Sunday, 29 December 2013

Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Pada Pesawat Udara


Ilustrasi (foto indovasi.or.id)



JAKARTA, (Telukharunews.com) - Direktur Jenderal Energi Baru dan  Energi Terbarukan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Rida Mulyana dan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, Herry Bakti, hari ini, Jumat (27/12) menandatangani Kesepakatan Bersama tentang Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Pada Pesawat Udara (Aviation Biofuel) dan Energi Terbarukan (Renewable Energy) Secara Berkelanjutan Pada Bandar Udara.  Penandatanganan yang bertempat di kantor Kementerian Perhubungan  Penandatanganan ini disaksikan langsung oleh Menteri ESDM, Jero Wacik dan Menteri Perhubungan Evert Erenst Mangindaan.

Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian ESDM, Saleh Abdurrahman dalam Siaran Pers No.62/PUSKOM KESDM/2013, Jum’at 27 Desember 2013 menyebutkan, dalam acara penandatanganan itu hadir Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Direktur Utama PT Garuda Indonesia, Tbk, perwakilan dari Kementerian ESDM, Kementerian Perhubungan, Bappenas, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Keuangan, Kementerian Pertanian, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Indonesia National Air Carriers Association (INACA), Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI), perusahaan-perusahaan pengelola bandara, serta maskapai-maskapai penerbangan nasional lainnya.

Menurut Saleh, ruang lingkup kesepakatan bersama ini meliputi koordinasi dengan instansi terkait, pelaksanaan penelitian, pengembangan, uji coba, dan persiapan sertifikasi, penyiapan regulasi terkait, sosialisasi, serta pengawasan penggunaan Aviation Biofuel pada pesawat udara dan energy terbarukan secara berkelanjutan pada bandar udara.

Pemanfaatan energi baru terbarukan masih sangat kecil yaitu hanya sebesar 5% dari total bauran energi nasional, kendati potensi energi terbarukan sangat besar dan tersedia di seluruh indonesia. Saat ini Indonesia memiliki potensi bahan bakar nabati terbesar kedua setelah Brasil. Pemanfaatan bahan bakar nabati sebagai pengganti bahan bakar minyak  akan dapat mengurangi konsumsi energi fosil, meningkatkan ketahanan energi nasional sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kebutuhan avtur PT Pertamina (Persero) pada tahun 2016 (target implementasi bioavtur) dirproyeksikan sebesar 4,8 juta kL, sedangkan pada tahun 2020 sebesar 5,8 juta kL, sehingga diperlukan bioavtur sebesar 95 ribu kl (pemanfaatan 2%) pada tahun  2016 dan 175 ribu kL (pemanfaatan 3%) pada tahun 2017.  Indonesia berpotensi menjadi hub lalu lintas udara internasional apabila dapat memanfaatkan sumber bahan baku yang dimiliki untuk menyediakan bioavtur, tidak saja untuk keperluan domestik tetapi juga penerbangan internasional.

Saat ini isu penggunaan energi fosil yang tidak ramah lingkungan dan isu perubahan iklim menjadi perhatian bersama. Pemerintah indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca pada tahun 2020 sebesar 26 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan dukungan internasional. Oleh karena itu peningkatan pemanfaatan energi terbarukan yang dikategorikan sebagai energi bersih harus dioptimalkan.

Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konseravasi Energi dan Kementerian Perhubungan melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, bersama seluruh pemangku kepentingan akan senantiasa berperan aktif secara sinergis, konsisten, dan maksimal dalam upaya “Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati pada Pesawat Udara (Aviation Biofuel) dan Energi Terbarukan (Renewable Energy) secara Berkelanjutan pada Bandar Udara” (fi)

No comments:

Post a Comment