Yogyakarta (Telukharunews) –
Undang-undang (UU) Nomor 22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi (migas)
masih perlu disempurnakan untuk perbaikan tata kelola industri hulu migas.
Meski demikian, ketimbang UU Nomor 8 Tahun 1971 mengenai Pertamina, UU Migas
terbaru telah jauh lebih baik.
Hal ini diungkapkan Kepala Badan
Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS), R. Priyono saat menjadi
pembicara dalam Seminar Nasional “Benarkah UU Migas Menjawab Persoalan Bangsa?”
di Yogyakarta, akhir pekan lalu.
Dia menjelaskan, tahun 2001 pemerintah
merubah UU Migas untuk memisahkan fungsi bisnis dan pemerintah yang sebelumnya
berada di tangan Pertamina. Tujuannya, agar badan usaha milik negara (BUMN)
lebih berkembang, industri hulu migas lebih tertata. Untuk pengawasan kegiatan
usaha hulu diserahkan ke BPMIGAS, pengawasan kegiatan hilir diserahkan ke
BPHMigas, sementara Pertamina fokus sebagai operator.
Hasilnya dapat dilihat dari beberapa
parameter. Pertama, setelah masa UU Migas, trend penurunan produksi minyak
dapat ditekan sebesar 3-5 persen, karena dilakukan berbagai usaha terkait
pengelolaan reservoir yang lebih baik. Semisal, penerapan teknoligi enhanced oil recovery (EOR). “Diharapkan pada tahun 2014
produksi minyak dapat dinaikkan kembali,” katanya.
Kedua, peningkatan produksi gas sejak
tahun 2003. Seiring dengan peningkatan kebutuhan dalam negeri, gas untuk
domestik meningkat sebanyak 200 persen dalam lima tahun terakhir. Bahkan pada
tahun 2012, gas mulai digunakan untuk mendukung transportasi, yaitu sebagai
bahan bakar BBG. “Ke depan, komitmen penjualan LNG ke luar negeri akan semakin
dikurangi, agar pasokan kepada konsumen domestik dapat semakin ditingkatkan,”
kata Priyono.
Indikator lain, seperti biaya operasi
Indonesia lebih rendah dari rata-rata dunia, realisasi penerimaan negaraselalu di atas target, serta
realisasi investasi yang semakin meningkat. Tidak hanya
itu, aset hulu migas milik Pemerintah meningkat, jumlah wilayah kerja (WK)
Produksi bertambah, dan tingkat kandungan dalam negeri (TDKN) yang semakin
meningkat.
“BPMIGAS juga melakukan perbaikan ke dalam, sehingga proses persetujuan dapat
dipercepat,” kata Priyono. Dicontohkan, pada tahun 2012, rencana pengembangan
lapangan (plan of development/POD) rata-rata dapat
diselesaikan 23 hari kerja dari target 31 hari. Hasilnya, sepanjang tahun 2012
telah disetujui tiga POD, lima plan of future development (POFD), dan lima put on production (POP) lebih cepat dari waktu yang
ditetapkan.
Meski demikian, setelah satu dasawarsa
diterbitkan, UU Migas perlu penyempurnaan untuk perbaikan di sektor hulu migas.
Menurut Priyono, usulan perbaikan telah dikirimkan kepada DPR sejak awal tahun
2012. Lima pilar perbaikan, adalah memperbaiki sistem tata kelola dengan
penguatan kelembagaan dan memperjelas peran masing-masing stakeholder.
Kemudian, meningkatkan penerimaan dan
partisipasi daerah, pengaturan kekhususan industri hulu migas untuk rezim
fiskal dan perijinan, serta mengedepankan peran perusahaan migas milik Negara
dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi. “Kami juga mengusulkan pengaturan Petroleum Fund,” katanya. (bpmigas)
No comments:
Post a Comment