Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo |
JOGJAKARTA, Industri migas hingga saat ini masih menjadi
salah satu tulang punggung penerimaan negara. Tiap tahun, industri ini
menyumbang sekitar Rp 300-400 triliun sebagai penerimaan negara atau sekitar Rp
1 triliun per hari.
"Per hari, revenue dari migas Rp 1 triliun. Jadi kalau
misalnya kegiatan migas terganggu karena
demo atau lainnya, berkurangnya Rp 1 triliun per hari," ungkap
Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo pada acara Oil and Gas Intellectual Parade
yang diselenggarakan oleh UPN Jogjakarta di Hotel Sheraton Mustika Jogjakarta,
Sabtu (16/2).
Susilo menuturkan, permasalahan yang membelit industri migas
sangat banyak. Mulai dari perijinan,
tumpang tindih lahan hingga permasalahan dengan penduduk sekitar. Padahal, jika
terjadi gangguan sedikit saja pada kegiatan operasi migas, langsung berdampak
pada penerimaan negara.
Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian ESDM akan
mengaktifkan helpdesk yang berfungsi memfasilitasi atau membantu KKKS yang
mengalami permasalahan dalam melakukan kegiatan operasi migasnya.
"Kita ingin mengubah, memfasilitasi sehingga KKKS
diberi kemudahan, dibantu untuk mereka
bisa melaksanakan program-programnya. Kalau ada apa-apa, tinggal
telepon. Saya akan memanfaatkan betul beberapa helpdesk untuk perijinan di
Kementerian karena SKK Migas dan KKKS
tidak bisa sendiri (mengatasinya)," ujar Susilo.
Dirinya, lanjut Wamen, telah mengkomunikasikan helpdesk ini dengan para pejabat di instansi terkait.
Dengan demikian, jika terjadi gangguan atau hambatan, dapat segera teratasi.
Permasalahan lain yang dihadapi industri migas nasional
adalah terus menurunnya produksi minyak Indonesia secara alamiah karena
sumur-sumurnya yang sudah tua. Penurunan produksi minyak sekitar 13-15% per
tahun. Untuk menahan laju penurunan, cara yang dilakukan, antara lain enhance
oil recovery (EOR).
Susilo menjelaskan, di sisi lain, biaya EOR ini cukup besar.
Akibatnya, cost recovery yang harus dikeluarkan Pemerintah pun meningkat. Hal
ini sulit dimengerti bagi sebagian orang yang tidak memahami industri migas.
Karena itu, perlu dilakukan sosialisasi yang lebih banyak kepada masyarakat
mengenai hal tersebut.
Dia mengibaratkan, mengelola industri migas seperti biaya
pemeliharaan kesehatan orang tua. Artinya, ketika usia merangkak naik, maka
biaya kesehatan yang harus dikeluarkan jauh lebih besar dibanding ketika masih
berusia muda.
Untuk mendongkrak produksi minyak, Pemerintah juga mendorong
eksplorasi migas. Hasil eksplorasi yang dilakukan saat ini, baru dapat
dirasakan 10 tahun mendatang. Padahal, tidak semua kegiatan eksplorasi tersebut
dapat berlanjut menjadi produksi migas.
"Dari tahun 2001 hingga 2012, ada sekitar 175 kontrak kerja
sama migas baru. Namun hanya 10 KKS saja yang bisa berlanjut ke PoD (Plan of
Development). Penemuan yang terbesar hanya di Cepu. Lainnya kecil-kecil,"
kata Susilo.
Seminar ini dihadiri Dirjen Migas Kementerian ESDM A. Edy
Hermantoro, Dirut Pertamina EP Salis Aprilian, Kepala Divisi Humas SKK Migas
Elan Budiantono dan KKKS lainnya.
Sumber: Ditjen Migas
No comments:
Post a Comment