Telukharunews
– Penerimaan negara dari sektor gas bumi berpotensi bertambah sebanyak US$ 7,5
miliar atau sekitar Rp 67,5 triliun. Tambahan penerimaan tersebut berasal dari
beberapa kontrak perjanjian jual beli gas yang ditandatangani di kantor Badan
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), Jakarta, Selasa
(8/5). Penandatanganan disaksikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(ESDM), Jero Wacik dan Kepala BPMIGAS, R. Priyono.
“Untuk tahun ini saja, tambahan penerimaan negara dipastikan Rp 6 triliun (US$ 665 juta),” kata Priyono dalam sambutannya.
“Untuk tahun ini saja, tambahan penerimaan negara dipastikan Rp 6 triliun (US$ 665 juta),” kata Priyono dalam sambutannya.
Dia menjelaskan, penandatanganan perjanjian ini menjadi tonggak
awal perubahan di industri gas bumi. Ditandai dengan meningkatnya kemampuan
pasar domestik untuk membeli gas bumi dengan harga yang lebih tinggi. Terdapat
peningkatan harga gas yang cukup signifikan dibandingkan harga sebelumnya.
Dicontohkan harga gas dari lapangan Grissik, Blok Corridor dengan
operator ConocoPhillips yang dipasok ke Perusahaan Gas Negara (PGN), naik dari
US$ 1,85 per juta British thermal unit (mmBtu) menjadi US$ 5,6 per mmBtu. Dalam
kontrak menyebutkan, harga ini akan terus naik bertahap hingga menjadi US$ 6,5
per mmBtu pada 2014. Begitu pula dengan kontrak gas Pertamina EP Region
Sumatera Selatan ke PGN, yang naik dari US$ 2,2 per mmBtu menjadi US$ US$ 5,5
per mmBtu. Kedua belah pihak sepakat, harga ini akan meningkat lagi menjadi US$
6 per mmBtu pada 2013.
“Kondisi ini menunjukkan sebagian pasar domestik telah memiliki
kemampuan untuk membeli gas dengan harga keekonomian,” kata Priyono.
Dia mengungkapkan, untuk mengurangi disparitas harga gas domestik
dan ekspor, pemerintah menugaskan BPMIGAS untuk melakukan renegosiasi harga
dengan para pembeli domestik. Tujuannya, meningkatkan gairah kontraktor kontrak
kerja sama (KKS) dalam melakukan kegiatan eksplorasi dan produksi,
sekaligus dalam upaya meningkatkan penerimaan negara dari sektor gas.
Menurutnya, harga gas sebelumnya tidak mendorong peningkatan
kegiatan hulu migas di tanah air. Dalam jangka panjang, hal itu akan merugikan
Indonesia karena menyebabkan banyak lapangan gas yang tidak dikembangkan.
“Paradigma baru ini akan menjamin ketersediaan pasokan gas domestik yang
berkesinambungan di masa yang akan datang,” kata Priyono.
Kepala Divisi Humas, Sekuriti, dan Formalitas, BPMIGAS, Gde
Pradnyana menambahkan, ke depan akan semakin banyak proyek yang memproduksikan
gas dengan skala besar, seperti proyek Indonesia Deepwater Development (IDD)
dan Muara Bakau di Selat Makassar, proyek lapangan Abadi, Blok Masela, di
Maluku Tenggara Barat, pengembangan Tangguh Extension di Papua Barat, serta proyek Natuna Timur di
Kepulauan Riau. Khusus pengembangan proyek IDD, menandai dimulainya era
pengembangan gas di laut dalam dengan kedalaman lebih dari 1.000 meter di
Indonesia. Pengembangan seluruh proyek tersebut membutuhkan biaya yang tidak
sedikit mengingat lokasinya terletak di daerah frontier dan laut
dalam. Harga keekonomian gas pun dipastikan akan lebih tinggi.
“Dengan meningkatnya daya beli, produksi gas dari proyek-proyek
itu semakin terbuka untuk memenuhi pangsa pasar domestik,” kata Gde. (bpmigas)
No comments:
Post a Comment