dalam rangka ini dikembangkan perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Untuk itu dikembangkan sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.

Demikian pula perlu dipupuk sikap suka memberikan pertolongan kepada orang yang memerlukan agar dapat berdiri sendiri. Dengan sikap yang demikian ia tidak menggunakan hak miliknya untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain, juga tidak untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan hidup bergaya mewah serta perbuatan-perbuatan lain yang bertentangan dengan atau merugikan kepentingan umum.

Selain hal di atas juga dimaksudkan untuk memupuk sikap suka bekerja keras dan sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencapai kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kesemuanya itu dilaksanakan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan keadilan sosial.

Demikianlah penetapan Pedoman Penghayatan dan Penghayatan Pancasila yang dinamakan Ekaprasetia Pancakarsa.

Ekaprasetia, karena Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ini bertolak dari tekad yang tunggal, janji yang luhur, kepada diri sendiri bahwa sadar kodratnya sebagai makhluk pribadi dan sekaligus makhluk sosial, manusia Indonesia harus mampu mengendalikan diri dan kepentingannya agar dapat melaksanakan kewajibannnya sebagai warga megara dan warga masyarakat.

Kesadaran akan kodratnya dan kemampuan mengendalikan diri dan kepentingannya merupakan modal untuk mendorong tumbuhnya karsa pribadi untuk menghayati dan mengamalkan kelima Sila dari Pancasila, dan itu sebabnya dinamakan Pancakarsa. Apabila kesemuanya itu dapat diamalkan dan diuwujudnyatakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka kita (warga negara Indonesia) akan mampu melahirkan generasi penerus bangsa menjadi manusia Indonesia seutuhnya berlandaskan UUD 1945 dan PANCASILA sebagai dasar negara yang telah diakui dunia keampuhannya untuk mempersatukan Bangsa Indonesia mulai dari Timur (Merauke-Papua) hingga ke Barat (Sabang-Aceh), dari Utara (Morotai-Maluku) sampai ke Selatan (Kupang-NTT).

[caption id="attachment_1125" align="aligncenter" width="557"] Kalau ada yang menentang keberadaan PANCASILA dan NKRI, silahkan segera menanggalkan kewarganegaraannya sebagai Bangsa Indonesia.[/caption]

Penutup

Kesadaran yang sedalam-dalamnya bahwa Pancasila adalah pandangan hidup Bangsa dan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merasakan bahwa Pancasila sumber kejiwaan Masyarakat dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, maka manusia Indonesia menjadi pengamal Pancasila sebagai perjuangan utama dalam kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan kenegaraan. Oleh sebab itu pengamalannya harus dimulai dari setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara yang secara meluas akan berkembang menjadi pengamalan Pancasila oleh setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik di Pusat maupun di Daerah.

Dengan demikian Pancasila sebagai pandangan hidup Bangsa dan Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia akan mempunyai arti nyata bagi manusia Indonesia dalam hubungannya dengan kehidupan kemasyarakatan dan kenegaraan yang Bhinneka Tunggal Ika. Kalau ada yang menentang keberadaan PANCASILA, maka silahkan segera menanggalkan kewarganegaraannya sebagai Bangsa Indonesia.

Dirgahayu PANCASILA ke 72 (1 Juni 1945-2017)

Pancasila Abadi ! NKRI Harga Mati !!

Penulis adalah mantan wartawan Harian Bukit Barisan – Medan era 1978 sampai harian itu bubar. Pernah mendapatkan tugas peliputan di Departemen Pertahanan dan Keamanan (Hankam) jln Merdeka Barat, Jakarta era tahun 1980an.

Sumber data:

1. Buku “Tanya-Jawab Kewargaan Negara (Civic)” cetakan ke 2 (30/4/1972) oleh Drs S.K. Manullah. Penerbit : Monora-Medan.
2. Buku “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila” Edisi kedua, cetakan kedua Juni 1981. Oleh : Tim Pembinaan Penataran dan Bahan-bahan Penataran Pegawai Republik Indonesia.

No comments:

Post a Comment