Hemat Subsidi 1 Juta
AS$/Hari dan Ramah Lingkungan
Foto
ilust: centroone.com
|
JAKARTA – Wakil Presiden
Republik Indonesia Boediono hari ini menyaksikan secara langsung Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jero Wacik menyerahkan persetujuan Amandemen Energy Sales Contract (ESC)/Joint Operating Contract (JOC)
Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi (PLTP) Sarulla 3x110 MW kepada Perusahaan
Listrik Negara (PLN) dan Pertamina Geothermal Energy (PGE). Selanjutnya,
diserahkan juga Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) dari Menteri Keuangan Agus
Martowardojo kepada konsorsium Sarulla Operations Limited (SOL).
Kepala Biro
Hukum dan Humas Kementerian ESDM, Susyanto dalam press release hari ini
(11/4/2013) menyebutkan, PLTP Sarulla adalah pembangkit listrik yang terbesar
di dalam program Percepatan Pembangunan Pembangkit Listrik 10.000 MW Tahap II,
di mana hampir 50%-nya (4952 MW) berasal dari panas bumi. Bahkan di dunia, PLTP
Sarulla adalah termasuk dalam geothermal
yang terbesar di dalam single-contract
(the world’s largest single-contract
geothermal power plant) dan akan sangat mempercepat pencapaian sasaran
elektrifikasi di Indonesia. Proyek tersebut membutuhkan investasi sekitar US$1,5
miliar yang didanai oleh partisipasi swasta – yang dipimpin oleh Medco Energi
dengan konsorsium perusahaan multinasional Itochu, Kyushu dan Ormat – yang
terdiri dari equity 20% dan pinjaman lunak dari Japan Bank for International
Corporation (JBIC) 80%, melalui skema IPP (Independent Power Producer).
Proyek yang sempat
dihentikan di tahun 1997 karena krisis ini kemudian mulai berjalan lagi sejak
tahun 2003, namun sering mengalami “bottleneck”.
Proses “debottlenecking” PLTP Sarulla
ini dikawal langsung oleh Wakil Presiden Boediono lewat Rapat Koordinasi
tentang Kelistrikan yang dilakukan berkala. Dimulai dengan renegosiasi tarif
listrik yang ditetapkan oleh Menteri ESDM, berlanjut dengan pembahasan
amandemen ESC/JOC antara konsorsium SOL dengan dua BUMN – PLN dan Pertamina –
yang dikawal oleh Menteri BUMN, hingga sampai terbitnya SJKU yang diatur oleh
Peraturan Menteri Keuangan.
Salah satu milestone
kunci dalam debottlenecking geothermal ini adalah terbitnya Peraturan Bersama
(Perber) Menteri ESDM, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN tentang status
kepemilikan aset panas bumi yang berasal dari kontrak operasi bersama (JOC).
Debottlenecking PLTP
Sarulla yang menghasilkan Perber 3 Menteri ini menjadi suatu model yang
memberikan kepastian hukum tentang aset panas bumi di dalam pengembangan
proyek-proyek lain yang melalui JOC. Wapres dalam sambutannya “mengapresiasi
kerja keras para Menteri, BUMN dan lembaga negara lainnya, yang bersama-sama
mencari solusi untuk debottlenecking proyek ini”.
Besarnya upaya
pemerintah untuk mendorong pembangunan proyek ini karena berdampak cukup
signifikan terhadap penghematan subsidi listrik. Dengan tarif listrik Sarulla
sebesar 6,79 sen AS$/Kwh, jika dibandingkan dengan biaya pokok produksi listrik
rata-rata nasional sebesar 13 sen AS$/Kwh, maka penghematan subsidi listrik
yang dihasilkan adalah 364 juta AS$ per tahun, atau sekitar 1 juta AS$ setiap
harinya saat mulai beroperasi di tahun 2016.
“Listrik dari panas bumi
bukan hanya membuat Indonesia lebih terang dengan subsidi yang lebih hemat,
tapi juga lebih green karena mengurangi emisi. Kita harus siap masuk ke dalam
era baru pertumbuhan ekonomi yang sustainable”, lanjut Wapres.
Geothermal memang
menjadi salah satu Prioritas Nasional di bidang Energi, mengingat besarnya
potensi Indonesia yang diestimasi mencapai 29.000 MW. Saat ini, Indonesia
dengan kapasitas terpasang sekitar 1.341 MW, adalah peringkat ketiga terbesar
penghasil listrik dari geothermal di dunia, setelah Amerika Serikat dan
Filipina. Dengan program 10.000 MW Tahap II yang hampir setengahnya berasal
dari geothermal, Indonesia dapat menjadi “negara super-power geothermal”
No comments:
Post a Comment