JAKARTA- Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Wakil Ketua Pengadilan Negeri Bandung,
Setyabudi Tejocahyono terkait kasus dugaan suap penanganan perkara korupsi dana
bantuan sosial sebesar Rp 66 miliar di Pemerintah Kota Bandung.
Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Hasanudin, Arvin Hamid menilai, hal itu sebagai tanda
runtuhnya moral petugas peradilan sehingga terjerat perkara hukum.
"Jadi jika
seseorang gagal menegakkan keadilan, padahal dia memiliki otoritas di bidang
penegakan hukum, itu indikasi runtuhnya moralitas bangsa, termasuk moralitas
aparat peradilan," katanya dalam siaran pers yang diterima merdeka.com,
Sabtu (23/3)
Arvin menambahkan, jika
tidak segera dibenahi runtuhnya moralitas bangsa ini dikhawatirkan akan semakin
memperparah buruknya kinerja penegakan hukum. Dia menjelaskan untuk
mengantisipasi tidak terulang kembali masalah suap di peradilan harus ada
sebuah gerakan untuk melawan korupsi yang melibatkan seluruh komponen bangsa
"Peradaban kita
masih jauh dari kata maju, karena penegakan hukum masih bersifat formalistik
dan menafikan aspek moralitas. Ini harus segera dibenahi, untuk itu bangsa ini
sangat membutuhkan gerakan kuat untuk melawan korupsi dari seluruh komponen bangsa,"
tambah Arvin.
Seperti diberitakan
sebelumnya, KPK menangkap basah Hakim Setyabudi saat sedang menerima uang
ucapan terima kasih dari seorang kurir bernama Asep. Tidak hanya itu, penyidik
juga menemukan sejumlah uang lainnya yang masih tersimpan di dalam mobil Avanza
milik Asep.
Berdasarkan penelusuran
KPK, Asep merupakan perpanjangan tangan dari dua PNS bernama Hery Nurhayat yang
menjabat sebagai Plt Kepala Dinas, dan Pupung yang kini menjabat sebagai
Bendahara Dinas Pendapatan Daerah Pemkot Bandung.
Sumber:
merdeka.com
No comments:
Post a Comment