Oleh : Freddy Ilhamsyah PA
Pendahuluan
Seperti diketahui bahwa kegiatan penajakan/pemboran sumur minyak bumi (crude oil) dilakukan bukan hanya di daratan saja, tapi juga di perairan lepas pantai yang tentunya berpeluang besar/rawan terjadi tumpahan minyak secara tidak sengaja yang berasal dari kegiatan operasional di lepas pantai (offshore), termasuk kebocoran pipa transmisi (loading line), floating hose ketika melakukan mooring (pengapalan minyak mentah) di Single Bouy Mooring/Single Point Mooring di lepas pantai termasuk blow-out.
Sementara untuk yang di darat juga dapat mencemari alur paluh dan perairan di luarnya seperti teluk dan laut baik yang disebabkan oleh bocornya pipa jalur transmisi/loading line maupun akibat terjadi tumpahan minyak dari tangki penimbunan minyak mentah (crude oil) seperti yang sudah terjadi dua kali di Pertamina EP Pangkalansusu.
Apabila telah terjadi kasus semacam itu, maka untuk menanggulangi tumpahan minyak di laut (response to marine oil spill) supaya tidak melebar biasanya dilakukan dengan menggelar oil boom (rangkaian pelampung khusus) untuk melokalisir/mengurung/membatasi atau menggiring tumpahan minyak di perairan.
Setelah minyak berhasil dilokalisir, maka untuk mengambil kembali (recovery) tumpahan minyak yang berjumlah besar dilakukan dengan peralatan Oil Skimmer yang berperang untuk mengambil/menyerok atau mengisap minyak dari perairan dengan membedakan karaktreristik berat jenis air dan minyak untuk kemudian memompakannya ke tempat penampungan/penyimpanan sementara di lokasi operasi Penanggulangan Tumpahan Minyak dengan mempergunakan Containment Bag/Pollutank/Floating Tank ada yang berbentuk capsule/ellipse, pillow, dinghy dan drum. Apabila jumlah tumpahan minyak sudah berkurang atau sedikit, maka peran pembersihannya digantikan dengan memakai bahan penyerap yang disebut Oil Sorbent. Selain itu juga digunakan bahan pengurai, yaitu oil dispersant yang akan dibahas sesuai judul tulisan ini.
Penanggulangan Tumpahan Minyak
Di dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut terdapat empat langkah utama yang perlu menjadi perhatian untuk para pihak terkait yaitu :
1. Pembersihan tumpahan secara alamiah (nature degradation).
2. Pelingkupan dan pengambilan minyak secara mekanis (oil containment & recovery).
3. Penggunaan dispersant untuk membantu penguraian minyak secara alamiah (oil dispersant).
4. Pembersihan daerah pesisir pantai (shoreline clean-up).
Pendekatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan laut. Pengunaan dispersant secara benar dan efektif yang ditunjang oleh sumber daya manusia yang terlatih akan dapat memberikan hasil yang diharapkan dalam usaha penanggulangan tumpahan minyak.
Dalam tulisan ini penulis mencoba memaparkan secara umum, kapan dan dimana dispersant dapat digunakan. Sebab menurut pengamatan penulis sejak belasan tahun lalu ternyata penggunaan oil dispersant yang pernah dilakukan oleh pihak Pertamina EP Pangkalansusu tidak sesuai dengan prosedur dan ketentuan yang berlaku untuk mengatasi/penanggulangan tumpahan minyak mentah (crude oil) dalam beberapa kasus.
Faktor yang harus diperhatikan
Dalam suatu kejadian tumpahan minyak biasanya sebelum menentukan langkah penanggulangan yang akan diambil ada beberapa hal yang perlu jadi perhatian kita adalah : Lokasi tumpahan, Jarak tumpahan ke pesisir pantai, Sensitif area, Besarnya jumlah tumpahan, Kondisi angina, Temperatur, Ombak, Jenis peralatan penanggulangan tumpahan minyak yang tersedia (seperti oil boom, absorbent/oil skimmer dll), dan Sumber daya manusia yang tersedia serta terlatih. Hal ini sangat penting untuk jadi perhatian kita dalam hal menentukan suatu keberhasilan dan efektifnya usaha penanggulangan tumpahan minyak di perairan laut.
Penggunaan dispersant merupakan salahsatu pendekatan yang sering dilakukan di dalam penanggulangan tumpahan minyak di perairan laut. Adapun manfaat dari penggunaan dispersant adalah bertujuan untuk :
1. Membantu penguraian minyak secara alamiah dengan memanfaatkan bahan kimia “surfactant.”
2. Mengurangi jumlah minyak yang diperkirakan dapat memberi dampak terhadap lingkungan laut, terutama daerah pesisir pantai dan daerah sensitif lainnya.
