Friday 23 September 2016

Mampukah Pasangan Petahana AhDjar Digusur Dari Kursi Top DKI ?

pasangan-ahok-djarot-11Oleh: Freddy Ilhamsyah PA

Pertanyaan di atas masih merupakan tandatanya besar bagi penulis. Pasalnya sampai penutupan pendaftaran Colon Gubernur DKI Jakarta pada Kamis, 22 September 2016 pukul 16:00 WIB tidak ada partai yang memasukkan daftar pasangan cagub dan cawagub yang mereka usung seperti yang diberitakan oleh Kompas.com.

Menurut berita Kompas.com dalam situs web nya pada Kamis, 22 September 2016 pukul 16:39 WIB merilis berita berjudul “Pada Hari Kedua Pendaftaran, Tak Ada Bakal Cagub yang Daftar ke KPU DKI” menulis: Pendaftaran bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta pada Kamis (22/9/2016) telah ditutup pukul 16.00 WIB. Pada hari kedua masa pendaftaran ini tidak ada bakal pasangan calon yang datang ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat, untuk mendaftar.

"Enggak ada hari ini. Hari kedua sudah pasti tidak ada calon yang mendaftar," kata Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, di Kantor KPU DKI, Kamis sore.

Masa pendaftaran bakal pasangan cagub-cawagub pada Pilkada DKI 2017 tinggal satu hari, yakni Jumat besok. Pendaftaran pada hari terakhir dibuka mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 24.00 WIB.

"Belum ada. Baru yang saya ceritakan, Gerindra," kata Sumarno. Partai Gerindra rencananya akan mendaftarkan bakal pasangan cagub-cawagub yang diusungnya seusai salat Jumat.

Namun, Gerindra belum memberikan informasi kepada KPU DKI mengenai partai politik yang berkoalisi dengannya dan siapa bakal pasangan calon yang akan diusung. (Kompas.com)

Diduga parpol lainnya masih “berembuk” menentukan pasangan mereka untuk melawan pasangan Petahana AhDjar yang menurut para kalangan surveyor diantaranya Lembaga Survei Cyrus Network melaporkan hasil survei terkait Pilkada 2017 di DKI Jakarta popularitas Ahok masih memimpin sebesar 96,8 persen, disusul Tri Rismaharini (Risma) 81,4 persen dan Ridwan Kamil sebesar 80,4 persen.

Tingkat popularitas Ahok ini konsisten dengan tingkat keterpilihan dengan nama terbuka soal siapa calon kepala daerah yang akan dipilih dalam Pilkada 2017. Hasil survei dengan nama terbuka, responden yang memilih Ahok mencapai 40,3 persen.

Menurut Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsudin Haris menuturkan bahwa elektabilitas Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok untuk maju dalam Pilkada Serentak meraih angka paling tinggi dalam survei yang dilakukan Cyrus Network.

Ia menilai, meski kontroversial Ahok banyak didambakan rakyat karena ketegasannya.

“Makin banyak pesaing Ahok dalam Pilkada, makin menguntungkan bagi Ahok. Sebab, segmen pendukung Ahok cukup stabil dan suara yang tidak mendukung Ahok menjadi pecah,” tuturnya dalam diskusi Survei Opini Publik DKI Jakarta 2015 di Jakarta, Rabu (11/11).

Dijelaskan pula olehnya, elektabilitas sifatnya tidak menentu dalam hitungan tahun. Oleh karena itu, jika Ahok ingin maju dalam Pilkada 2017 maka ia harus tetap konsisten dengan kebijakan yang diambil. Semakin baik kebijakan yang Ahok ambil untuk warga Jakarta, maka elektabilitasnya berpotensi menguat.

“Ahok belum punya pesaing signifikan,” ungkapnya. (Lintas.co.id)

Contoh pilgub DKI 2012

Bila kita mengacu pada hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2012-2017 maka dapat disimpulkan bahwa jumlah banyaknya partai pengusung pasangan calonnya berarti akan muncul sebagai menang walau jumlah anggota pemegang KTA (Kartu Tanda Anggota) partai koalisi cukup besar. Namun jumlah pemegang KTA koalisi yang digadang-gadang sebagai kader partai, ketika berada di bilik suara (TPS) belum tentu mereka menyoblos pasangan yang diusung partai mereka. Contoh ketika Pilgub periode 2012-2017.

Buktinya pada putaran 1 diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum DKI Jakarta pada tanggal 20 Juli 2012 hasilnya adalah pasangan Jokowi-Ahok yang diusung PDI Perjuangan-Gerindra (hanya 2 partai) mampu memperoleh 1.847.157 suara (42,60%). Sedangkan pasangan petahana Foke (Fauzi Bowo) - Nara (Nachrowi Ramli) yang diusung oleh PD, PAN, Hanura, PKB, PBB, PMB, dan PKNU hanya memperoleh 1.476.648 suara (34,05%), ternyata kalah suara.

Memasuki putaran kedua, Partai Golongan Karya dan Partai Persatuan Pembangunan yang sebelumnya mengusung pasangan Alex-Nono beralih memberikan dukungan kepada pasangan Fauzi Bowo dan Nachrowi Ramli karena Alex-Nono gugur diputaran pertama.

Hasil pemilukada DKI Jakarta putaran 2 diumumkan pada Sabtu, 29 September 2012 lebih parah lagi. Perolehan suara pasangan Foke-Nara naik, tapi belum mampu menyaingi perolehan suara pasangan Jokowi-Ahok yang juga melejit dari 1.847.157 suara (42,60%) menjadi 2.472.130 (53,82%) suara walaupun pasangan Jokowi-Ahok dikeroyok 9 partai koalisi.

Akhirnya pada putaran kedua KPUD DKI Jakarta dalam penetapan yang dilakukan sesuai dengan hasil rekapitulasi penghitungan suara di tingkat provinsi sehari sebelumnya pasangan Jokowi-Ahok meraih 2.472.130 (53,82%) suara, sedang Foke-Nara mendapatkan 2.120.815 (46,18%) suara. Dengan selisih 351.315 (7,65%) suara, Ketua KPUD DKI Jakarta Dahliah Umar menyatakan, "Pasangan nomor urut 3 meraih suara terbanyak dalam putaran kedua."

Jadi sudah jelas bahwa dukungan jumlah parpol yang banyak belum tentu dapat mendudukkan Jagoannya ke Kursi Singgasana Top DKI Jakarta.

Lalu jawaban yang pasti ada di tangan warga DKI ketika berada di dalam bilik suara karena mereka yang lebih tahu siapa yang pantas dipilih untuk menduduki jabatan gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022.

Kita tunggu saja hasil akhir pertarungan pemilihan gubernur dan wakilnya, apakah pasangan petahana AhDjar (Ahok-Djarot) masih diberikan kesempatan oleh warga DKI Jakarta untuk membenahi Jakarta.

Pangkalansusu, 22 September 2016

1 comment: