JAKARTA, Telukharunews.com - Tim Reformasi Tata Kelola Migas
mengeluarkan rekomendasi kebijakan yang terkait dengan BBM bersubsidi dan
perhitungan harga patokan BBM yaitu menghentikan impor BBM RON 88 (Premium) dan
Gasoil 0,35% sulfur dan menggantikannya dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25%
sulfur. Total, terdapat 6 item kebijakan yang direkomendasikan tim yang
beranggotakan 13 orang ini.
"Rekomendasi ini sudah kami serahkan kepada Menteri ESDM pada
Jumat, (18/12)," kata Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas Faisal Basri
dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Minggu (21/12) siang. Dalam kesempatan
itu, Faisal didampingi oleh Pelaksana Tugas Dirjen Migas Naryanto Wagimin,
Chandra Hamzah, Darmawan Prasodjo dan Djoko Siswanto serta anggota tim lainnya.
Dalam paparannya Faisal menjelaskan, 6 rekomendasi kebijakan BBM
bersubsidi ini dilatarbelakangi beberapa hal, antara lain harga BBM bersubsidi
merupakan persoalan sensitif yang kerap memunculkan kontroversi akibat
informasi yang tidak lengkap mengenai bagaimana Pemerintah menentukan harga
patokan BBM bersubsidi.
Penentuan harga patokan sangat penting karena besaran harga subsidi BBM
tergantung pada volume penggunaan BBM bersubsidi dengan harga jual sebelum
pajak. Harga patokan (HP) dihitung berdasarkan rata-rata Harga Indeks Pasar
(HIP) BBM yang bersangkutan para periode satu bulan sebelumnya ditambah ongkos
distribusi dan margin. HIP mengacu pada harga transaksi di bursa Singapura
(MOPS)
Pada saat ini, lanjut Faisal, sebagian besar kilang BBM di dalam negeri
hanya dapat memproduksi Bensin Premium (RON 88), Minyak Solar (kandungan sulfur
0,35%) dan Minyak Tanah. Subsidi harga diberikan untuk BBM jenis tersebut.
Karena itu, penentuan harga patokan untuk menghitung subsidi mengacu pada BBM
jenis tersebut.
Mengingat di Singapura tidak tersedia kutipan harga untuk Bensin RON 88
dan Minyak Solar dengan kandungan sulfur 0,35%, HIP untuk kedua BBM tersebut
dihitung berdasarkan harga MOPS untuk jenis BBM yang spesifikasinya paling
mendekati yaitu 0,9842 dikali MOPS Mogas 92 untuk Bensin Premium dan 0,9967
dikali MOPS Gasoil 0,25% sulfur untuk Minyak Solar.
Tim Reformasi menilai, faktor pengali dalam formula penghitungan HIP
berdasarkan data masa lalu yang sudah relatif lama sehingga tidak mencerminkan
kondisi terkini. "Faktor pengali untuk mendapatkan HIP Bensin Premium
dihitung berdasarkan penetapan pada 2007," kata Faisal.
Salah satu faktor pengalinya adalah porsi impor Premium RON 88 dalam
Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) 2007 sebesar 36%. Padahal saat ini,
porsi impor Premium telah mencapai 70%.
Latar belakang rekomendasi lainnya adalah secara implisit ada keharusan
mencampur bensin impor sehingga spesifikasinya sama dengan Bensin Premium RON
88.
Harus disadari juga, papar Faisal, Indonesia merupakan pembeli tunggal
Bensin RON 88 di Asia Tenggara. Namun demikian, Indonesia dalam hal ini Petral,
tidak memiliki kekuatan dalam pembentukan harga MOPS untuk Mogas 92 yang
menjadi benchmark Bensin RON 88.
Prinsip-prinsp dasar rekomendasi adalah menyediakan pilihan lebih baik
bagi rakyat yang niscaya terbaik pula bagi perekonomian dalam bentuk
eksternalitaa positif sehingga bisa mengkalibrasi kenaikan ongkos pengadaan dan
impor BBM bersubsidi akibat peningkaran kualitas BBM.
