Kapal Tanker LPG "Gas Arjuna" saat masuk ke perairan Teluk Aru. |
JAKARTA – PT Pertamina (Persero) memutuskan untuk menaikkan harga
Elpiji non subsidi kemasan 12kg menyusul tingginya harga pokok LPG di pasar dan
turunnya nilai tukar rupiah yang menyebabkan kerugian perusahaan semakin besar.
Dengan konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12kg tahun 2013 yang
mencapai 977.000 ton, di sisi lain harga pokok perolehan Elpiji rata-rata
meningkat menjadi US$873, serta nilai tukar rupiah yang melemah terhadap dolar,
maka kerugian Pertamina sepanjang tahun ini diperkirakan mencapai lebih dari
Rp5,7 triliun. Kerugian tersebut timbul sebagai akibat dari harga jual Elpiji
non subsidi 12kg yang masih jauh di bawah harga pokok perolehan.
Harga yang berlaku saat ini merupakan harga yang ditetapkan pada
Oktober 2009 yaitu Rp5.850 per kg, sedangkan harga pokok perolehan kini telah
mencapai Rp10.785 per kg. Dengan kondisi ini maka Pertamina selama ini telah
"jual rugi" dan menanggung selisihnya sehingga akumulasi nilai
kerugian mencapai Rp22 triliun dalam 6 tahun terakhir. “Kondisi ini tentunya tidak sehat secara
korporasi karena tidak mendukung Pertamina dalam menjamin keberlangsungan
pasokan elpiji kepada masyarakat," tutur Vice President Corporate
Communication Pertamina Ali Mundakir.
“Untuk itu, terhitung mulai tanggal 1 Januari 2014 pukul 00.00
Pertamina memberlakukan harga baru Elpiji non subsidi kemasan 12kg secara
serentak di seluruh Indonesia dengan rata-rata kenaikan di tingkat konsumen
sebesar Rp3.959 per kg. Besaran kenaikan ditingkat konsumen akan bervariasi
berdasarkan jarak SPBBE ke titik serah (supply point). Dengan kenaikan inipun,
Pertamina masih "jual rugi" kepada konsumen Elpiji non subsidi
kemasan 12kg sebesar Rp 2.100,-/kg.”
Keputusan ini merupakan tindak lanjut atas rekomendasi Badan Pemeriksa
Keuangan RI dalam laporan hasil pemeriksaan pada bulan Februari 2013, di mana
Pertamina menanggung kerugian atas bisnis Elpiji non subsidi selama tahun 2011
s.d. Oktober 2012 sebesar Rp7,73 triliun, yang hal itu dapat dianggap
menyebabkan kerugian negara. Selain itu, sesuai dengan Permen ESDM No. 26 Tahun
2009 tentang Penyediaan dan Pendistribusian Liquefied Petroleum Gas pasal 25,
maka Pertamina telah melaporkan kebijakan perubahan harga ini kepada Menteri
ESDM.
Dengan pola konsumsi Elpiji non subsidi kemasan 12kg di masyarakat yang
umumnya dapat digunakan untuk 1 hingga 1,5 bulan, kenaikan harga tersebut akan
memberikan dampak tambahan pengeluaran sampai dengan Rp. 47.000 per bulan atau
Rp.1.566 per hari. Kondisi ini diyakini tidak akan banyak berpengaruh pada daya
beli masyarakat mengingat konsumen Elpiji non subsidi kemasan 12kg adalah
kalangan mampu. Untuk masyarakat konsumen ekonomi lemah dan usaha mikro,
Pemerintah telah menyediakan LPG 3 kg bersubsidi yang harganya lebih murah.
Terkait dengan kekhawatiran kenaikan harga Elpiji non subsidi kemasan
12kg akan memicu migrasi konsumen ke LPG 3kg,
Ali mengatakan Pertamina saat ini telah mengembangkan sistem monitoring
penyaluran LPG 3kg (SIMOL3K), yang diimplementasikan secara bertahap di seluruh
Indonesia mulai bulan Desember 2013. Dengan adanya sistem ini, Pertamina akan
dapat memonitor penyaluran LPG 3kg hingga level Pangkalan berdasarkan alokasi
daerahnya.
“Namun demikian, dukungan Pemerintah tetap diharapkan melalui penerapan
sistem distribusi tertutup LPG 3kg serta penerbitan ketentuan yang membatasi
jenis konsumen yang berhak untuk menggunakan LPG 3 kg,” tegas Ali.
Sumber: Pertamina.com
No comments:
Post a Comment