Salah satu pengunjung bersyukur ketika
mendengarkan hasil sidang putusan pengujian UU Perkoperasian, Rabu (28/5) di
Ruang Sidang Pleno Gedung MK. (Foto Humas/Ganie).
|
JAKARTA, Telukharunews.com - Mahkamah
Konstitusi memutuskan menyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak
mengikat seluruh isi Undang-Undang No. 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian (UU
Koperasi). Demikian disampaikan Ketua Pleno Hamdan Zoelva yang didampingi para
hakim konstitusi lainnya, dalam sidang pengucapan putusan uji materi UU
Perkoperasian—Perkara No. 28/PUU-XI/2013, Rabu (28/5) pagi.
“Amar putusan, mengabulkan permohonan
Pemohon III, Pemohon V, Pemohon VI, Pemohon VII, dan Pemohon VIII,” ujar Hamdan
Zoelva. Pemohon III adalah Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati),
Pemohon V adalah Pusat Koperasi BUEKA Assakinah Jawa Timur, Pemohon adalah VI
adalah Gabungan Koperasi Susu Indonesia,
Pemohon VII adalah Agung Haryono (Anggota Koperasi Pegawai Republik Indonesia
Universitas Negeri Malang) dan Pemohon VIII adalah Mulyono, pensiun pegawai
Telkom di Bojonegoro.
Menurut Mahkamah, membatasi jenis
kegiatan usaha koperasi hanya empat jenis telah memasung kreativitas koperasi
untuk menentukan sendiri jenis kegiatan usaha. Seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, budaya, dan ekonomi, berkembang pula jenis kegiatan
usaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomis manusia. Ketentuan tersebut tidak
sesuai dengan aspek empirik dari kegiatan usaha koperasi yang telah berjalan.
Artinya, dengan ketentuan tersebut koperasi harus menutup kegiatan usaha yang
lain dan harus memilih satu jenis saja kegiatan usahanya.
Mahkamah melanjutkan, banyak koperasi
serba usaha (multi purpose cooperative) justru berhasil. Apalagi untuk koperasi
berskala kecil, tidak mungkin mendirikan koperasi hanya dengan satu jenis usaha
tertentu, melainkan harus merupakan koperasi serba usaha, baik karena
keterbatasan modal, pengurus, anggota, dan jaringan. Oleh karena itu, jika
pembatasan jenis usaha koperasi diberlakukan, hal ini dapat mengancam
fleksibilitas usaha dan pengembangan usaha koperasi.
Menurut Mahkamah, membatasi jenis usaha
koperasi dengan menentukan satu jenis usaha koperasi (single purpose
cooperative) bertentangan dengan hakikat koperasi sebagai suatu organisasi
kolektif dengan tujuan memenuhi keperluan hidup untuk mencapai kesejahteraan
anggota. Koperasi sebagai usaha bersama, seharusnya diberi keleluasaan berusaha
tanpa membatasi satu jenis tertentu. Hal tersebut bukanlah berarti tidak boleh
mendirikan suatu koperasi dengan satu jenis usaha tertentu, melainkan sangat
tergantung pada kehendak para anggota sesuai kebutuhan yang dihadapinya.
Hal ini pun berlaku pada Perseroan
Terbatas (PT), yang dalam UU PT tidak membatasi jenis usaha setiap satu PT harus
satu jenis usaha. Lagipula, salah satu fungsi koperasi adalah merasionalisasi
ekonomi dengan memendekkan jalur perekonomian sehingga dapat mensejahterakan
anggotanya. Fungsi ini tidak akan dapat tercapai jika ada pembatasan jenis
usaha. Dengan demikian dalil para Pemohon beralasan menurut hukum.
Selain itu, menurut Mahkamah, filosofi
UU Koperasi ternyata tidak sesuai dengan hakikat susunan perekonomian sebagai
usaha bersama dan berdasarkan asas kekeluargaan yang termuat dalam Pasal 33
ayat (1) UUD 1945. Di sisi lain koperasi menjadi sama dan tidak berbeda dengan
PT, sehingga hal demikian telah menjadikan koperasi kehilangan ruh
konstitusionalnya sebagai entitas pelaku ekonomi khas bagi bangsa yang
berfilosofi gotong royong.
Sementara itu, salah seorang Pemohon
bernama Wigati Ningsih, menyatakan kegembiraannya dengan putusan MK terhadap
uji materi UU Perkoperasian tersebut.
“Ada beberapa permasalahan dari UU No.
17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian. Bahwa koperasi itu disamakan dengan PT.
Termasuk juga permodalan, penyertaan permodalan dari luar. Dengan adanya
permodalan dari luar, tidak lagi keuntungan koperasi jadi milik semua anggota,
tetapi menjadi milik pemodal,” jelas Wigati. (MK)
No comments:
Post a Comment