"Selain itu, formula yang ruwet kita sederhanakan dan mencerminkan
keadaan sebenarnya yang lebih baik daripada perhitungan rumit dan asumsi data
yang kadaluarsa. Dengan begitu, perhitungan harga patokan lebih mencerminkan
harga lewat mekanisme pasar yang betul-betul terjadi (riil), bersifat
transparan dan akuntabel serta dapat mengurangi peluang terjadinya
manipulasi," katanya.
Prinsip dasar lainnya adalah perubahan harga patokan seyogyanya tidak
menambah beban rakyat baik secara langsung maupun tidak langsung dan formulanya
juga menjadi sederhana dan BBM yang diimpor tidak memerlukan proses
pencampuran.
Perubahan kebijakan dapat diterapkan pada kondisi kapasitas dan
kualitas infrastruktur kilang BBM yang ada di dalam negeri. "Tadinya kami
sangsi kilang-kilang Pertamina itu bisa menghasilkan RON 92 dengan cepat. Terus
terang waktu itu, kami memberikan dalam draf pertama, transisi 3 tahun. Namun
setelah mengecek dan berkonsultasi dengan Pertamina, ternyata Pertamina dalam
hitungan bulan bisa menghasilkan RON 92," tambahnya.
Selengkapnya rekomendasi yang dikeluarkan Tim Reformasi yaitu:
1.
Menghentikan impor RON 88 dan Gasoil 0,35% dan
menggantikannya masing-masing dengan impor Mogas 92 dan Gasoil 0,25% sulfur.
2.
Agar produksi Minyak Solar di dalam negeri
ditingkatkan kualitasnya sehingga setara dengan Gasoil 0,25% sulfur.
3.
Produksi kilang domestik dialihkan dari Bensin
RON 88 menjadi Bensin RON 92. Dengan kebijakan itu maka:
a.
Formula perhitungan harga patokan menjadi lebih
sederhana yakni: Harga MOPS Mogas 92 ditambah alpha untuk bensin RON 92 dan
Harga MOPS Gasoil 0,35% sulfur ditambah alpha untuk Minyak Solar.
b.
Benchmark yang digunakan dalam menghitung Harga
Indeks Pasar (HIP) menjadi lebih sesuai dengan dinamika pasar.
c.
Dalam jangka pendek, impor Mogas 92 akan
meningkat, namun disertai penurunan impor RON 88. Dampak keseluruhannya,
terutama dalam jangka panjang, diperkirakan bakal positif.
d.
Peningkatan produksi RON 92 bisa dilakukan
dengan menambahkan MTBE (Methyl Tertiary Butyl Ether) pada Pertamax Off untuk
mengurangi kadar aromatic yang dihasilkan oleh kilang-kilang minyak Pertamina
saat ini.
4.
Besaran subsidi bensin RON 92 bersifat tetap,
misalnya Rp 500 per liter.
5.
Memperhatikan kebutuhan Minyak Solar untuk
transportasi publik dan angkutan barang untuk kepentingab umum, kebijakan
subsidi untuk Minyak Solar dapat menggunakan pola penerapan harga yang berlaku
sekarang.
6.
Pilihan kebijakan terkait dengan pengalihan
produksi kilang domestik sehingga seluruhnya dapat memproduksi bensin RON 92:
a.
Dilakukan pembaruan kilang domestik sehingga
produksi Bensin RON 88 dapat digantikan dengan Bensin RON 92, dengan masa
transisi selama waktu tertentu.
b.
Pengelolaan fasilitas kilang TPPI diserahkan
sepenuhnya kepada Pertamina untuk memungkinkan peningkatan produksi Bensin RON
92 dapat dilakukan maksimal,
c.
Selama masa transisi, produk RON 88 yang
diproduksi, dipasarkan di wilayah sekitar lokasi kilang atau diserahkan kepada
kebijakan Pertamina.
d.
Besaran subsidi per liter untuk rON 88 lebih
kecil dari subsidi untuk Mogas 92.
e.
Fasilitasi Pemerintah untuk mempercepat
pembaruan dan perluasan fasilitas kilang.
f.
Harga patokan Bensin RON 88 yang digunakan
menggunakan HIP dengan formula perhitungan yang berlaku saat ini.
Sumber : Ditjen Migas
No comments:
Post a Comment