Presiden SBY menyampaikan pidato penerimaan World Statesman Award 2013
dari AoCF di Hotel The Pierre, New York, AS, Kamis (30/5) malam. (foto:
abror/presidenri.go.id)
|
NEW YORK, Amerika Serikat- Demokrasi Indonesia tetap merupakan satu
proses yang berkelanjutan. "Kebangsaan kami terus menerus diuji. Menjaga
perdamaian, tata tertib, dan harmoni adalah sesuatu yang tidak dapat dilakukan
secara sambil lalu," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam
pidatonya pada santap malam penganugerahan World Statesman Award di Grand
Ballroom, Hotel The Pierre, New York, Amerika Serikat, Kamis (30/5) malam waktu
setempat atau Jumat (31/5) pagi WIB.
Di awal transisi demokratis Indonesia 15 tahun yang lalu, Indonesia
mengalami krisis multidimensional. “Keruntuhan ekonomi. Ketidakstabilan
politik. Kerusuhan sosial. Separatisme. Konflik komunal. Kekerasan antar-etnis.
Terorisme. Situasi sedemikian parahnya sehingga Indonesia diprediksi akan
menjadi Balkan yang baru, hancur berkeping-keping,” ujar SBY.
“Tetapi bangsa Indonesia dengan gigih menantang skenario kehancuran
tersebut. Kami menyelesaikan permasalahan satu per satu. Kami menyelesaikan
konflik separatisme di Aceh yang telah berlangsung selama 30 tahun. Kami
memperbaiki hubungan dengan Timor-Leste. Kami mengembalikan stabilitas politik.
Kami memperkuat institusi-institusi demokrasi kami. Kami memberlakukan hukum
untuk mengakhiri diskriminasi di Indonesia,” SBY menjelaskan.
Ekonomi Indonesia yang pernah sakit telah pulih dan menjadi ekonomi
terbesar di Asia Tenggara, dengan tingkat pertumbuhan tercepat kedua di Asia
setelah Tiongkok. “Dan masyarakat madani yang berkembang menjadi sandaran
demokrasi kami. Indonesia pun kemudian sering disebut sebagai salah satu kisah
transformasi yang paling berhasil di Abad ke-21,” lanjutnya.
Namun hingga saat ini Indonesia masih tetap menghadapi sejumlah
tantangan. “Kantung-kantung intoleransi tetap ada. Konflik komunal terkadang
masih mudah tersulut. Sensitivitas keagamaan kadangkala menimbulkan
perselisihan, dimana kelompok-kelompok masyarakat mengambil tindakan secara
sepihak. Riak radikalisme masih tetap ada. Hal ini, saya yakini, bukan
merupakan permasalahan yang hanya dihadapi oleh Indonesia, tetapi merupakan
fenomena global,” terang SBY.
“Sejatinya, masih banyak pekerjaan yang harus kami lakukan. Kami harus
terus memajukan transformasi Indonesia seraya mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut. Bersamaan dengan kemajuan ke depan kami,
kami tidak akan mentolerir setiap bentuk kekerasan yang dilakukan oleh kelompok
manapun dengan mengatasnamakan agama. Kami tidak akan membiarkan penodaan
tempat-tempat ibadah agama manapun atas alasan apapun. Kami akan selalu
melindungi kaum minoritas dan memastikan tidak ada yang terdiskriminasi. Kami
akan memastikan bahwa mereka yang melanggar hak-hak orang lain akan diganjar
hukuman yang setimpal,” seru Presiden SBY.
Indonesia akan melakukan berdasarkan kemampuan untuk memastikan bangsa
Indonesia yang terdiri atas ratusan kelompok etnis, serta semua umat
beragama—Muslim, Kristiani, Hindu, Budha, Konghucu, dan kepercayaan
lainnya—dapat hidup berdampingan dalam kebebasan dan persaudaraan,” kata SBY.
“Indonesia akan senantiasa menjadi negara dimana terdapat rumah tempat
ibadah yang berlimpah. Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 255.000 mesjid.
Kami juga memiliki lebih dari 13.000 pura Hindu, sekitar 2.000 kuil Budha, dan
lebih dari 1.300 kuil Konghucu. Dan—hal ini mungkin akan mengejutkan bagi
anda—kami memiliki lebih dari 61.000 gereja di Indonesia, lebih banyak
dibandingkan di Inggris Raya atau Jerman. Dan banyak dari tempat-tempat ibadah
ini dapat ditemui di sepanjang jalan yang sama. Di lingkungan eksternal,
Indonesia juga akan terus menjadi kekuatan bagi perdamaian dan kemajuan,” jelas
Presiden SBY.
Twitter: @websitepresiden
Sumber: www.presidenri.go.id
No comments:
Post a Comment