Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri. Foto Biro Humas Kemnaker |
JAKARTA, Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri menerbitkan Peraturan
Menteri Ketenagakerjaan No. 6/2016 tentang Tunjangan Hari Raya (THR) Keagamaan
Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang diundangkan mulai 8 Maret 2016.
Permenaker yang merupakan salah satu peraturan turunan dari Peraturan
Pemerintah No. 78/2015 tentang Pengupahan ini, secara resmi menggantikan
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER.04/MEN/1994 tentang Tunjangan Hari Raya
Keagamaan bagi Pekerja di Perusahaan.
“Dalam peraturan baru, pekerja dengan masa kerja minimal satu bulan
kini berhak mendapatkan Tunjangan Hari Raya (THR) yang besarannya dihitung
secara proporsional dengan masa kerja,” kata Menaker Hanif mengutip isi pasal 2
ayat 1 Permenaker No. 6/2016 di kantor Kemnaker, Jakarta pada Kamis (31/1).
Menaker Hanif mengatakan sebelumnya dalam Permenaker 4/1994, dinyatakan
pembagian THR diberikan kepada pekerja dengan masa kerja minimal 3 bulan. Namun
berdasarkan Permenaker No. 6/2016 yang
baru pekerja dengan masa kerja minimal 1 bulan berhak mendapat THR.
“Dalam peraturan yang baru, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada pekerja/buruh yang telah
mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih. Hal itu berlaku
bagi pekerja yang memilki hubungan kerja, termasuk yang bekerja berdasarkan
perjanjian kerja waktu tidak tertentu
(PKWTT) maupun perjanjian kerja
waktu tertentu, (PKWT), “ kata Hanif.
Menurut peraturan yang lama,
Ketentuan besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan tersebut
adalah bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus menerus atau
lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah. Selain itu,
disebutkan pula setiap pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 3
(tiga) bulan secara terus-menerus atau lebih maka berhak mendapatkan THR secara
proporsional.
Hanif menjelaskankan THR Keagamaan merupakan pendapatan non upah yang
wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh atau keluarganya menjelang
Hari Raya Keagamaan atau dapat ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan
pengusaha dan pekerja yang dituangkan dalam peraturan perusahaan atau
perjanjian kerja bersama (PKB).
“Pembayaran THR bagi pekerja/buruh ini wajib diberikan sekali dalam
setahun oleh perusahaan dan pembayaraannya sesuai dengan hari keagamaan
masing-masing serta dibayarkan selambat-lambatnya 7 hari sebelum Hari Raya
Keagamaan,” kata Hanif.
Sedangkan terkait besarnya THR berdasarkan peraturan THR Keagamaan
tersebut adalah, bagi pekerja/buruh yang bermasa kerja 12 bulan secara terus
menerus atau lebih maka mendapat THR sebesar satu bulan upah.
Sedangkan Pekerja/buruh yang bermasa kerja 1 bulan secara terus-menerus
tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan
secara proporsional, dengan menghitung :
jumlah masa kerja dibagi 12 (dua belas) bulan dikali satu bulan upah.
Namun, bagi perusahaan yang telah mengatur pembayaran THR keagamaan
dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan (PP), atau perjanjian kerja
Bersama (PKB) dan ternyata lebih baik
dan lebih besar dari ketentuan diatas, maka THR yang dibayarkan kepada
pekerja/buruh harus dilakukan berdasarkan pada PP atau PKB tersebut.
Dalam peraturan tersebut, diatur juga mengenai pengawasan pelaksanaan
pembayaran THR yang dilakukan oleh pengawas ketenagakerjaan serta adanya sanksi
berupa denda dan sanksi admisnistratif terhadap pengusaha dan perusahaan yang
melakukan pelanggaran.
Menaker Hanif meminta para pengusaha agar segera penerapkan peraturan
yang mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dan diundangkan yaitu 8 Maret 2016.
“Pihak Kemnaker sudah mulai melakukan sosialisasi mengenai peraturan
THR ini dengan melibatkan lembaga kerjasama (LKS) tripartit yang didalamnya
sudah termasuk asosisasi pengusaha Apindo, serikat pekerja/serikat buruh dan
perwakilan pemerintah. Jadi kami harap aturan ini dapat dijalankan segera,”
kata Hanif.
Sumber: Biro Humas Kemnaker
No comments:
Post a Comment