3. Mencegah terbentuknya emulsi minyak yang bersifat persisten.
4. Mengurangi bahaya kebakaran karena minyak (hydrokarbon) berifat mudah terbakar (volatile).
5. Meningkatkan angka biodegradasi minyak.
Manfaat yang disebut di atas dapat berlangsung, karena adanya bantuan “surfactant” (surface active agent) yang terdapat di dalam dispersant, surfactant ini memiliki kemampuan untuk menguraikan minyak menjadi butiran-butiran kecil, yaitu dengan cara menurunkan tekanan interfasial antara minyak dan air. Proses ini mungkin terjadi karena molekul surfactant mengandung dua sisi yang masing-masing memiliki sifat hydrophilic (suka air) dan oleophilic (suka minyak). Oleh karena itu bila kita tebarkan surfactant (dispersant) pada tumpahan minyak, tumpahan itu akan segera terurai dan membentuk butiran kecil yang mudah dilarutkan oleh air. Umumnya semakin kecil ukuran butiran minyak akan semakin besar kemungkinan minyak larut dalam air.
Faktor yang mempengaruhi proses penguraian (dispersion)
Dra. Elviera T.Putri M.Sc dalam tulisannya berjudul “Dimana dan Bilamana Oil Dispersant Digunakan?” terbit di majalah Warta Pertamina edisi no.4/XXX/1994 halaman 4 menyebutkan, faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya proses penguraian minyak (oil dispersion) adalah :
a. Berat jenis, Spesifik gravity, kekentalan (viscosity), dan daya racun (toxin) minyak.
b. Kondisi lingkungan, antara lain salinitas air, temperatur, cuaca (penguapan, emulsifikasi, biodegradasi dan lain-lain).
Jenis-Jenis Dispersant
Dispersant dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan bahan pelarut yang digunakan yaitu :
1. Dispersant dengan bahan dasar air (water-based dispersant), umumnya dispersant jenis ini kurang efektif dan tidak direkomendasikan penggunaannya. Bahan dasar air yang digunakan adalah air tawar (frest water) bukan air laut (sea water).
2. Dispersant dengan bahan dasar alkohol atau pelarut glycol-ether. Dispersant jenis ini memiliki keefektivan yang tinggi dan paling banyak digunakan.
3. Dispersant dengan bahan dasar pelarut hidrokarbon atau konvensional. Dispersant jenis ini mengandung 10 sampai 25 persen surfactant, tidak dapat menggunakan pelarut air karena akan menurunkan efektivitasnya.
Di mana dan kapan Dispersant dapat digunakan ?
Dispersant umumnya digunakan di perairan laut yang cukup dalam dan memiliki turbelensi yang tinggi. Dispersant tidak direkomendasikan penggunaannya di perairan yang dangkal dan dekat dengan daratan (teluk, muara, dan lain lain), karena turbelensinya rendah. Di beberapa Negara pengunaan dispersant di perairan dengan kedalaman kurang dari 10 meter tidak diperbolehkan.
Untuk lebih mengetahui di mana dan kapan dispersant dapat digunakan, kita lihat pada penjelasan sebagai berikut :
A. Dispersant dapat digunakan apabila :
o Tumpahan minyak bergerak menuju ke daratan dan ditunjang oleh perangkat serta metoda pengawasan yang memadai, untuk meminimisasi dampak terhadap lingkungan.
o Upaya pembersihan secara fisik/mekanik kurang memadai.
o Cuaca/kondisi laut tidak memungkinkan untuk menggunakan alat-alat penanggulangan tumpahan dalam usaha pembersihan tumpahan minyak.
B. Bila dan di mana dispersant tidak digunakan :
o Di perairan yang dangkal dengan sirkulasi air yang buruk seperti di daerah teluk, muara dan lain-lain.
o Di perairan tawar yang merupakan sumber air minum, seperti sungai, danau dan lain-lain.
o Di perairan payau yang digunakan sebagai sumber air pendingin dengan sistem “once through.”
o Untuk minyak berat pada temperature air laut kurang dari 100°F.
o Digunakan langsung di atas terumbu karang (coral reefs).
o Di daerah sekitar hamparan rumput laut (sea grass).
Penggunaan dispersant dapat meminimisasi jumlah tumpahan minyak yang bergerak ke arah habitat pesisir pantai (mangrove, salt marshes, estuaries, dan lain-lain), juga akan mengurangi sifat adhesi (melekat) minyak. Untuk itulah dispersant hendaknya digunakan pada tumpahan minyak masih jauh dari pesisir pantai (daratan).
