JAKARTA- Mahkamah
Konstitusi (MK) memutuskan upaya hukum kasasi juga dapat dilakukan bagi putusan
bebas. Hal ini tertuang dalam putusan MK Nomor 114/PUU-X/2012 yang dibacakan
oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD pada Kamis (28/3).
“Mengabulkan permohonan
Pemohon untuk sebagian menyatakan frasa, “kecuali terhadap putusan bebas” dalam
Pasal 244 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,”
ucap Mahfud didampingi oleh delapan hakim konstitusi lainnya.
Dalam pendapat Mahkamah
yang dibacakan oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki, Mahkamah berpendapat apabila
Pasal 67 KUHAP menentukan pengecualian untuk memohon pemeriksaan terhadap
putusan tingkat pertama yang menyatakan bebas. Kemudian, lepas dari segala
tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan
putusan pengadilan dalam acara cepat, maka Pasal 244 KUHAP mengecualikan permohonan
pemeriksaan kasasi terhadap putusan bebas.
“Kedua ketentuan
tersebut sama sekali tidak memberikan upaya hukum biasa terhadap putusan bebas,
yang berarti fungsi Mahkamah Agung sebagai pengadilan kasasi terhadap putusan
bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan yang ada di bawahnya sama sekali
ditiadakan,” paparnya.
Sodiki menjelaskan tanpa
bermaksud melakukan penilaian atas putusan-putusan Mahkamah Agung (MA),
kenyataan selama ini menunjukkan beberapa putusan bebas yang dijatuhkan oleh
pengadilan yang berada di bawah MA, memang tidak diajukan permohonan banding.
Akan tetapi, sambung Sodiki, diajukan permohonan kasasi dan MA mengadilinya,
padahal sesuai ketentuan Pasal 244 KUHAP terhadap putusan bebas tidak boleh
dilakukan upaya hukum kasasi. Hal itu mengakibatkan terjadinya ketidakpastian
hukum dalam praktik karena terjadinya kontradiksi dalam implementasi pasal
tersebut.
“Di satu pihak pasal
tersebut melarang upaya hukum kasasi, namun di lain pihak Mahkamah Agung dalam
praktiknya menerima dan mengadili permohonan kasasi terhadap putusan bebas yang
dijatuhkan oleh pengadilan di bawahnya. Oleh karena itu, untuk menjamin
kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di hadapan hukum, Mahkamah
perlu menentukan konstitusionalitas Pasal 244 KUHAP khususnya frasa “kecuali
terhadap putusan bebas”,” ujarnya.
Mahkamah menilai dalam
penegakan hukum dan keadilan, terkandung juga makna bahwa yang benar itu harus
dinyatakan benar, dan yang salah itu harus dinyatakan salah. Dalam hubungan
itu, putusan bebas yang dijatuhkan oleh pengadilan yang berada di bawah
Mahkamah Agung kemudian dimohonkan pemeriksaan kasasi, tidak boleh diartikan
bahwa Mahkamah Agung pasti menyatakan terdakwa bersalah dan dijatuhi pidana.
Sodiki melanjutkan bisa saja MA sependapat dengan pengadilan yang berada di
bawahnya, artinya terdakwa tetap dibebaskan dalam putusan kasasi. Dalam keadaan
ini, berarti fungsi MA sebagai pengadilan negara tertinggi tetap terselenggara,
dan hukum serta keadilan tetap ditegakkan.
“Berdasarkan seluruh
pertimbangan tersebut di atas, menurut Mahkamah permohonan Pemohon beralasan
menurut hukum untuk sebagian. Adapun dalil-dalil permohonan Pemohon untuk
selain dan selebihnya, menurut Mahkamah, tidak beralasan menurut hukum,” tandas
Sodiki.
Pendapat Berbeda
Pendapat berbeda justru
diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Harjono terhadap putusan permohonan yang
diajukan oleh pensiunan PNS, Idrus. Menurut Harjono, pengecualian pengajuan
kasasi terhadap putusan bebas sebagaimana diatur oleh Pasal 244 KUHAP merupakan
perlindungan hak asasi manusia terhadap mereka yang haknya pernah dilanggar
karena statusnya terdakwa, setelah adanya putusan pengadilan yang sah. Dengan
dihilangkannya frasa “kecuali putusan bebas” Pasal 244 KUHAP, maka secara
fundamental telah merobohkan sistem KUHAP, yang implikasinya akan memandulkan
banyak pasal KUHAP yang lain, padahal penghilangan tersebut tidak ada dasar
konstitusionalnya.
“Praktik bukanlah
rujukan untuk menyatakan sebuah undang-undang bertentangan dengan UUD dan
justru pengujian undang-undang seringkali dimaksudkan untuk mengoreksi praktik
yang berlaku telah sesuai dengan konstitusi, oleh karenanya tidak jarang
Mahkamah memutuskan dengan konstitusional bersyarat (conditionally
constitutional) untuk mengoreksi praktik yang tidak benar tersebut dan tidak
sebaliknya,” tandasnya.
Tidak
Dapat Diterima
Dalam sidang pleno, MK
menyatakan permohonan yang dimohonkan
Ketua STAIN Sjech M. Djamil Djambek Bukittinggi Ismail tidak dapat
diterima. “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima,” ucap Mahfud
membacakan amar Putusan Nomor 115/PUU-X/2012.
Dalam pendapat Mahkamah
yang dibacakan oleh Muhammad Alim, permohonan a quo, baik mengenai frasa
“kecuali terhadap putusan bebas” dalam Pasal 244 KUHAP yang dimohonkan
pengujian konstitusionalitasnya, dasar pengujiannya, maupun petitum yang
dimohonkan oleh Pemohon, sama persis dengan permohonan Nomor 114/PUU-X/2012
yang diputus oleh Mahkamah pada tanggal 28 Maret 2013, pukul 11.40 WIB.
Alim melanjutkan semua
pertimbangan dan amar putusan dalam putusan Mahkamah Nomor 114/PUU-X/2012,
tanggal 28 Maret 2013 mutatis mutandis menjadi pertimbangan dan putusan pula
dalam permohonan ini. “Berdasarkan Pasal 60 ayat (1) UU MK, lanjut Alim, maka
permohonan a quo harus dinyatakan ne bis in idem,” tandasnya.
Sumber:
Mahkamah Konstitusi
No comments:
Post a Comment