Ignasius Jonan. Foto Ditjen Migas |
JAKARTA, Rata-rata ICP minyak mentah Indonesia pada bulan Mei 2018
berdasarkan perhitungan formula ICP,
mencapai US$ 72,46 per barel atau
naik sebesar US$ 5,03 per barel dari bulan April 2018 yang mencapai US$
67,43 per barel.
Sementara ICP SLC mencapai US$ 73,15 per barel, naik sebesar US$ 4,76
per barel dari US$ 68,39 per barel pada bulan sebelumnya.
Peningkatan rata-rata ICP ini sejalan dengan perkembangan harga
rata-rata minyak mentah utama di pasar internasional pada bulan Mei 2018
dibandingkan bulan April 2018:
- Dated Brent naik sebesar US$ 5,13 per barel dari US$ 71,80 per barel menjadi US$ 76,93 per barel.
- - Brent (ICE) naik sebesar US$ 5,24 per barel dari US$ 71,76 per barel menjadi US$ 77,01 per barel.
- WTI (Nymex) naik sebesar US$ 3,66 per barel dari US$ 66,33 per barel menjadi US$ 69,98 per barel.
- Basket OPEC naik sebesar US$ 5,68 per barel dari US$ 68,43 per barel menjadi US$ 74,11 per barel.
Tim Harga Minyak Indonesia menyatakan, kenaikan harga minyak mentah
utama di pasar internasional disebabkan oleh beberapa faktor yaitu permintaan
minyak mentah global tahun 2018 berdasarkan :
- Laporan OPEC di bulan Mei 2018, diperkirakan mengalami kenaikan sebesar 1,65 juta barel per hari menjadi rata-rata 98,85 juta barel per hari, yang berasal dari menguatnya permintaan dari negara-negara OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) serta perbaikan permintaan dari negara-negara non-OECD (terutama wilayah Asia dan Amerika Latin).
- Laporan International Energy Agency (IEA) di bulan Mei 2018, diperkirakan mengalami peningkatan terutama pada semester pertama 2018 yang disebabkan cuaca dingin di Eropa pada awal tahun, penambahan kapasitas petrokimia baru di Amerika Serikat serta kondisi perekonomian global yang membaik.
Selain itu, komitmen yang kuat dari negara-negara produsen minyak
non-OPEC, yang dipimpin oleh Rusia, dan OPEC untuk mematuhi kesepakatan
pembatasan produksi minyak mentah (Perjanjian Wina) hingga mencapai 1,8 juta
barel per hari, sebagai upaya mengurangi
stok minyak global yang tinggi.
Faktor lainnya adalah
kekhawatiran pasar atas potensi terganggunya pasokan minyak mentah
global akibat gejolak geopolitik yang disebabkan oleh :
- Keputusan AS untuk keluar dari perjanjian pembatasan senjata nuklir yang ditandatangani pada tahun 2015 antara Iran dengan China, Perancis, Jerman, Rusia, Inggris dan AS, dan memberlakukan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran, berdampak negatif pada prospek pertumbuhan permintaan minyak mentah Iran.
- Pengenaan sanksi tambahan bagi Venezuela setelah terpilihnya kembali Presiden Nicolas Maduro yang dikecam dunia internasional sebagai otokrasi, sehingga berpotensi semakin menurunkan pasokan dan ekspor minyak mentah negara tersebut yang telah anjlok hingga sepertiga dalam dua tahun terakhir.
Terakhir, peningkatan aktifitas kilang pengolahan AS dan Asia dengan
tingkat pemanfaatan mencapai 90% dari kapasitas kilang.
Untuk kawasan Asia Pasifik, kenaikan harga minyak mentah juga
dipengaruhi oleh kondisi pertumbuhan perekonomian di India dan China yang
tinggi yang mendorong peningkatan permintaan minyak di sektor industri dan
transportasi. Selain itu, tingkat pengolahan minyak China dan India yang masih
kuat. (Ditjen Migas)
No comments:
Post a Comment