Kesimpulan
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan dispersant dalam usaha penanggulangan tumpahan minyak memiliki nilai positif dan negatif. Nilai positif dari penggunaan dispersant adalah respon yang cepat, menghilangkan pencemaran pantai dan bahaya kebakaran, lebih murah dari pada penanggulangan secara fisik/mekanik, mengurangi jumlah burung yang tercemar, mencegah terbentuknya “chocolate mousse”. Selain itu juga dapat menanggulangi tumpahan minyak dalam kondisi cuaca dan laut yang cukup bervariasi jika dibandingkan dengan metoda penanggulangan tumpahan minyak lainnya. Dengan pemberian dispersant maka akan dapat mengurangi dampak terhadap lingkungan laut terutama daerah sensitif, disamping proses biodegradasi minyak dapat ditingkatkan.
Menurut data Oil Spill IMO yang ada pada penulis terkait dengan upaya penanggulangan tumpahan minyak di laut disebutkan bahwa disamping nilai positif di atas juga ada nilai negatifnya dalam penggunaan dispersant, yaitu minyak tetap berada di dalam air, tetapi sudah terdispersi. Dapat mengganggu ekosistem laut dan gangguan-gangguan lainnya, dan dispersant tidak dapat digunakan di perairan dangkal.
Yang jelas, tidak semua dispersant efektif digunakan untuk semua jenis minyak dan semua kondisi, dispersant juga tidak boleh digunakan di perairan tawar karena akan bersifat racun terhadap lingkungan setempat. Dispersant juga bukan merupakan cara terbaik dalam menanggulangi tumpahan minyak apabila cara penanggulangan secara mekanik (oil boom, oil skimmer, pemakaian absorbent) masih dapat dilakukan. Untuk diketahui bahwa penggunaan jenis dispersant di Indonesia hanya boleh jika telah diijinkan oleh DMGB/Pertambangan, di laut perlu juga rekomendasi dari pihak Perhubungan Laut.
Oleh sebab itu di dalam menetapkan kebijaksanaan dalam usaha penanggulangan tumpahan minyak beberapa faktor sebaiknya dievaluasi ulang guna penentuan cara penanggulangan yang efektif dan tidak bertentangan dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.
Satu hal yang perlu menjadi perhatian khusus bagi para pihak terkait yaitu bahwa :
1. Dampak tumpahan minyak bumi yang mencemari pantai sangat membahayakan bagi kehidupan manusia, ekologi sumber daya seperti burung, mamalia laut, ekosistem laut, ekosistem garis pantai dan ekosisten kelautan seperti plankton, alga, kerugian dan kerusakan fasilitas serta citra perusahaan yang buruk apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.
2. Limbah minyak bumi adalah masuk dalam kategori bahan beracun dan berbahaya oleh karenanya harus ditangani sesuai dengan persyaratan yang berlaku (Kepmen-LH No.128 Tahun 2003 tentang Tata cara dan persyaratan teknis pengolahan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak bumi).
3. Untuk melakukan landfil pengelola harus melaporkan rencana kegiatan tersebut ke KLH sebelum pelaksanaan dimulai.
4. Untuk membersihkan pantai dari tumpahan minyak bumi dapat menggunakan metoda sesuai dengan situasi dan kondisi pantai.
Penutup
Mengakhiri tulisan ini penulis coba mengingatkan kembali ingatan para pihak terkait bahwa ketika Pertamina Health Savety & Environment Training Center Sungai Gerong menggelar pelatihan IMO Level I beberapa tahun lalu, sebelum praktek lapangan (drill) di wilayah perairan Pelabuhan Khusus Pangkalansusu dimulai, maka teori pelaksanaannya terlebih dahulu dipaparkan melalui beberapa slide pdf diantaranya berjudul “Dispersant” di slide no.11 judul “Dimana Oil Dispersant Tidak Digunakan ?” yang berisikan 8 point larangan penggunaan Oil Dispersant sebagai berikut (slide no.11) :
1. Perairan yang dangkal dengan sirkulasi air yang buruk seperti di daerah teluk*, muara, dll.
2. Di perairan tawar yang merupakan sumber air minum (sungai, danau).
3. Di perairan payau yang digunakan sebagai sumber air untuk proses desalinasi dan air pendingin.
4. Untuk minyak berat pada temperatur air laut < 100 F.
5. Digunakan langsung di atas terumbu karang (coral reefs).
6. Di daerah sekitar hamparan rumput laut (sea grass).
7. Penggunaan dispersant dapat meminimasi jumlah tumpahan minyak yang bergerak ke arah habitat pesisir pantai (mangrove, sea grass dan lain-lain), juga akan mengurangi sifat adhesi (melekat) minyak.
8. Dispersant hendaknya digunakan pada tumpahan minyak saat tumpahan minyak jauh dari pesisir pantai (daratan).
Namun dalam prakteknya, ketika dilakukan drill (praktek lapangan) hal di atas diduga telah dilanggar oleh pihak penyelenggara.
