![]() |
Ist. |
“Dari persetujuan POD tersebut, perkiraan
penerimaan bersih yang diterima Negara sebesar US$ 18,9 miliar,” kata Deputi
Perencanaan, SKMIGAS, Widhyawan Prawiraatmadja di Jakarta, Selasa (1/1).
Dia menjelaskan, total kumulatif produksi
dari 47 POD tersebut diperkirakan sebesar 956 juta barel ekuivalen minyak.
Rinciannya, sebanyak 216 juta barel minyak bumi, 4,1 triliun kaki kubik gas
bumi, dan 7,6 juta barel elpiji (liquified petroleum gas/LPG). Dana yang
dikeluarkan untuk memproduksikan cadangan tersebut mencapai US$ 21,3 miliar.
Biaya investasi memiliki porsi terbesar pengeluaran dengan 67 persen atau US$
14,32 miliar, biaya operasi sebesar 31 persen atau US$ 6,5 miliar, dan biaya
untuk pemulihan kondisi lapangan setelah operasi (dana abandonment and
siterestoration/ASR) sebesar dua persen atau US$ 447 juta. “SKMIGAS mendorong
peningkatan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) dalam realisasi dana tersebut
agar tercipta efek berganda untuk perekonomian nasional,” kata Widhyawan.
Berdasarkan data SKMIGAS, tiga adalah POD
I dan revisi POD I yang mendapat persetujuan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral. Ketiganya adalah POD I Lapangan Ario Damar-Sriwijaya dengan kontraktor
kontrak kerja sama Tropik Energi Pandan, POD I Lapangan South Sebuku dengan
kontraktor Medco E&P Bengara, dan revisi POD I Lapangan Kepodang dengan
kontraktor Petronas Carigali Muriah.
Yang menjadi catatan penting, kata
Widhyawan, disetujuinya POD II Lapangan Tangguh Train 3 dengan kontraktor BP
Berau Ltd. Total investasi yang dibutuhkan sebesar US$ 11,13 miliar dengan
kumulatif produksi sebesar 2,48 triliun kaki kubik gas dengan tingkat produksi
puncak sekitar 700 juta kaki kubik per hari per hari.
Pertamina EP merupakan kontraktor yang
paling banyak mengusulkan dengan 26 POD. Hal ini seiring upaya Pertamina EP
untuk meningkatkan produksi nasional dari lapangan-lapangan di wilayah Sumatera
dan Jawa. Selain itu, Pertamina EP sedang mencoba meningkatkan cadangan dari
lapangan yang sudah mature melalui metode pengangkatan minyak tingkat lanjut
(enhanced oil recovery/EOR) dengan water floodling di Lapangan Talang Jimar dan
Tapian Timur. “Upaya peremajaan fasilitas produksi juga dilakukan pada Lapangan
Beringin, Prabumulih, dan Paluh Tabuhan Timur agar produksi bisa lebih
optimal,” kata Widhyawan.
Dia mengungkapkan, Chevron Pacific
Indonesia juga aktif mengembangkan lapangan dengan mengusulkan enam POD, yaitu
Lapangan Petapahan Phase-1, Duri Area-8 Rindu, Duri Area-12, Sangsam, Duri Area
7 Rindu, dan Sumur Jorang Deep-1. Metode EOR dengan steam flood akan diterapkan
Chevron, khusus di Lapangan Duri Area 7 Rindu. Rujukannya, mengambil pelajaran
dan pengalaman menggunakan metode steam flood di lapangan dan area Duri dalam
wilayah kerja (WK) Rokan. Diperkirakan peningkatan cadangan dari enam POD
tersebut sebesar 34,7 juta barel minyak dan 9,9 miliar kaki kubik gas dengan
biaya sebesar US$ 850 juta.
Pertamina Hulu Energi (PHE) pada tahun ini
mengusulkan tiga POD. Dua diantaranya berasal dari WK Offshore North West Java
(ONWJ), sisanya dari WK West Madura Offshore (WMO). Produksi gas dari lapangan
tersebut dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan pasokan gas domestik sebesar 60
miliar kaki kubik dengan perkiraan biaya investasi sebesar US$ 418,8 juta.
Medco E&P Indonesia juga mengusulkan tiga POD yaitu lapangan Lica,
Rumbi, dan South Sebuku. Produksi gas Lapangan South Sebuku akan dialirkan
untuk memenuhi kelistrikan di daerah perbatasan Indonesia dengan Malaysia,
yaitu di Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur.
Tahun 2012 sebanyak 53 POD diusulkan. Enam
diantaranya dikembalikan karena beberapa hal teknis dan administrasi yang tidak
terpenuhi. “Tahun ini memecahkan rekor terbanyak persetujuan POD,” kata
Widhyawan. (esdm)
No comments:
Post a Comment