[caption id="attachment_853" align="alignleft" width="600"] Tampak secara kasat mata bahwa peserta pelatihan dalam peragaan ketika melaksanakan penyemprotan dispersant telah bertentangan dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.[/caption]
Penulis tidak tahu persis bahan apa yang disemprotkan oleh peserta pelatihan yang memakai Hand Lances Sprayer Set dari atas speedboat (seperti terlihat di gambar), tetapi petugas peserta pelatihan tidak memakai Alat Keselamatan Kerja Perorangan (AKKP) seperti Masker (lihat gambar terlampir) padahal ketentuannya sudah diterangkan dalam slide no.4 dan no.5 dari slide pdf berjudul “Dispersing.”
Semoga rangkum tulisan dari berbagai sumber yang telah disebutkan dalam tulisan ini dapat mengingatkan kembali ingatan para pihak terkait mengenai tatacara penggunaan oil dispersant yang baik dan benar sesuai peruntukannya. ***
Pak Ilham terimakasih telah berbagi ilmu, insya Allah bermanfaat buat riset saya. Jzkllh!
ReplyDeleteSama-sama Syafrizal.
ReplyDeletePak Ilham, tentang aturan berapa kedalaman air yang dibolehkan untuk aplikasi dispersant? Selama ini yang saya tahu dar beberapa sumber/artikel adalah 10 meter. Adakah aturan resmi dari pemerintah yang tertuang dalam Permen misalnya yang mengatur tentang kedalaman air?
ReplyDeleteKepada sdra. Armanto - Chevron
ReplyDeleteSeperti yang sudah saya jelaskan bahwa Dispersant umumnya digunakan di perairan laut yang cukup dalam dan memiliki turbelensi yang tinggi. Dispersant tidak direkomendasikan penggunaannya di perairan yang dangkal dan dekat dengan daratan (teluk, muara, dan lain lain), karena turbelensinya rendah. Di beberapa Negara pengunaan dispersant di perairan dengan kedalaman kurang dari 10 meter tidak diperbolehkan.
Sementara mengenai aturan resmi dari pemerintah/permen saya kurang tau. Soalnya setelah beberapa kali saya ikut pelatihan/meliput kegiatan pelatihan penanggulangan tumpahan minyak di perairan/laut. Tidak ada penjelasannya mengenai kedalaman air sekian dan sekian baru boleh menggunakan dispersant.
Namun yang pasti, Menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof. Dr. Balthasar Kamuaya, MBA dalam acara Seminar On Registration Arrangements Of Dispersant For Oil Spill Response At Sea pada tanggal 23-25 November 2011 di Hotel Kuta Paradiso Bali, “Tidak dapat dipungkiri adanya penggunaan dispersant dalam penanggulangan tumpahan minyak di laut, baik itu seperti contoh kasus kejadian tumpahan minyak di Laut Timor dan Gulf of Mexico, telah memberikan dampak kepada pelestarian lingkungan laut di masa kini dan mendatang. Dispersant yang tersusun atas zat-zat kimia surfactant yaitu oleophilic dan hydrophilic serta pelarut seperti alkohol atau glycol perlu diawasi penggunaan di perairan Indonesia sehingga hanya zat-zat yang ramah lingkungan yang boleh dipergunakan dalam operasi penanggulangan tumpahan minyak di laut.
Sedangkan menurut Vice President HSSE Corporate PT Pertamina, Joko Susilo (dalam acara yang sama) mengaku tidak berani menggunakan dispersant tanpa seizin Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi (Migas).
"Pertamina tidak akan menggunakan dispersant kalau tidak ada izin dari Ditjen Migas," tuturnya.
Demikian jawaban dan penjelasan dari saya.
Wasalam
Pak, bagus sekali infonya.
ReplyDeleteHanya menambahkan bahwa dispersant sebelum digunakan wajib mendapatkan registrasi terlebih dahulu di KLH (sekarang KLHK) karena setiap bahan kimia harus dicek dulu termasuk B3 yg boleh digunakan, terbatas digunakan, atau yg dilarang digunakan sesuai PP 74 tahun 2001 tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun.Kalau dispersant itu sudah dianggap KLH ok maka akan diterbitkan sertifikat registrasinya.
bisanya yang meminta registrasinya adalah bukan oil companynya, melainkan vendor supplier chemicalnya. Tks
Betul sekali pak Dzulham. Hanya saja saya kurang tau apakah pihak PT Pertamina EP Pangkalansusu Field ada menerapkan cara itu atau tidak.
ReplyDeleteMaaf,, mohon di jawab,, apakah diperbolehkan menggunakan oil dispersant di daratan dalam penanganan tumpahan minyak .. beberapa kasus yg sy temui di lapangan penggunaan dispersant biasa digunakan untuk menyemprotkan tanah atau aspal yg terkontaminasi..
ReplyDelete